Dibongkar Komnas HAM, Polisi Periksa Handphone Pedagang dan Pengunjung KM 50 Hingga Minta Hapus Rekaman

30 November 2021, 18:01 WIB
Ruas Jalan Tol Jakarta Cikampek Km 50 yang diduga sebagai lokasi penembakan 6 pendukung Imam Besar FPI. /PIKIRAN RAKYAT/Dodo Rihanto/


GALAMEDIA - Polisi meminta warga menghapus foto dan video di rest area KM 50. Hal itu terungkap dalam sidang tewasnya empat Laskar FPI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa, 30 November 2021.

Hal itu diungkapkan oleh Koordinator bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Endang Sri Melani di PN Jaksel.

Hasil penelitiannya, Endang menjelaskan bahwa pada malam itu, saksi yang berada di rest area KM 50 mendengar suara gesekan antara pelek mobil Chevrolet Spin yang ditunggangi anggota Laskar FPI dengan aspal jalan. Saksi melihat ban mobil tersebut sudah kempes.

"Saksi melihat ada beberapa mobil polisi sejumlah lebih kurang antara 4-5 unit kendaraan di depan mobil Chevrolet Spin selama di rest area KM 50," kata Endang.

Setelah itu, kata Endang, saksi mendengar polisi meminta pengunjung dan pedagang di rest area KM 50 untuk mundur dan tidak mendekat ke TKP dengan alasan ada penangkapan teroris dan penangkapan narkoba.

Polisi kemudian melarang sejumlah saksi mengambil foto dan rekaman video menggunakan ponsel mereka. Polisi juga memeriksa ponsel pedagang dan pengunjung rest area KM 50 dan diminta menghapus foto maupun rekaman video.

Baca Juga: Ucapkan Terima Kasih kepada Presiden Jokowi, Petani Trenggalek Harapkan Bisa Panen 3 Kali Dalam Setahun

"Sejumlah saksi mengaku dilarang mengambil foto dan dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah telepon genggam pedagang dan pengunjung dan diminta menghapus foto dan rekaman video," kata Endang.

Saksi kemudian melihat empat orang anggota Laskar FPI diturunkan dari mobil dalam keadaan masih hidup dan ditidurkan di jalan, satu orang diturunkan dari mobil mengalami luka tembak, dan satu orang tergeletak di jok kiri bagian depan.

"Saksi melihat empat orang yang masih hidup mendapatkan perlakuan kekerasan dengan cara dipukul dan ditendang," tutur Endang.

Saat Endang memaparkan keterangan saksi di KM 50, kuasa hukum dua terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella, Henry Yosodiningrat mengajukan interupsi.

Henry mengaku keberatan karena identitas saksi tersebut menurutnya tidak jelas. Ia meminta agar identitas saksi tersebut dibuka dan dihadirkan ke pengadilan agar tidak terjadi fitnah bahwa polisi melakukan penekanan kepada masyarakat di KM 50.

"Kita hadirkan di sini agar tidak terjadi fitnah, seakan-akan Kepolisian Negara RI, Polda Metro Jaya menekan warga masyarakat, memaksa," tutur Henry.

Menanggapi hal ini, Endang enggan mengungkap identitas saksi yang diperiksa Komnas HAM. Menurut Endang, saksi tersebut merupakan orang yang mengetahui dan melihat peristiwa itu di rest area KM 50.

Menurutnya, saksi tersebut merasa ketakutan dan meminta agar identitasnya tidak disebutkan.

"Karena itu memang informasi yang kami peroleh masyarakat sudah cukup ketakutan saat itu dan berharap tidak disebutkan namanya," ujar Endang.

Henry lantas kembali meminta agar saksi tersebut dihadirkan di pengadilan. Mengenai ketakutan saksi tersebut, kata Henry, ada peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan digelar sidang tertutup khusus untuk memeriksa saksi Komnas HAM.

"Adakan sidang tertutup khusus untuk pemeriksaan saksi itu, supaya dihadirkan benar atau tidak keterangan orang itu," ujar Henry.

Baca Juga: Pemkab Bandung Percepat Pembentukan BNN, Sahrul Gunawan: Jumlah Pecandu Semakin Meningkat

Menengahi persoalan ini, Ketua Majelis Hakim PN Jaksel, Arif Nuryanta menyatakan bahwa pemanggilan saksi yang telah diperiksa Komnas HAM akan dinilai oleh pihaknya.

"Kami yang menilai," kata Arif menengahi.

Sebelumnya, enam anggota FPI terlibat dalam aksi kejar-kejaran dan baku tembak dengan anggota kepolisian dari Polda Metro Jaya. Peristiwa itu terjadi di depan Hotel Novotel, Jalan Interchange, Karawang, Jawa Barat hingga kawasan KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Jaksa menyebut enam anggota Laskar FPI ditembak dari jarak dekat dan mematikan oleh tiga anggota Polda Metro Jaya yakni, Ipda Elwira Priadi Z., Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Mohammad Yusmin.

JPU lantas mendakwa dua anggota Polda Metro Jaya Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin melanggar pasal 338 KUHP tentang pembunuhan secara sengaja juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Selain itu, mereka juga didakwa Pasal 351 ayat 3 juncto Pasal 55 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

Sementara, Elwira dinyatakan meninggal dalam kecelakaan yang terjadi pada Januari lalu. Namun kedua polisi terdakwa pembunuh anggota FPI itu tidak ditahan sampai hari ini.***

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler