Ketua MA Sebut Pandemi Percepat Migrasi ke Peradilan Elektronik pada Kuliah Umum Unpar

24 Maret 2022, 18:09 WIB
Ketua Mahkamah Agung RI, Syarifuddin pada kuliah umum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Rabu, 23 Maret 2022./Rio Ryzki Batee/Galamedia /

GALAMEDIA - Ketua Mahkamah Agung RI, Syarifuddin mengatakan bahwa dalam mengatasi persoalan penegakan hukum pidana di masa pandemi Covid-19, maka dibutuhkan adanya norma yang dapat mengatur mekanisme persidangan perkara pidana secara elektronik. 

Dalam hal ini, proses migrasi dari sistem peradilan konvensional ke elektronik dilakukan dalam waktu 2 tahun, karena institusi peradilan memiliki 900 lebih satuan kerja di seluruh Indonesia dengan sebaran di kabupaten dan kota.

"Peradilan elektronik telah dicita-citakan dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. Elektronisasi dalam perkara perdata, perdata agama, tata usaha negara, dan tata usaha militer telah lebih dulu berjalan sebelum munculnya pandemi Covid-19," ungkapnya pada kuliah umum tentang “E-Litigasi dalam Perkara Pidana, Upaya Mahkamah Agung dalam Merespons Kondisi Pandemi Melalui Transformasi Teknologi”, di Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Rabu, 23 Maret 2022.

Baca Juga: Jabar Targetkan Smart Cluster Kebencanaan di Setiap Desa

Dikatakannya bahwa MA menerbitkan Peraturan MA (Perma) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik yang menjadi payung hukum bagi pelaksanaan sistem peradilan pidana secara elektronik.

Persidangan elektronik pun tidak mengubah tatanan hukum acara pidana yang berlaku, yang berbeda hanya terkait dengan pengertian ruang sidang dan kehadiran para pihak di ruang sidang. 

“Penegakan hukum di masa pandemi dilakukan dengan mengedepankan keselamatan para penegak hukum dan pencari keadilan tanpa mengabaikan perlindungan hak asasi bagi pihak-pihak yang berperkara. Peradilan elektronik pun tetap relevan bagi proses penegakan hukum di era normal baru dan era setelah pandemi berakhir,” tuturnya.

Ia menuturkan bahwa pihaknya turut berkontribusi secara langsung, sehingga ada transfer knowledge and experience kepada para mahasiswa dan generasi muda hukum yang akan datang. 

“Perlu ada sinergi antara dunia peradilan dan dengan pihak kampus agar dunia pendidikan tidak ketinggalan oleh perkembangan praktik peradilan. Begitupun sebaliknya, dunia peradilan juga tidak keluar dari bingkai akademik,” jelasnya.

Syarifuddin menerangkan bahwa sinergi antara pihak kampus dengan lembaga peradilan perlu dibangun sehingga keduanya saling terhubung. Lembaga peradilan membutuhkan referensi dari hasil pemikiran para akademisi. Sebaliknya, kampus juga membutuhkan putusan-putusan untuk bahan kajian dan penelitian bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Baca Juga: Di Sumedang, Harmonisasi Unsur Forkompimda Makin Mesra

“Semakin dekatnya jarak antara dunia pendidikan dan dunia peradilan, maka mendorong lahirnya putusan-putusan hakim yang progresif serta memiliki kandungan ilmiah. Sebaliknya, dunia pendidikan juga akan memiliki banyak bahan kajian berdasarkan kasus-kasus yang up to date,” ucapnya.

Sementara itu, Rektor Unpar Bandung, Mangadar Situmorang menyampaikan bahwa kuliah umum yang tak hanya ditujukan untuk mahasiswa Unpar, namun mahasiswa seluruh Indonesia ini, menjadi kesempatan baik untuk belajar langsung dari Ketua MA.

“Ini kesempatan untuk mendengar, belajar dari Ketua MA yang dibagikan ke seluruh perguruan tinggi yang bisa diikuti secara online. Tentunya akan banyak pengetahuan dan pembelajaran yang didapatkan dari Ketua MA,” ucapnya. 

Ketua Umum Ikatan Alumni (Ilumni) Fakultas Hukum Unpar Bandung, Samuel M. P. Hutabarat mengatakan bahwa kuliah umum ini terselenggara atas sinergi bersama Unpar, Ilumni FH Unpar, FH Unpar, dan MA. Ia menuturkan, kuliah umum ini menjadi bagian dari program Ilumni FH Unpar.

"Sinergi antara dunia kampus dan dunia peradilan merupakan mata uang yang tidak terpisahkan. Ada kajian-kajian ilmiah yang akan memberikan masukan dan wawasan untuk peradilan. Kampus juga membutuhkan putusan-putusan pengadilan yang merupakan hukum yang nyata yang hidup di dalam masyarakat. Dimana dalam putusan-putusan itu kita bisa melihat pertimbangan-pertimbangan yang dibuat,” tambahnya.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler