GALAMEDIA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj mengungkapkan, sejak perencanaan Omnibus Law atau UU Cipta Kerja, NU tidak pernah dilibatkan untuk memberi masukan.
Selain itu, NU juga tidak pernah dilibatkan untuk memberikan masukan dalam aturan turunan dari UU Cipta Kerja, seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang investasi minuman keras.
Sebelumnya, diketahui pemerintah memutuskan untuk melegalkan investasi miras di sejumlah wilayah Indonesia. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan telah menuai kritik.
Namun tak lama setelah disahkan, Perpres tersebut akhirnya dicabut oleh pemerintah Indonesia.
Menurut Kiai Said, salah satu hal yang menjadi kekhawatiran dari proses legislasi UU Cipta Kerja yang tidak transparan itu kini terjadi.
Sebab, di dalam Perpres tentang Bidang Usaha Penanaman Modal terdapat lampiran III nomor 31-33 yang memuat aturan pembukaan investasi industri minuman keras beralkohol.
"Ini yang saya khawatirkan dengan Omnibus Law antara lain turunan UU (Cipta Kerja) ini. Karena Omnibus Law itu dibikin dan digodok oleh sekelompok orang tertentu saja. Tidak ada orang lain. Kelompok kapitalis lah kira-kira," ungkapnya saat konferensi pers PBNU terkait industri miras Selasa 2 Maret 2021 sore di lantai 8 Gedung PBNU lantai 8, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat dikutip Galamedia dari situs resmi NU.