Ngaku Bukan Dukun, Ramalan Gatot Nurmantyo di Tahun 2017 Kini Seakan Jadi Kenyataan

17 Oktober 2020, 10:51 WIB
Presidium KAMI Gatot Nurmantyo saat diwawancarai Karni Ilyas. (Screenshoot YouTube Karni Ilyas Club) /

GALAMEDIA - Indonesia hingga saat ini masih berperang melawan pandemi Covid-19 yang belum dipastikan kapan akan berakhir. Pemerintah dinilai kurang cekatan menangani masalah yang ada, padahal sudah diingatkan sejak jauh hari.

Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gatot Nurmantyo adalah orang yang pernah mengingatkan jajaran pemerintah agar mewaspadai adanya perang biologi.

Saat masih menjabat sebagai Panglima TNI, Gatot pernah berucap jika peristiwa itu diramalkannya itu dapat melumpuhkan suatu negara hingga berdampak epidemi.

Baca Juga: Cerita Ayu Dibalik Isolasi Mandiri dan Protokol Kesehatan

Hal itu diungkapkan Gatot saat berbincang dengan Presiden ILC, Karni Ilyas, yang diunggah di akun YouTube Karni Ilyas Club, dikutip Galamedia, Sabtu 17 Oktober 2020.

Gatot menyatakan kepada Karni Ilyas, bahwa peringatannya itu ia sampaikan dalam acara internasional di Istana Negara, Jakarta pada 27 Oktober 2017.

Ketika itu Gatot mengaku belum tahu akan ada penyebaran virus corona atau Covid-19 seperti sekarang ini.

"Bung karni, saya tidak katakan bahwa kejadian yang sekarang saya tahu duluan. Tapi pada 2017 saya pernah sampaikan kita harus waspada terhadap perang biologi yang dapat melumpuhkan suatu negara dan berdampak," terang Gatot.

Baca Juga: Rangga Dibunuh Saat Lindungi Ibunya yang Akan Diperkosa, Ustad Abdul Somad: Mati Syahid

"Saya bicara sebagai Panglima TNI di Istana Negara dalam acara internasional. Tentunya saya bicara seperi ini bukan dukun, tapi bicata data dan fakta," jelasnya.

Ia kemudian mengamati munculnya wabah virus baru di Wuhan, China. Menurut Gatot, jika hal itu muncul maka penanganan di bulan-bulan pertam sangat menentukan.

"Nah kita (Indonesia) tidak melakukannya, bahkan menarik wisatawan-wisatawan," ujar dia.

Gatot pun mengaku langsung menghubungi Doni Monardo yang ditunjuk menjadi Ketua Satgas Penanganan Covid. Sebagai seniornya di TNI, Gatot bertanya soal "senjata" yang diberikan kepada Doni dan jajaran dalam mengatasi pandemi.

Baca Juga: Aksi Demo Meletus, Massa Datangi Istana Menuntut Presiden Membubarkan Parlemen pada 17 Oktober 1952

"Dia bilang (senjata) hanya Kepres. Saya pikir ini berbahaya. Beliau (Doni Monardo) tidak ada kewenangan apa-apa hanya teriak-teriak. Akhirnya berganti dengan Pa Erick (Thohir) dan Pa Luhut (Panjaitan)," ungkapnya.

Gatot pun menyebut tidak adanya kesatuan komando yang tetap dan terus gonta-ganti kepemimpinan untuk penanganan corona ini menjadi masalah baru.

Ia mencontohkan soal penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dimana terjadi perbedaan sikap antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, khususnya Jakarta.

"PSBB pun sama, ada yang PSBB ketat dan ada yang tidak. Tidak ada kesatuan komando. Kemudian berganti pimpinan. Ini sangat berbahaya," jelas dia.

Baca Juga: Jadwal Acara TV, Sabtu 17 Oktober 2020 di Indosiar, Drama Musikal: Kulepas dengan Ikhlas

Indikasinya, ujar Gatot, angka kasus di negara lain semakin menurun sementara Indonesia terus meningkat.

"Seandainya komandan satgas diberi kewenangan akan beda ceritanya. apalagi sekarang sudah berdampak ke ekonomi," tambahnya.

Di akhir penjelasan, Gatot pun mengungkit saol Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Menurut dia, Anies sudah menjalankan petunjuk Presiden Jokowi yang mementingkan kesehatan daripada ekonomi.

Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 5,4 Kembali Mengguncang Mukomuko Bengkulu

Tak heran jika kemudian DKI Jakarta memutuskan untuk melaksanakan PSBB. Anehnya, kata Gatot, kebijakan Anies malah diprotes oleh menteri-menteri Jokowi.

"Kan rakyat melihat ini bingung. Dengan kebingungan inilah, KAMI menyarankan kepada pemerintah/presiden dan DPR untuk lebih serius lagi. Kalau itu ditanggapinya oposisi, ya silakan saja tapi maksud saya baik," tandasnya.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler