Presiden Macron Biarkan Penistaan Nabi Muhammad, Begini Permintaan Wakil Ketua MPR

- 29 Oktober 2020, 19:23 WIB
Foto Presiden Prancis Emmanuel Macron diinjak.*
Foto Presiden Prancis Emmanuel Macron diinjak.* /Twitter @RealFarooqNyaze

GALAMEDIA - Sikap Presiden Prancis Emmanuel Macron yang membiarkan tindakan penistaan Nabi Muhammad SAW di negaranya, mendapat reaksi dari Wakil Ketua MPR RI, M Hidayat Nur Wahid.

Hidayat mengecam sikap Macron dan mengutuk segala kekerasan yang timbul sebagai akibatnya. Hidayat menilai alasan Macron bahwa kartun yang menistakan Nabi Muhammad sebagai bentuk kebebasan berekspresi tidak tepat.

"Semestinya Macron mementingkan kemaslahatan umum dengan mengikuti keputusan Peradilan HAM Eropa, pada 25 Oktober 2018, yang menetapkan bahwa penistaan Agama dan tokoh Agama bukan bentuk kebebasan berbicara dan berekspresi," terang Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2020.

Baca Juga: Cimahi Masuk Kota Paling Padat di Indonesia, Ajay: Nyaman Ditinggali

Dia mengatakan keputusan peradilan HAM itu keluar terkait kasus Nyonya E.S yang dijatuhi hukuman pidana oleh Pengadilan di Austria karena Nyonya E.S berulangkali menista Nabi Muhammad dengan penyebutan pedofilia.

Kasus itu menurut dia, oleh yang bersangkutan dibawa ke Pengadilan HAM Eropa, tetapi permohonannya ditolak dengan penegasan bahwa penistaan kepada Nabi Muhamamd SAW bukan bagian dari kebebasan berekspresi.

"Dalam putusannya, Pengadilan HAM Eropa menyebutkan bahwa Nabi Muhammad adalah pedofilia merupakan pernyataan yang telah melampaui batas yang diizinkan dari kebebasan berekspresi," ujarnya.

Baca Juga: Disbudpar Jawa Barat Gelar Rapid Test di 54 Titik Wisata

Presiden Macron, kata Hidayat, perlu merujuk kepada kasus Soile Lautsi vs peradilan Italia. Pada kasus tersebut, Nyonya Lautsi keberatan dengan adanya crucifix (patung salib katolik) dipasang di sekolah umum di Italia.

Permohonan itu menurut dia ditolak Pengadilan HAM Eropa karena patung salib itu bukan hanya sebagai simbol agama, tetapi juga warisan budaya barat Italia.

"Berdasarkan putusan Pengadilan HAM Eropa dalam kasus-kasus tersebut, seharusnya tidak perlu ada perdebatan antara hubungan kebebasan berekspresi dan penistaan terhadap agama/tokoh agama," katanya.

Hidayat mengatakan, menghormati agama/tokoh agama dari masing-masing pihak akan jadi koreksi terhadap radikalisme dan ekstremisme. Bahkan hal itu akan menghadirkan toleransi di tengah masyarakat plural.

Baca Juga: Penyerangan Bersenjata Pisau di Gereja Prancis Tewaskan Dua Orang

Menurut dia, Prancis sebagai negara hukum, seharusnya Presiden Macron menghormati dan mengambil kebijakan sesuai dengan putusan Pengadilan HAM Eropa.

"Apabila Macron melaksanakan ketentuan-ketentuan dari Pengadilan HAM Eropa, berlaku adil dan konsisten, maka secara nyata telah menguatkan harmoni antar-warga dan antar-umat beragama di Perancis yang bisa berdampak global sehingga tidak akan ada reaksi negatif dari individu maupun komunitas umat beragama Islam," katanya.

Dia menegaskan bahwa penghinaan agama/tokoh agama bukan jenis kebebasan berbicara/bereskpresi, namun pelanggaran HAM. Sebagaimana disebutkan dalam Resolusi Dewan HAM PBB di Jenewa Swiss pada 26/3/2009, dan hal serupa juga diputuskan oleh Pengadilan HAM Eropa.

Baca Juga: Situsnya Diretas Mr. Combet Penolak UU Cipta Kerja, Disnaker Bandung Langsung Bersikap

Namun Hidayat juga mengutuk keras segala bentuk ekstremisme dan radikalisme dan menolak kekerasan atau kejahatan hingga pembunuhan atau tindakan kriminal terhadap perempuan Muslimah, yang terjadi akibat peristiwa itu.

Dia berharap semua pihak dapat menyelesaikan persoalan ini dengan kepala dingin, akal sehat, berbasiskan keadilan hukum dengan merujuk pada ketentuan Dewan HAM PBB maupun Peradilan HAM Eropa, dengan menghindari segala bentuk tindakan rasial, kriminal maupun konfrontasi kekerasan yang bisa berdampak kontraproduktif dalam skala yang lebih luas/besar.

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x