Memperkuat Citra Wisata Kota Bandung Melalui Produk Kuliner

- 5 April 2021, 15:11 WIB
Ilustrasi wiasata kuliner di Kota Bandung.
Ilustrasi wiasata kuliner di Kota Bandung. /- Foto : Portal Jogja/Siti Baruni


CITRA yang baik, yang tertanam dalam benak pasar potensial dan pasar aktual akan sangat berharga bagi pengembangan pariwisata.

Satu diantaranya, saat kita menyebut nama sebuah makanan seringkali kita juga akan selalu menyebutkan daerah asal muasal makanan tersebut. Makanan adalah penuntun terbaik seseorang untuk menapaki jalan kenangan, yang lengket erat meski usia seseorang sudah merambat jauh.

Hampir semua daerah memiliki khasanah pusaka, yakni aneka kuliner yang hingga kini masih lestari, yang resepnya diwariskan dari generasi ke generasi, memiliki banyak kisah yang bisa dieksplorasi dan menunjukkan bagaimana sebuah kebudayaan tumbuh dan berkembang.

Apa yang biasa kita makan dapat menjadi medium dari masyarakat untuk memperlihatkan tentang dirinya, seperti apa dan bagaimana makanan sebaiknya disantap, kombinasi makanan yang baik, cara penyajian yang pantas, waktu makan, peralatan yang tepat untuk digunakan, dan tata penyajian yang baik.

Dengan demikian kuliner memiliki narasi yang bisa menjadi sebuah jendela atau pintu masuk untuk menjelaskan banyak hal dan memiliki sejarah mulai dari kebiasaan-kebiasaan yang ada di suatu tempat, bahan-bahan alami yang mudah ditemukan, hingga pelapisan sosial ketika satu kuliner di masa silam hanya dikonsumsi oleh segmen tertentu, yang jika semua itu dikisahkan akan membuat semua orang penasaran.

Baca Juga: #ProkesAlaRezim Trending 1 di Twitter: Masyarakat Kecewa Sikap Jokowi Hadiri Pernikahan Atta dan Aurel

Kuliner tercatat sebagai subsektor penyumbang GDP terbesar dari ekonomi kreatif, yaitu rata-rata tiap tahun berkontribusi sekitar 42% dari total PDB Ekonomi Kreatif (sumber; Kemenparekraf).

Betapa tangguhnya para pengusaha kuliner kita. Saat pandemi Covid19 menerjang, justru para pengusaha kuliner yang paling tangguh menghadapinya, karena keyakinan yang kuat bahwa publik tanah air kita akan selalu mencari kuliner lokal.

Tidak dipungkiri salah satu daya tarik elemen sekunder Kota Bandung adalah produk kuliner, yang jika dikelola dan dikemas secara kreatif, maka akan menjadi satu kekayaan budaya serta potensi wisata Kota Bandung yang sangat besar.

Terlebih subsektor ini mampu berkontribusi 11,11% terhadap PDB Kota Bandung. Kuliner Kota Bandung yang khas menjadi trend setter tersendiri, baik karena cita rasanya, yang menurut banyak pelancong semua jajanan di kota Bandung enak-enak walaupun cuma jajanan pinggir jalan, bahkan menjadi branding yang mengangkat nama Kota Bandung dibenak wisatawannya, yaitu ingat Bandung ingat kuliner.

Kuliner Kota Bandung bisa menjadi starting point untuk menjelaskan kebudayaannya secara lebih luas. Dalam khasanah ilmu sosial yang menganut logika induktif, kuliner menjadi pintu masuk yang akan membawa seseorang memasuki jantung sebuah kebudayaan melalui pengenalan akan khasanah alam, serta dinamika dan interaksi antar manusia yang ada di dalamnya.

Baca Juga: Persebaya Tetap Fight Bidik Kemenangan, Demi Hindari Persib Ya?

Meskipun kondisi faktual kekayaan ragam kuliner Kota Bandung, baik dari ragam makanan berat, atau mungkin "cindera rasa"/ oleh-oleh makanan/camilan/kudapan patut dibanggakan dan dijadikan modal kuat untuk mengembangkan potensi wisatanya namun tantangannya saat ini adalah bagaimana mengemas secara lebih kreatif makanan tradisional Kota Bandung ke dalam spektrum sudut pandang generasi milenial tanpa mengubah ciri khas tradisionalnya.

Penggiat kuliner perlu cerdas berinovasi dan berkreasi, karena saat ini popularitas produk kuliner rata-rata hanya akan bertahan dua-tiga bulan saja, lewat dari masa tersebut konsumen akan jenuh.

Setelah masa pandemi covid-19 nanti berakhir salah satu upaya percepatan untuk memunculkan kreatifitas kuliner Kota Bandung bisa dilakukan dengan lomba yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh SKPD terkait bukan swasta, sebagai wujud nyata kepedulian dan keberpihakan pemerintah pada pusaka kuliner Kota Bandung, sehingga akan selalu muncul hibrida produk kuliner baru, modifikasi atau terbarukan.

Contohnya bulan ini lomba kudapan berbahan dasar jagung, bulan lain lomba berbahan dasar tape/ peuyeum dan seterusnya, yang kemudian diviralkan.

Lomba ini harus dikawal oleh juri yang kompeten seperti dari ikatan chef di Bandung, dan ahli marketing. Penilaiannya meliputi: taste/rasa, flavour/aroma, size/ukuran, colour/warna, doneness/kematangan, performance/keindahan, kelembutan/mudah dikunyah, dilengkapi kisah yang bisa dieksplorasi oleh pengunjung, tidak sekedar memenuhi citarasa dan selera tetapi juga memenuhi gaya hidup masyarakat kekinian.

Baca Juga: Anggota Legislator Kabupaten Bandung Ini Fasilitasi Pameran UMKM di Kabupaten Garut

Kelihatannya lomba tersebut tidak perlu APBD, semua dari bahan sampai trophy/ hadiah bisa dari distributor, misal dari Bogasari, Nestle dan lain-lain, sesuai bahan baku yang dilombakan. Yang menang, langsung dipatenkan, bisa diproduksi masal oleh berbagai pihak di masyarakat.

Untuk merealisasikan upaya ini maka semua elemen SKPD terkait dituntut memiliki jiwa entrepreneurship yang tinggi, dan diakui oleh kalangan penggiat kuliner Kota Bandung. Pengembangan kepariwisataan Kota Bandung memerlukan Integrated City Management yang didukung oleh SDM yang “memasarkan” (perilaku marketer yang entrepreneurial).

Dimana semua elemen yang ada di dinas (SKPD) terkait harus berjiwa marketer sehingga program-programnya terkait atau berdampak pada memasarkan Kota Bandung. Dengan jalan itu mungkin lebih singkat waktunya menuju “pariwisata Kota Bandung yang berkelas, berkualitas dan berkelanjutan”.***

 

Penulis:
Yudhi Koesworodjati
Dosen Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan dan Pemerhati pariwisata

Disclaimer: Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.

 

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x