Mengaku Dizalimi Amerika, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman Soal Sikap Biden: Sederhananya, I Don’t Care

- 8 Maret 2022, 21:41 WIB
Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman.
Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman. /Bandar Saudi Press Agency/Handout via REUTERS/

GALAMEDIA - Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman mengaku tidak peduli jika Presiden Amerika Serikat Joe Biden salah paham tentang dirinya.

Menurutnya sebaiknya Biden fokus pada kepentingan Amerika, demikian terungkap dalam wawancaranya dengan The Atlantic edisi Maret 2022.

Dikutip dari DailyMail, Selasa 8 Maret 2022,  sejak Biden menjabat pada Januari 2021, kemitraan strategis antara Arab Saudi sebagai pengekspor minyak utama dunia dan Washington berada di bawah tekanan.

Baca Juga: Refly Harun Sebut Negara Lebih Takut ke Radikal Ketimbang Korupsi, Teddy Gusnaidi: Ngawur

Ini terkait catatan hak asasi manusia penguasa Riyadh, terutama soal perang Yaman dan pembunuhan jurnalis Saudi  Jamal Khashoggi pada 2018.
 
Putra mahkota yang akrab disapa MBS ini juga merasa haknya telah dilanggar oleh tuduhan terhadapnya dalam pembunuhan brutal dan mutilasi Khashoggi di konsulat kerajaan Saudi di Istanbul, Turki.

Secara eksplisit ia merasa diperlakukan tidak adil dalam pemberitaan tentang pembunuhan Khashoggi.

Baca Juga: Panas Jelang PERSIB vs AREMA FC, Juru Taktik Singo Edan Tak Gentar, Siap Rebut 3 Poin dari Maung Bandung

“Saya merasa hukum hak asasi manusia tidak diterapkan pada saya ... Pasal XI Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang tidak bersalah sampai terbukti bersalah,” katanya.

Dalam pernyataan terpisah pada kantor berita negara Saudi SPA, MBS yang merupakan penguasa de facto Saudi mengatakan Riyadh memiliki opsi untuk mengurangi investasi di Amerika Serikat.

"Sederhananya, saya tidak peduli," kata MBS ketika ditanya The Atlantic apakah Biden salah paham tentangnya.

Baca Juga: Ustadz Abdul Somad Angkat Bicara Soal Daftar Penceramah Radikal: Kalau Bersalah Pastikan Hukumannya

Menurutnya juga hak Biden untuk memikirkan kepentingan terbaik bagi Amerika.

“Kami tidak berhak menguliahi Anda, Amerika,” tambahnya. "Hal yang sama berlaku sebaliknya."

Pemerintahan Biden merilis laporan intelijen AS yang menyebut keterlibatan putra mahkota dalam pembunuhan Khashoggi.

Hal ini dibantah MBS yang kemudian mendesak pembebasan tahanan politik.

Baca Juga: Militer Rusia Kian Terpukul, Jenderal KEDUA Putin Terbunuh di Tangan Pejuang Tempur Ukraina

Pembunuhan Khashoggi menodai citra reformis putra mahkota Saud di dunia Barat, yang sebagian besar mengutuknya.

MBS kini ingin mengembalikan fokusnya pada reformasi sosial dan ekonomi untuk mendiversifikasi ekonomi Arab Saudi yang bergantung pada minyak.

Namun reformasi ini tampaknya tidak mencakup reformasi politik yang luas.

Ditanya apakah pemerintahan Saudi bisa berubah menjadi monarki konstitusional, MBS menegaskan tidak.

"Arab Saudi berlandaskan monarki murni," katanya.

Baca Juga: Tukang Cendol Dibayar Rp200 Ribu Untuk Dukung Jokowi, Rocky Gerung: Mengajarkan Kebohongan

Pangeran Mohammed juga mengatakan kepada The Atlantic bahwa tujuan Riyadh adalah mempertahankan dan memperkuat hubungan  historis dengan Amerika telah berlangsung lama.

Dia menyebut investasi Saudi di Amerika Serikat mencapai $800 miliar atau lebih dari Rp 11 ribu triliun.

"Dengan cara yang sama kami memiliki kemungkinan untuk meningkatkan atau mengurangi," katanya seperti dikutip SPA.

Sebelumnya, MBA memiliki hubungan dekat dengan mantan Presiden Donald Trump. 

Baca Juga: Ribuan Orang Antre Minyak Goreng, Nusron Wahid: Saatnya Menteri Perdagangan Tunjukan Taringnya

Halaman:

Editor: Mia Fahrani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x