"Kita (adalah) negara ke tiga di Asia dari 17 negara yang diukur oleh Global Corruption Barrometer paling terpapar politik uang, jual beli suara," ujar Titi.
Sekretaris Jendral SDI, Salsabila Syaira dalam kesempatan yang sama menyatakan, tema "Demokrasi untuk Siapa?" ini diangkat sekaligus untuk membahas sistem Pemilu 2024 yang masih belum ditetapkan.
Cawe-cawe
Ia pun menyampaikan keheranan pada sedikitnya ruang diskusi yang cawe-cawe pada isu tersebut. Artinya, ada kemungkinan perempuan akan terancam di Pemilu 2024.
"Melengkapi senior saya, mbak Titi, soal data politik uang. Bayangkan 'tingginya harga' lembar rekomendasi dan nomor urut dari Parpol untuk politisi perempuan," kata dia.
Menurut Salsabila, jika PKPU No 10 Pasal 8 Ayat 2 tidak direvisi, seperti tuntutan rekan-rekan civil society, maka pemilu 2024 akan diingat sebagai kompetisi demokrasi yang didesain memang tidak mengundang perempuan-perempuan.
Baca Juga: KPK Kembali Geledah Balai Kota Bandung Terkait Kasus Korupsi
"Sudah pasti akan turun jumlah legislator perempuan di pusat hingga daerah tingkat II-III. Sudah jatuh ketimpa tangga, itulah tepatnya situasi politisi perempuan jelang Pemilu 2024, jika benar sistem pemilihan tertutup," ungkapnya.
Sementara itu, selama 15 tahun memimpin Kab. Karawang, politisi perempuan senior, Cellica Nurrachdiana, ikut angkat suara. Ia sangat sepakat jika kompetisi politik justru mengacu pada kapasitas atau kemampuan seseorang.
Kesetaraan dan Kejujuran
"Keberhasilan saya dalam politik, disebabkan mentoring dan kepercayaan dari senior saya Kang Saan Mustofa. Jika basis kompetisi politik, adalah kapasitas seseorang, dan saling mendukung saya yakin kita bisa maju bersama tidak peduli perempuan atau laki-laki," tuturnya.
Baca Juga: Lengkap Sudah Pemain Asing Persib, Wilujeng Sumping Alberto Rodriguez