Megawati Dikabarkan Koma, Refly Harun: Biasa Saja, Hanya Karena Ada Peristiwa Habib Rizieq Jadi Luar Biasa

- 10 September 2021, 07:35 WIB
Presiden kelima RI Megawati Soekarno Putri
Presiden kelima RI Megawati Soekarno Putri /Instagram/@ibumegawati

GALAMEDIA - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dikabarkan kritisi hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Namun kabar tersebut langsung dibantah oleh sejumlah kader PDIP.

Bahkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan Megawati melakukan berbagai kegiatan beberapa hari ini.

Namun pernyataan Hasto tersebut diragukan sejumlah pihak sehubungan jurnalis senior Hersubeno Arief mendapat kabar dari seorang dokter bahwa Megawati tengah kritis hingga harus menjalani perawatan di RSPP.

“Seorang teman dokter itu bahkan sempat mengirim WhatsApp ke saya bahwa, bunyinya begini ‘Megawati Koma. Di ICU RSPP. Valid 1000 persen’,” kata Hersubeno pada kanal Youtube Hersubeno Point.

Baca Juga: Tak Singgung Vaksin Nusantara, Anggota DPR RI Ini Sentil Luhut Soal Vaksin Merah Putih: Ini Harus Didorong!

Soal Kasus Megawati Sakit atau tidak, Refly Harun menilai sebenarnya hal biasa saja kalau tidak ada peristiwa Habib Rizeq Shihab (HRS). Hanya karena ada peristiwa HRS menjadi luar biasa.

"Konyolnya hukum di kita Ya. Kenapa Begitu? Karena orang selalu meminta azas equality before the law, azas kesamaan hukum dan pemerintahan. Kalau Habib Rizieq dipermasalahkan, ya orang lain yang melakukan tindakan sama, harus dihukum 4 tahun," ucap Refly pada video YouTube di kanalnya berjudul 'LIVE! MENYATAKAN MEGA SEHAT, BAGAIMANA KALAU SEBALIKNYA ALIAS BERBOHONG?', Jumat, 10 September 2021.

Soalnya, kata dia, materinya sama. Yakni memberitakan sesuatu kondisi seseorang atau dirinya sendiri, sakit dinyatakan tidak sakit.

Kalau misalkan kondisi Megawati ternyata sakit, lanjut dia, Hasto bisa dikenakan UU Nomor 1 Tahun 1946 sebagaimana Habib Rizieq.

"Konyol kan? Itulah super konyolnya Indonesia menerapkan hukum untuk hal-hal yang enggak jelas seperti ini. Masa orang menceritakan kondisi kesehatan bagi dirinya maupun orang lain, lalu kemudian dihukum, apa kata dunia," ucapnya lagi.

Dikatakan, kasus HRS ini adalah pelajaran yang sangat buruk bagi Republik Indonesia ini kalau tidak segera dikoreksi oleh Mahkamah Agung (MA).

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 10 September 2021: Polisi Temukan Bukti Rencana Jahat di Handphone Ojol

"How Come? Bagaimana seseorang yang menyatakan kesehatan bagi dirinya, itu sifatnya subjektif, lalu tiba-tiba dikenakan pasal mengenai penyebaran berita bohong atau hoaks," ujar Refly.

"Apa untungnya Habi Rizieq mengatakan sakit misalnya. Lalu apa untungnya pula ia mengatakan sehat. Toh ia tak sedang dalam rangka mencari untung atau keberuntungan dari sebuah miss informasi," lanjutnya.

"Jadi kalau kita mau menerapkan hukum, yang rasional lah sedikit. jangan sengaja yang mentarget agar orang-orang tertentu dikandangkan sampai, bila perlu sampai pemilu 2024 berakhir hanya dengan alasan mengada-ada. Alasan yang ga masuk akal," kritiknya.

Sehubungan hal itu, ia mengatakan, dalam setiap kesempatan orang akan meminta perlakuan yang sama --equality before the law. "Kalau begitu kerumunan Jokowi dipermasalahan juga dong. Kalau begitu pernyataan Hasto kalau enggak benar dipermasalahkan juga dong," katanya.

Ia menyatakan, padahal ini adalah sebuah contoh penerapan hukum yang aneh bin ajabib. Ketika orang mengutak-atik soal kesehatan, lalu tiba-tiba menjadi tindak pidana dan pantas dikenakan pasal dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.

Baca Juga: Vaksin Nusantara Sudah Bisa Diterima Masyarakat Bagi Pendaftar di RSPAD, Peneliti: Hoaks!

"Dan kemudian dituntut 6 tahun penjara hingga akhitnya divonis 4 tahun penjara," katanya.

Menurutnya, hal tersebut logika yang sangat aneh. "Ini kan nothing to do dengan soal kejahatan apalagi tindak pidana. Ini sebuah soal yang sebenarnya tak perlu dibesar-besarkan dalam konteks hoaks," jelasnya.

Terkait hal itu, ia mendoakan agar HRS bisa dibebaskan di Mahkamah Agung. Sehingga nanti mahasiswa hukum pun bisa belajar soal rasionalitas dan keadilan hukum.

"Saya takut mata pelajaran rasionalitas dan keadilan hukum itu jadi tumpul karena mereka senantiasa membawa kasus HRS sebagai contoh kasus tidak adilnya penerapan hukum di Indonesia. No law enforcement yang adil," tandasnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x