Di Tengah Pandemi Covid-19, Aktivitas Bisnis UMKM di Indonesia Membaik

20 Mei 2021, 14:49 WIB
Ilustrasi UMKM kain tenun tradisional.* /Jurnal Soreang/Yusup Supriatna/kemenparekraf.go.id

GALAMEDIA - Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berperan besar terhadap pertumbuhan ekonomi, pembentuk produk domestik bruto (PDB), penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja serta sumber ekspor non migas.

Hingga tahun 2020, ada 64,2 juta unit UMKM di Indonesia yang menyerap 97 persen tenaga kerja nasional dengan kontribusi terhadap PDB sekitar 61 persen dan ekspor sebesar 14 persen.

Pada kuartal III-2020, riset Bank BRI terhadap 3.000 pelaku UMKM di 33 provinsi menunjukkan ada 84,7 persen pelaku UMKM yang terdampak Covid-19. Rata-rata pendapatan pelaku UMKM turun hingga 53 persen.

Baca Juga: Dituntut 10 Bulan Penjara, Habib Rizieq Minta Divonis Bebas dalam Kasus Megamendung

Pun di tengah pandemi, aktivitas bisnis UMKM di Indonesia semakin membaik dengan meningkatnya Indeks Aktivitas Bisnis (IAB) pelaku UMKM pada kuartal IV-2020 mencapai 81,5 persen dan terus meningkat menjadi 93,0 persen pada kuartal I-2021.

Sejarah mencatat, UMKM terbukti cukup tangguh dalam menghadapi berbagai resesi dalam pengalaman krisis ekonomi di Indonesia. Pada tahun 1997 saat awal terjadinya krisis ekonomi Indonesia, UMKM memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 250 triliun.

Pascakrisis ekonomi, kontribusi UMKM terus meningkat hingga mencapai Rp 1.500 triliun pada tahun 2013. Pada tahun 2018, sektor UMKM memberikan kontribusi sebesar Rp 8.573 triliun terhadap PDB.

Pandemi Covid-19 mengubah perilaku konsumen dan peta kompetisi bisnis para pelaku usaha. Terjadi shifting pola konsumsi barang dan jasa dari luring (offline) ke daring (online).

Baca Juga: Masih dalam Kondisi Pandemi Covid-19, BRI Pilih Gelar Halalbihalal secara Virtual Bersama 125 Ribu Karyawannya

Sebanyak 37 persen konsumen baru memanfaatkan ekonomi digital dan 45 persen pelaku usaha aktif melakukan penjualan melalui e-commerce.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada 28 April 2021 menyatakan pemerintah mendorong digitalisasi UMKM tradisional atau luring dan memberikan kemudahan bagi UMKM yang sudah terdigitalisasi.

Menurutnya, UMKM digital merupakan kunci pemulihan ekonomi nasional. Faktanya, ketika bisnis daring menjadi normal baru pada masa pandemi Covid-19, tingkat keberhasilan pendampingan pada UMKM yang belum memanfaatkan teknologi digital hanya 4-10 persen.

Forum Fristian yang ditayangkan Stasiun TVRI pukul 19.00 WIB, Rabu 19 Mei 2021./dok.istimewa

Demikian data dan permasalahan UMKM itu terungkap di acara Forum Fristian yang ditayangkan Stasiun TVRI pukul 19.00 WIB, Rabu 19 Mei 2021.

Baca Juga: Catatan Bersejarah Bagi Timor Timur, Lepas dari Pangkuan Ibu Pertiwi pada 20 Mei 2002

Acara gelar wicara ini menghadirkan nara sumber Mentri Koperasi dan UKM Teten Masduki dan Pemerhati/Pegiat Koperasi dan UMKM dari Perkumpulan Bumi Alumni Unpad (PBA) DR. Dewi Tenty Septi Artiany, SH, MH, M.Kn, dengan tema Transformasi UMKN.

Menurut Teten, data menunjukan ada 12 juta pelaku umkm yang telah "Go Digital " selama kurun waktu 8 tahun. Dari angka 12 juta, sekitar 4 juta tumbuh pesat di tahun terakhir ini, karena telah terjadi pola perubahan konsumsi masyarakat di masa pandemi covid 19.

"Telah terjadi pola perubahan konsumsi masyarakat, termasuk belajar online, karena ada pembatasan sosial, perubahan kegiatan usaha yang offline, sehingga mereka melakukan transformasi ke digital," ungkap Teten.

Tren online ini menurut Teten akan menjadi sesuatu yang berkelanjutan, targetnya di tahun 2024 menjadi menjadi 30 juta. Caranya, lanjut Teten dengan menyiapkan pelaku UMKM untuk siap "On Boarding" di Market Place online.

Baca Juga: 7 Kota Terindah di Indonesia Tahun 2021, Jakarta Kalah Telak dari Kota Lain!

Selain di market place online, pihaknya akan mendorong penjualan penjualan "E Katalog" di pemerintah.

"40 persen pengadaan pemerintah harus menyerap produk UMKM, dan pengadaanya lewat elektronik juga," terang Teten.

Sementara itu pemerhati koperasi dan UMKM yang juga merupakan inisiator dari UMKM alumni Unpad yang tergabung dalam Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) menyebutkan, peran pemerintah yang mensupport penjualan online untuk UMKM di masa pandemi ini tidak bisa berdiri sendiri.

Tetapi justru merupakan suatu mata rantai produksi dan pasar yang tidak terputus, dimulai dari penyiapan bahan baku produksi yang seharusnya dapat di penuhi dari produk lokal, kemudian proses packaging, proses mengemas tampilan foto produk, dan terakhir adalah sistem pengiriman kepada pelanggan.

"Mata rantai ini sebaiknya jangan terputus, karena apabila hanya sebagian saja dilakukan akan menimbulkan suatu proses yang tidak sustain," kata Dewi.

Baca Juga: Teddy Gusnaidi Sentil Novel Soal Korupsi Bansos Rp 100 Triliun: Ternyata Baru Halusinasi, Bukan Fakta

"Karena produk yang dipesan rusak akibat kurang bagusnya pengiriman maka akan mengakibatkan pemesan kapok melakukan repeat order," lanjut Dewi mencontohkan.

Hal lain disebutkan bahwa support kepada UMKM dari pengusaha pengusaha besar atau BUMN itu harusnya mengarah ke rantai produksi itu sendiri. Contohnya perusahaan mobil, maka akan meminta support dari umkm dari komponen2 penunjang spt mur, baud, dll.

"Masih banyak di kita yang belum nyambung seperti perusahaan otomotif meminta support UMKM nasi kotak untuk karyawan," kata dia.

"Jadi sudut pandang melibatkan produk UMKM di kita belum optimal, masih ala kadarnya saja," kata Dewi.

Dalam closing statementnya, Dete panggilan akrab Dewi Tenty menyebutkan bahwa dari semua proses, yang terpenting adalah kontinuitas dari program program yang sudah dihasilkan.

Pasalnya, jika masih angin-anginan maka jargon UMKM sebagai "back bone" hanya sebatas angan-angan saja.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler