Namun saat terkena panas atau sengaja dipanaskan, bahan kimia BPA ini akan memuai dan berisiko terhadap kesehatan tubuh manusia.
Berdasarkan keterangan dari American Academy of Pediatrics (AAP), BPA yang digunakan pada wadah plastik polycarbonate dan pelapis kaleng aluminium dapat menimbulkan gangguan berat badan seperti obesitas, attention-deficit atau hyperactivity disorder.
Penelitian juga menunjukkan bahwa BPA dapat mengganggu hormon yang dapat menimbulkan beberapa risiko kesehatan, termasuk gangguan perilaku, masalah kesehatan reproduksi, dan diabetes.
Senada dengan Kurniasih, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP), Efriza menekankan hal serupa. Menurutnya, BPA memang masalah lama yang belum diselesaikan oleh pemerintah, khususnya BPOM.
"BPA yang luruh (migrasi,red) ke air, tentu berbahaya bagi Bayi, Balita, janin dan ibu bayi. Disamping, BPA dapat menyebabkan kanker dan penurunan hormon testosteron, dan dapat juga menyebabkan persalinan bayi prematur," tutur Efriza.
Apa yang harus dilakukan, menurut Efriza, pemerintah melalui BPOM perlu melakukan pengawasan dan memberikan teguran, sanksi, agar produsen yang masih menggunakan kemasan plastik nomor 7.
Pemerintah juga perlu membuat keputusan dan/atau menyampaikan sebuah kebijakan mengenai pelarangan penggunaan kemasan plastik yang beresiko tersebut, seperti dilakukan beberapa mancanegara.
Pemerintah juga perlu membuat regulasi yang lebih detail terkait penggunaan kemasan plastik, yang mengutamakan ramah lingkungan dan memberikan jaminan kesehatan.
"Kendati Badan POM RI mempunyai tanggung jawab dan tugas yang berat dan banyak, satu persatu mulai diselesaikan. Utamanya menyangkut peraturan kemasan plastik pada makanan dan atau minuman pangan olahan," terang Efriza.