Soal Muak Anwar Abbas, Refly Harun: Pernyataan Keras, Bermakna Kemuakkan Pada Rezim yang Halalkan Segala Cara

- 8 September 2021, 16:14 WIB
Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun.
Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun. //YouTube Refly Harun

 

GALAMEDIA – Ahli hukum tata negara, Refly Harun turut menyoroti pernyataan Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas terkait isu presiden tiga periode.

Sebelumnya, Anwar menegaskan bahwa rakyat sudah muak dengan situasi Covid-19 dan ekonomi yang semakin parah.

“Jadi, bapak itu dua periode sudah cukup. Maaf saja, orang sudah banyak yang muak dengan situasi Covid-19 dengan keadaan ekonomi yang parah, rendahnya kemampuan pemerintah mengatasi masalah Covid-19 dan ekonomi. Jangan dikira rakyat senang saat ini,” tuturnya Kamis, 2 September 2021.

Menurut Refly, ucapan Anwar termasuk kategori pernyataan keras.

Namun, Refly ingin memaknainya sebagai kemuakan terhadap rezim yang menghalalkan segala cara.

Baca Juga: Tagih Janji Jokowi Soal Munir, PKS: Untuk Perlihatkan Keseriusan Presiden Terkait Keadilan dan Kemanusiaan

“Pernyataan yang keras sesungguhnya, tapi saya ingin memaknai sebagai kemuakan terhadap sebuah rezim, sebuah oligarki politik yang menghalalkan segala cara untuk berkuasa.”

“Untuk memanfaatkan jabatan demi kepentingan bisnis dan politik,” ujarnya dilansir melalui Youtube Refly Harun Rabu, 8 September 2021.

Karena hal ini, Anwar diketahui mendapat kritik dari berbagai pihak.

“Gara-gara pernyataan sudah muak ini, Anwar Abbas juga dikritik, karena dianggap tidak etis ngomong demikian,” tuturnya.

Padahal, konteks muak dalam ucapannya terkait situasi bukan orang.

Baca Juga: Sepakati PDIP Bisa Terpecah Usai Megawati Lengser, Refly Harun: Itu Bukan Contoh Baik

“Padahal konteks muak itu pada situasi ternyata, bukan pada orang. Walaupun situasi itu disebabkan oleh orang juga,” katanya.

Terlepas dari itu, advokat satu ini merasa perubahan konstitusi tidak penting bila hanya membahas tiga hal.

“Tapi terlepas dari itu, saya menanggap isu perubahan konstitusi menjadi isu tidak penting, kalau cuman tiga hal ini yang menjadi tujuan,” ungkapnya.

Pertama, Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Kedua, perpajangan masa jabatan dan ketiga presiden tiga periode.

Baca Juga: Refly Harun Ungkap Megawati Ketakutan Ganjar Pranowo Rebut Kepemimpinan PDIP dari Puan Maharani

“Pertama PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara), kedua perpanjangan masa jabatan, atau bahkan yang ketiga soal periodesasi jabatan menjadi tiga dan lebih,” paparnya.

Padahal, lanjutnya, salah satu butir reformasi sudah menegaskan bahwa orang hanya bisa menjadi presiden dua periode.

“Padahal kita tahu, salah satu butir reformasi yang segera didesakkan ketika Soeharto jatuh adalah pembatasan berapa kali seorang bisa menjadi presiden,” pungkasnya. ***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x