Komnas PA Apresiasi Jaksa Banding Vonis Seumur Hidup Herry Wirawan, Restitusi Jadi Sorotan

14 Maret 2022, 14:35 WIB
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait./Lucky M Lukman/Galamedia /

GALAMEDIA - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengapresiasi langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar yang mengajukan banding atas vonis seumur hidup terhadap Herry Wirawan.

Seperti diketahui, Herry Wirawan merupakan terpidana kasus pemerkosaan 13 santriwati yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Hukuman itu lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Kejati Jabar yaitu hukuman mati.

Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyatakan, pihaknya mengapresiasi langkah JPU dalam memberikan tuntutan mati sebelum divonis seumur hidup oleh hakim.

Tuntutan hukuman mati itu, ujarnya, sudah sesuai dengan aturan UU nomor 17 tahun 2016.

Baca Juga: Rusia Kehabisan Senjata, Putin Minta China Pasok Amunisi di Pekan Ketiga Invasi Ukraina

"Saya apresiasi Kajati bahkan hak atas identitasnya itu pun harus dihargai, karena hak perdatanya itu tidak dapat diukur dengan uang, bagaimana bisa mengukur itu. Tapi ini terobosan baru yang luar biasa dan ini mudah-mudahan ditiru sebagai yurisprudensi kasus kejahatan seksual seperti yang dilakukan Herry," jelas Arist saat mengunjungi kantor Kejati Jabar, Jalan L.L.R.E Martadinata, Kota Bandung, Senin, 14 Maret 2022.

Komnas PA selain mengapresiasi upaya banding jaksa, juga menyoroti soal restitusi korban Herry Wirawan.

Restitusi itu menjadi satu poin penting karena menyangkut dengan kepentingan para korban.

"Ada sesuatu yang khusus ditetapkan adalah JPU itu menyangkut hak restitusi. Saya kira itu sangat luar biasa. Ini sesuatu yang baru dan sebenarnya sesuai UU. Restitusi itu menyita aset dari si Wirawan itu, total untuk korban," papar Arist.

Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana./Lucky M Lukman/Galamedia

Terkait restitusi, hakim PN Bandung sebelumnya telah memutuskan bila pembayaran restitusi senilai Rp 300 juta lebih itu dialihkan ke negara dalam hal ini Kementerian PPPA.

Arist berpendapat negara dalam hal perkara ini hanya sebatas memberi kompensasi bukan restitusi.

"Karena pemerintah tidak membayar restitusi, dia kompensasi jadi artinya ketidak mampuan ya katakanlah Rp 7 juta atau Rp 14 juta kan hak perdata yang melahirkan ini anak dan yang dilahirkan juga anak, jadi hak-haknya tidak bisa terpenuhi," tuturnya.

Baca Juga: Dianggap Lecehkan Idol K-Pop, 5 Artis Indonesia Ini Pernah Dikecam K-Popers, Siapa Saja?

"Jadi kalau bicara tentang hasil penelitian LPSK itu tidak cukup, maka sebenarnya kompensasi harus diberikan oleh negara, di situlah kehadiran negara," katanya.

Arist menilai, apa yang dilakukan Kejati Jabar untuk banding hanya soal mengubah putusan antara hukuman mati atau seumut hidup. Namun, hal itu tidak itu manfaatnya bagi korban.

"Hukuman mati misalnya, apa untungnya bagi korban, seumur hidup sekalipun tidak ada untungnya dia akan mengalami trauma sepanjang hidupnya," paparnya.

Karenanya, lanjut Arist, upaya banding khususnya berkaitan dengan restitusi perlu dilakukan. Pasalnya, hal itu secara langsung akan menyangkut bagi para korban.

"Saat ini sedang dilakukan upaya banding untuk meminta Pengadilan Tinggi menyita seluruh aset untuk diserahkan kepada korban. Apapun yang ada di situ, ditambah kompensasi yang dimintakan kepada Kementrian PPPA. Tapi, tadi bandingnya soal hal restitusi yang dijamin UU," tegasnya.

Di tempat yang sama, Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana mengatakan, apresiasi dari Komnas PA menjadi pelecut Jaksa di Jabar untuk sungguh-sungguh menangani perkara yang berkaitan dengan korban anak..

"Ini jadi bekal, tidak menjadi besar hati, tapi jadi pengingat untuk bekerja lebih giat lagi dan bagaimana kita tidak hanya memberika efek jera pada pelaku tapi juga memberikan perlindungan bagi korban," kata Asep.

Baca Juga: Geo Dipa Konfirmasi 1 Orang Meninggal Diduga Keracunan Gas di Dieng

"Sudah saya perintahkan kepada Kejari untuk turun langsung pada perkara yang kejahatan kemanusiaan, menyentuh dan melukai perasaan masyarakat," pungkasnya.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler