Dr. Socrates S. Yoman, Realita Terbalik, Mestinya Bawa Kemajuan untuk Papua Malah Sebaliknya

- 11 Juli 2021, 18:52 WIB
Prof. Imron Caton, Pemerhati Isu Strategis dan Isu Papua./dok.istimewa
Prof. Imron Caton, Pemerhati Isu Strategis dan Isu Papua./dok.istimewa /

Sebagai catatan, walaupun VOC adalah sebuah perusahaan swasta, pemerintah kolonial Belanda pada saat itu memberikan kewenangan eksekutif, yudikatif, dan legislatif kepada perusahaan tersebut untuk mengendalikan pemerintahan di Indonesia.

Baca Juga: Viral TPU Cikadut Tarik Pungli ke Keluarga Korban Covid-19, Anggota DPRD Kota Bandung: Harus Tindak Tegas

Atas dasar itu, VOC memiliki kewenangan untuk antara lain mengeluarkan legislasi, menarik pajak, memaksa rakyat bekerja, menangkap dan menghukum mereka, jika dipandang membangkang.

Sebagai bagian dari NKRI, ketika Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, 17 Agustus 1945, maka prinsip hukum internasional, Uti Possidetis Juris, secara otomatis menetapkan secara yuridis batas wilayah Indonesia, yaitu dari Sabang sampai Merauke.

Prinsip hukum intenasional Uti Possidetis Juris menetapkan bahwa batas wilayah dari suatu negara yang baru merdeka adalah sama dengan batas wilayah ketika wilayah tersebut dijajah.

Papua
Seperti juga kebiasaan buruk negara-negara kolonial lain, dengan 'memainkan' kartu Ras Melanesia, Belanda berupaya bertahan di Tanah Papua, melupakan fakta bahwa Ras Melanesia juga tersebar di berbagai daerah Indonesia Bagian Timur.

Selain ingin mempertahankan statusnya sebagai negara kolonial agar berdiri sejajar dengan Inggris Raya, Perancis, Belgia, Spanyol, dan Portugal, tujuan utama kolonial Belanda bertahan di Tanah Papua adalah karena berbagai faktor.

Pertama, yakni untuk menampung para warganegara dan kolaborator Belanda, yang tidak ingin kembali ke negara tersebut.

Kedua, menciptakan wilayah lindung (sanctuary) bagi warganegara Belanda dan para pengikutnya dan ketiga, mencegah migrasi atau eksodus besar-besaran warga negara Belanda, keluarga, dan para kolaboratornya ke salah-satu negara terkecil di benua Eropa tersebut.

Jika eksodus besar-besaran tersebut terjadi, dapat dipastikan gejolak sosial akan muncul di negara kecil tersebut, seperti yang bahkan masih terjadi di Perancis saat ini, yang menampung migran dari wilayah-wilayah jajahannya di Afrika, antara lain: Moroko, Algeria, dan Tunisia.

Halaman:

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x