Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Masih Terjadi, MPH Community Dukung Permendikbud PPKS

22 November 2021, 16:11 WIB
Ketua Umum Himpunan Pelajar dan Mahasiswa MPH Community, Ferdy Oktavianus./dok. istimewa /

 

GALAMEDIA - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Permendikbud No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai pro dan kontra.

Sepanjang 2019, terdapat 174 laporan dari 79 kampus di Indonesia. Itu juga menyorot berbagai kasus kekerasan seksual yang tidak bisa diproses karena belum ada payung hukum yang melandasinya.

Penanganan yang dilakukan tidak berpihak kepada korban, tetapi justru para pelapor kerap mendapat tekanan dari kampus dan kehidupan sosialnya.

Baca Juga: 10 Rekomendasi Film Dewasa Korea yang Bisa Bikin Kamu Deg-degan dan Kegerahan

Sebagian besar kasus diselesaikan dengan cara damai untuk melindungi nama baik kampus. Ironisnya, pihak kampus justru menjadi aktor kunci dalam upaya melindungi pelaku kekerasan seksual.

Sementara itu, meski di masa pandemi, kasus kekerasan seksual di kampus masih terus terjadi.

Kasus mahasiswi yang dilecehkan oleh dosen pembimbingnya di sebuah universitas di Riau baru-baru ini membuat urgensi adanya payung hukum yang melindungi korban.

Pasalnya, korban mendapat tekanan dari terduga pelaku dan pihak kampus. Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual menjadi oase di tengah keringnya keadilan bagi para korban kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi.

Baca Juga: Omar Daniel Bintangi Film Langit Kala Senja, Kisah Cinta Terpendam Seorang Novelis

Ketua umum Himpunan Pelajar dan Mahasiswa MPH Community, Ferdy Oktavianus yang biasa disebut kang Ferdy mendukung penuh aturan yang disahkan oleh Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim.

“Langkah yang dilakukan oleh pemerintah perlu diapresiasi, hal ini menunjukan keseriusan keberpihakan pemerintah kepada korban kekerasan seksual,” ujar Ferdy.

Permendikbud-Ristek ini menuai pro dan kontra karena dituding melegalkan zina.

Ferdy menegaskan, aturan tersebut seharusnya dilihat sebagai langkah cepat agar kekerasan seksual yang sering muncul di lingkungan kampus tidak terjadi terus menerus.

Ferdy menepis aturan yang dibuat Nadiem sebagai upaya pelegalan seks bebas. Menurut dia, Permendikbud-Ristek 30/2021 harus dilihat sebagai semangat mencegah maraknya kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Baca Juga: Megawati Heran Diragukan sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, Christ Wamea: Sudah Pasti Banyak yang Meragukan

“Permendikbud merupakan langkah cepat agar kekerasan seksual bisa dicegah dan ditindak dalam ruang lingkup perguruan tinggi, sehinggga bisa dilakukan penanganan sesegera mungkin bila terjadi,” tuturnya.

Ferdy menambahkan, banyak korban kekerasan seksual di lingkungan kampus yang membutuhkan perlindungan hukum.

Permendikbud-Ristek 30/2021 dinilai ferdy bisa menjadi jawaban mengingat Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang dibahas di DPR masih belum rampung.

“Saat ini sedang dilakukan pembahasan RUU TPKS di Badan Legislasi DPR RI yang tentu saja membutuhkan waktu di dalam pembahasannya dan masih berupa RUU yang belum bisa diimplementasikan," tandasnya.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler