Harus Tahu, Sisi Gelap Pemilu 2024

- 14 Februari 2024, 08:38 WIB
 ilustrasi bayangan pemilu./Tangkapan layar bakrie.ac.id /
ilustrasi bayangan pemilu./Tangkapan layar bakrie.ac.id / /

Berpegang pada pendirian masing-masing untuk memilih presiden, namun secara kenyataan tidak seperti itu. Presiden yang akan menang adalah presiden yang dapat memancing emosional warga, melalui konten dan banjirnya kampanye digital.

Sisi Gelap Kampanye Pemilu 2024

Bagaimana cara untuk menguasai warga dan memanipulasi ideologinya, yang jika dahulu sebelum era digital, kita harus turun dan berbincang lalu membuat kampanye darat yang besar. Menyampaikan semua kegiatan, pidato yang memukau hingga tercapai puluhan bahkan ratusan ribu orang. Hari ini di era digitalisasi dengan cara edit dan klik maka, 10 juta orang akan melihat konten yang dibuat.

Menyeramkan di era digitalisasi karena, propaganda diciptakan jika terjadi sebuah ideologi baru, masalahnya adalah hoax dan misi informasi. Jika capres selalu memakai fakta dan data itu dapat memenangkan pikiran, namun belum tentu dapat menangkan hati. Untuk menangkan hati maka harus memainkan emosi, dengan pendidikan yang rendah maka dapat menimbulkan sikap anarkis. Bila kebencian, kemarahan, ketakutan semuanya bernilai negatif, dan itu banyak di media sosial.

Media sosial saat ini dibanjiri dengan konten negatif dari pada konten positif, karena sifat netizen dengan pendidikan yang rendah menyukai drama. Ini adalah pemilihan pemimpin dan kelangsungan hidup, bergantung pada keputusan yang kita pegang. Membawa negara Indonesia maju, tapi tidak juga meninggalkan masa lalu, karena masalahnya belum selesai.

Hoax atau misi informasi yang memancing emosi yang sedang maraknya, ditambahnya sirkulasi uang hingga 100 triliun lebih, menurut para pakar itu digunakan untuk menyebarkan informasi. Menurut data selama satu tahun 11 ribu hoax lebih, kominfo hingga kewalahan membendung semua hoax, dan inilah sisi gelap kampanye digital.

Kita tidak akan bisa mengendalikan, kita tidak mengetahui siapa yang dibayar, sulit untuk mencari kebenaran. Jika ini dibiarkan maka ini adalah pembodohan warga, perubahan ideologi warga hingga dapat terpengaruhi, dan memilih pihak tertentu berdasarkan informasi yang salah. Cukup untuk sadar jika melihat konten yang memilih presiden, jangan diambil mentah-mentah, jangan dibawa emosi, saat ini belajar untuk menyeimbangkan pikiran dan hati.

Cara Agar Tidak Terbodohi

Analogi yang harus dibangun adalah bertanya sebelum memilah informasi, berpikir kritis, melihat berdasarkan fakta dan objektivitas. Buatlah keputusan secara fakta dan objektif seimbang, setelah itu ikuti kata hati, setiap mendapatkan informasi yang tidak yakin, maka pastikan secara fakta. Pemilu seharusnya adil dan mempersatukan, agar negara lebih maju,

Pada dasarnya melihat dan membaca visi misi, program dan kebijakan serta melihat rekam jejaknya, adalah cara yang rasional. Jangan terlebih dahulu melihat video yang memancing emosi, sehingga secara instan menetapkan pilihan. Semua pasangan calon pasti mengetahui data pendidikan dan mereka, mengetahui bagaimana cara memenagkan suara.

Baca Juga: Lewati Lautan Eceng Gondok di Waduk Cirata, Pj Bupati KBB Kawal Pengiriman Logistik Pemilu ke Daerah Terisolir

Pilihlah pemimpin yang paling menyentuh hati, namun berdasarkan pada objektivitas dan fakta sebenarnya. Demokrasi membebaskan kita memilih, dan tahun ini pemilu yang lebih digital, artinya lebih berbahaya dibandingkan sebelumnya.***   

Halaman:

Editor: Feby Syarifah

Sumber: Tiktok @raymondchins


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah