Dr. Socrates S. Yoman, Realita Terbalik, Mestinya Bawa Kemajuan untuk Papua Malah Sebaliknya

- 11 Juli 2021, 18:52 WIB
Prof. Imron Caton, Pemerhati Isu Strategis dan Isu Papua./dok.istimewa
Prof. Imron Caton, Pemerhati Isu Strategis dan Isu Papua./dok.istimewa /

Baca Juga: Kimia Farma Disebut Bakal Jual Vaksin Hasil Hibah, Tokoh NU: Keterlaluan Banget Berbisnis dengan Rakyat!

Para keturunan dari migran-migran tersebut adalah pelaku dari sebagian besar tindak terorisme di negara tersebut.

Keinginan kuat warga keturunan Belanda untuk bertahan di tanah tropis (surga khatulistiwa) tidak dapat dipandang ringan.

Untuk menciptakan 'rumah kopi' (koffie huis), para kolonialis tersebut merusak kesucian Candi Borubudur dengan membangun teras dan mencat bagian atas Candi Borobudur, circa 1900an, hanya untuk sekedar berpesta di sore hari.

Pembangkangan Belanda tersebut dijawab oleh Indonesia dengan menggelar perang dan melancarkan upaya diplomasi untuk membebaskan Tanah Papua, yang dimulai pada awal tahun 1960an.

Resolusi PBB
Mendapatkan tekanan dunia, khususnya Amerika Serikat, yang tidak ingin Indonesia jatuh kepangkuan dunia komunisme, yang dipimpin oleh Uni Soviet, Belanda bersepakat dengan Indonesia untuk menyelesaikan pertikaian melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Tanah Papua di bawah supervisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB, 1969), yang hasilnya disyahkan oleh Sidang Mejelis Umum (SMU) PBB, melalui Resolusi No.: 2504 (XXIV)/1969.

Sejak itu, Tanah Papua kembali ke pangkuan ibu pertiwi dan negara kolonial Belanda menarik diri dari wilayah tersebut. Hingga saat ini, Belanda tidak pernah lagi mempermasalahkan status Tanah Papua sebagai bagian integral wilayah kedaulatan Indonesia.

Atau, mengeluarkan pernyataan bahwa pada tanggal dan tahun tertentu telah mendeklarasikan kemerdekaan Tanah Papua, seperti yang sering didengung-dengungkan oleh para pendukung gerakan separatisme (twisted reality proponents).

Baca Juga: Moeldoko Bilang Kritik Harus dengan Solusi, Gus Nadir: Terus Kerjanya Apa kalau Masih Minta Solusi ke Rakyat?

Sebagai pengamat dan akademisi yang peduli untuk kemajuan Papua, saya menilai,  adalah suatu hal yang halusinatif, jika mereka berpandangan bahwa para pemimpin negara-negara di dunia yang mendukung Resolusi SMU-PBB No.: 2504 (XXIV)/1969 adalah terlalu bodoh (stupid enough), menginstruksikan delegasi negara mereka di SMU-PBB, untuk mendukung resolusi tersebut.

Halaman:

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x