ChatGPT: Hambat atau Dukung Pendidikan? Tergantung Paradigma Pendidikan

- 19 Februari 2024, 13:21 WIB
ChatGPT, aplikasi buatan perusahaan OpenAI./pixabay @Franz26
ChatGPT, aplikasi buatan perusahaan OpenAI./pixabay @Franz26 /

 

GALAMEDIANEWS – Kecanggihan teknologi AI (Artificial Intelligence) belum sepenuhnya bisa digunakan secara positif. Ada juga beberapa kalangan yang menolak kehadirannya. Termasuk juga di dalam dunia pendidikan.

ChatGPT termasuk ke dalam salah satu AI tersebut. Kang Don, seorang content creator, menuturkan ada beberapa guru dan dosen yang mengeluhkan kehadiran ChatGPT yang merupakan buatan perusahaan OpenAI.

“Banyak dosen yang mengeluh, mahasiswa saya kok sedikit-sedikit pakai ChatGPT, buat kerjakan tugas juga pakai. Ini literasi belajarnya ada di mana? Pembelajarannya ini ada di dimana? Guru juga ada yang begitu,” tuturnya.

Baca Juga: Telah Dibuka! Kesempatan Berkarir di Mandiri Utama Finance Cabang Tanah Grogot, Kabupaten Paser

Ia pun menyebutkan bahwa ada beberapa kalangan yang menyebutkan buku sebaiknya dibuang saja, Sebabnya, sudah tergantikan oleh ChatGPT. “Ada yang komentar terus buku-buku buat apa? Kalau pakai ChatGPT, bukunya dibuang saja,” tuturnya.

Menurut Kang Don, hal tersebut disebabkan karena ChatGPT belum ditempatkan dalam posisi yang benar. Ia pun menjelaskan bahwa dunia content creator dan dunia pendidikan pada dasarnya sama. Yaitu, kreator dan siswa sama-sama harus belajar. Content creator belajar untuk membuat konten berkualitas, sedangkan siswa belajar untuk mencerna materi pendidikan.

“Sebenarnya dunia content creator sama seperti dunia pendidikan. Ini content creator dan siswa sama-sama belajar. Buat konten bagus harus belajar. Nggak mungkin belajarnya instan dari baca saja generate-generate dari ChatGPT, kontennya jadi hasilnya dangkal. Harus belajar dari literasi lain,” tuturnya.

Baca Juga: Cryptojacking: Kejahatan Siber Bajak Laptop atau Smartphone Korban

Kang Don memang termasuk pengguna ChatGPT juga. Namun, menggunakannya untuk penunjang. Di dalam dunia content creator, memang tak sedikit yang menggunakannya. “Saya memang suka pakai ChatGPT buat bikin konten kok. Yang lain juga banyak. Tapi ini buat penunjang saja, bukan jadi utama. Sekarang anak-anak mungkin generasi instan. Jadi berpikirnya juga ingin instan,” tambahnya.

Kang Don pun menegaskan bahwa tak lantas ChatGPT menyelesaikan semua permasalahan. “Misalnya, membersihkan rumah. Nggak lantas pakai ChatGPT jadi selesai. Kita juga harus belajar bagaimana kondisi sapu yang baik. Apalagi jawabannya ini dari ChatGPT belum selalu benar,” tegasnya.

Pria yang mulai terjun sebagai content creator sejak tahun 2014 ini pun mengutarakan bahwa paradigma pendidikan mempengaruhi bagaimana cara menggunakan ChatGPT.

“Di dunia content creator, ChatGPT sih sudah jelas nggak mungkin jadi sumber satu-satunya. Kalau dunia pendidikan, saya melihatnya berpengaruh juga dari paradigmanya juga,” tuturnya pria berkacamata ini.

Baca Juga: Lowongan Kerja Khusus Wanita di Seblak Salah Lamongan Februari 2024, Berikut Benefit yang Bisa Diperoleh

“Kalau mau kejar nilai saja, bisa kok pakai ChatGPT. Kalau mau belajar sungguh-sungguh, bisa juga pakai ChatGPT. Ini paradigmanya bagaimana.” tambahnya.

Kesimpulannya, bila ChatGPT ditempatkan secara tepat, maka AI ini akan sangat bermanfaat. Bila digunakan secara praktis, bisa saja kurang bermanfaat. Bahkan, bisa saja menyesatkan karena jawabannya belum tentu benar. Dengan demikian, jawaban pertanyaan apakah ChatGPT pendukung atau penghambat pendidikan yaitu bagaimana kita bisa menempatkannya.

“Intinya, ChatGPT harus ditempatkan di tempat yang benar. Kalau nggak begitu, ini jadi kurang berguna. Kalau untuk pendidikan sih, kalau menurut saya, ini harus disadari dari sekarang,” tuturnya.***

Editor: Dadang Setiawan

Sumber: Wawancara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah