"Tapi kemudian kita mendapatkan informasi lain dari penyedia jasa lainnya bahwa harga sewa per jamnya yaitu 2.750 dolar AS atau sekitar Rp 39,1 juta," jelas Alamsyah.
Berdasarkan keterangannya itu, jika di total maka jika di total jumlah yang harus dibayar Firli adalah Rp 172,3 juta.
Dari hitung-hitungan itu, menurut Wana, ada selisih sekitar Rp 141 juta lebih yang diduga sebagai penerimaan gratifikasi atau diskon.
Tak hanya itu, Wana menduga ada konflik kepentingan di balik penyewaan helikopter itu.
"Ketika kami telusuri lebih lanjut dan kami lakukan investigasi, bahwa salah satu komisaris yang ada di dalam perusahaan PT Air Pasifik Utama merupakan atau pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasusnya Bupati Bekasi Neneng terkait dengan dugaan suap pemberian izin di Meikarta," jelasnya.
"Dalam konteks tersebut kami menganggap bahwa dan mengidentifikasi bahwa apa yang telah dilakukan Firli Bahuri terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi ini telah masuk dalam unsur-unsur Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001," papar Alamsyah lagi.
Wana mengaku telah menemui langsung Dirtipidkor Bareskrim Polri Brigjen Djoko Purwanto perihal ini. Namun Wana mengaku belum melaporkan resmi melalui LP atau laporan polisi tetapi bersifat pengaduan.
"Dalam bentuk pengaduan, belum jadi laporan polisi," sebut dia.***