Penolakan UU Cipta Kerja Akan Terus Menggelinding, Surat dari Kepala Daerah Harus Dipertimbangkan

9 Oktober 2020, 19:44 WIB
Ilustrasi demo buruh. /

GALAMEDIA - Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PC FSPSI) Kabupaten Bandung menyatakan gelombang penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja akan terus menggelinding, selama belum ada kepastian yang menjadi aspirasi para buruh setelah tiga hari berturut-turut melakukan aksi demo di berbagai daerah.

Termasuk aksi unjuk rasa penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja itu yang dilakukan ribuan buruh di Kabupaten Bandung dan Sumedang saat melakukan aksi tersebut di Jalan Raya Bandung-Garut. 

"Gelombang penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja akan terus menggelinding, selama belum ada kepastian," kata Ketua PC FSPSI Kabupaten Bandung Adang didampingi Pengurus lainnya, Rohman kepada Galamedia di Kantor SPSI di Majalaya, Jumat 9 Oktober 2020 sore. 

Baca Juga: Donald Trump Lagi-lagi Berbohong Soal Asal Muasal Covid-19 yang Dideritanya

Menurutnya, gelombang penolakan akan terus menggelinding dari kalangan para buruh, bisa dengan cara melakukan aksi unjuk rasa serupa maupun dengan cara mengajukan uji materi UU Omnibus Law Cipta Kerja dari serikat pekerja ke Mahkamah Konstitusi. Atau dengan cara mendorong kepala daerah menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut ke pemerintah pusat. 

"Dengan harapan UU Omnibus Law Cipta Kerja itu dibatalkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU). Untuk itu, para buruh jangan surut untuk memperjuangkan PERPPU tersebut benar-benar dikeluarkan oleh pemerintah untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja," katanya. 

Berdasarkan kabar di lapangan, Adang mendengar bahwa pemerintah mengesahkan UU Omnibus Law Cipta Kerja dengan alasan untuk pengamanan investasi di dalam negeri. 

Baca Juga: Pemungut PPN Produk Digital Luar Negeri Bertambah Delapan Perusahaan

"Seharusnya, UU Omnibus Law itu dibuat, bukan hanya untuk kepastian investasi, tapi UU itu dibuat harus ada keberpihakan kepada para buruh, bukan sebaliknya," ungkapnya. 

Ia berharap, UU dibuat pemerintah itu harus pro buruh, selain menguntungkan bagi kalangan para pekerja. UU yang baru dibuat pun, imbuh Adang, isinya pun tidak lebih rendah dari UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang sudah ada sebelumnya. 

"Minimal UU yang baru dibuat itu, isinya sederajat dengan UU No. 13/2013, atau lebih baik dari UU sebelumnya. Namun dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, buruh malah dirugikan alias tak diuntungkan," tuturnya. 

Baca Juga: Bersabarlah! Jangan Harap Tahun Depan Upah Bisa Naik

Salah satu poin dari isi UU Omnibus Law itu, lanjutnya, nilai konvensasi pemutusan hubungan kerja, satu kali ketentuan. "Itu paling nonjol pisan merugikan buruhnya," katanya. 

Berdasarkan UU No. 13/2013, katanya, nilai konvensasi pemutusan hubungan kerja yaitu dua kali ketentuan, sehingga pada UU Omnibus Law itu mengalami penurunan atau sebagian dari hak para buruh hilang atau tidak ada. 

"Satu kali ketentuan pada nilai konvensasi pemutusan hubungan kerja pada UU Omnibus Law, itu baru tuntutan dan belum tentu dilaksanakan oleh perusahaan," ujarnya. 

Baca Juga: QRIS Permudah Jamaah Salurkan Zakatnya ke Masjid Agung Cimahi

Menurutnya, dengan adanya ketentuan satu kali nilai konvensasi pemutusan hubungan kerja itu, para buruh sudah pasti dirugikan. "Makanya, sampai kapan pun UU Omnibus Law akan ditolak," katanya.

Ia juga sempat menyinggung adanya sejumlah kepala daerah yang mengeluarkan surat rekomendasi penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja ke pemerintahan pusat atas dasar aspirasi para buruh setelah melakukan aksi demo.

"Apakah surat itu akan didengar atau dibaca oleh pemerintah pusat, kita juga belum tahu pasti. Kami berharap surat rekomendasi dari kepala daerah itu menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut, setelah UU itu disahkan 5 Oktober lalu," tuturnya. 

Ia menilai dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja itu menimbulkan kegaduhan dan permasalahan di kalangan para buruh. UU tersebut memancing reaksi para buruh, untuk melakukan aksi demo di tengah pandemi Covid-19. 

Baca Juga: Presiden Jokowi Sebut UU Cipta Kerja Cegah Korupsi dan Pungli, Begini Caranya

"Dengan adanya UU itu memancing para buruh berkerumun, sementara pemerintah selalu menghimbau kepada masyarakat harus  menerapkan protokol kesehatan," katanya. 

 

 

Editor: Kiki Kurnia

Tags

Terkini

Terpopuler