Kok Bisa? Ngeri, Gara-gara Pasir Miliaran Dosis Vaksin Covid-19 Terancam Gagal

- 7 Maret 2021, 04:00 WIB
Ilustrasi botol vaksin.
Ilustrasi botol vaksin. /Pixabay/Torstensimon

GALAMEDIA - Para ahli memperingatkan dunia saat ini menghadapi kekurangan pasir yang semakin gawat.

Dikutip Galamedia dari DailyMail, Minggu (7 Maret 2021) setelah air, pasir merupakan  bahan mentah yang paling banyak dikonsumsi di dunia.

Sedikit yang mengetahui, pasir digunakan untuk membuat kaca, beton, aspal, bahkan microchip silikon. Well,now you know!

Baca Juga: Sebut Ada Hostile Takeover Partai Demokrat, Rizal Ramli: Partai Keluarga Sulit Dapat Loyalitas Tanpa Fulus

Industri konstruksi sendiri menggunakan 50 miliar ton pasir per tahun dan kini permintaan pasir bakal melonjak karena dunia diperkirakan membutuhkan dua miliar botol kaca dalam dua tahun ke depan saat vaksin Covid-19 didistribusikan.

Kekurangan pasokan pasir dipastikan juga dapat menghambat produksi banyak item krusial mulai dari smartphone hingga pengadaan gedung perkantoran.

Tanpa persediaan yang cukup produksi miliaran botol kaca yang dibutuhkan untuk distribusi vaksin virus corona bagi populasi di seluruh dunia bisa tertunda.

Baca Juga: Paus Pertama yang Menjejakkan Kaki di Irak, Catat Sejarah Paus Francis Temui Sosok Agung Syiah Paling Tertutup

Kekurangan pasir, kerikil, dan batu pecah-belah selama lebih dari satu dekade terakhir, dipicu oleh pertumbuhan pembangunan gedung dan permintaan untuk smartphone dan teknologi pribadi lainnya yang menggunakan layar.

“Kita selama ini berpikir persediaan pasir ada di mana-mana,” ujar Pascal Peduzzi, ilmuwan iklim Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dalam webinar baru-baru ini yang diselenggarakan lembaga pemikir Chatham House, CNBC.

"Kita tidak pernah berpikir bahwa kita akan kehabisan pasir, tetapi kekhawatiran itu mulai terasa di beberapa tempat," tambah Peduzzi.

Baca Juga: Tuntas Lakukan Penyelidikan, WHO Umumkan Asal Usul Virus Corona

"Jika kita tidak mengantisipasi ini maka kita akan menghadapi masalah besar tak hanya pasokan pasir tetapi juga perencanaan lahan."

Peduzzi, direktur Database Informasi Sumber Daya Global (GRID) UNEP di Jenewa mengatakan panik tidak akan membantu.

Menurutnya sekarang adalah saatnya untuk melihat dan mengubah persepsi kita tentang pasir.

Chatham House menyebut upaya meningkatkan pengelolaan sumber daya pasir selama ini tidak merata.

Baca Juga: Moeldoko Disebut Begal Partai, Andi Arief Ungkap Surat Resmi AHY Diabaikan Polri dan Menko Polhukam

Sebagian disebabkan oleh fitur geologi dan geografi yang unik, permintaan nasional dan regional untuk sumber daya pasir, serta kapasitas menegakkan atau menerapkan prosedur praktik persyaratan manajemen lingkungan terbaik dan restorasi.

Menurut UNEP, sekitar 40 hingga 50 miliar metrik ton pasir digunakan setiap tahun dalam industri konstruksi saja. Angka tersebut naik 300 persen dibanding 20 tahun lalu.

Baca Juga: Dalam Rapimnas 2021, Airlangga Hartarto: Partai Golkar Mendukung Untuk Tak Melakukan Revisi UU Pemilu

“Tren ini diperkirakan terus berlanjut karena permintaan masih tumbuh akibat  urbanisasi, pertumbuhan penduduk dan tren pembangunan infrastruktur,” ungkap GRID's Global Sand Observatory Initiative.

Dan meski kawasan gurun sepertiga dari planet Bumi, pasir gurun terlalu halus dan bulat untuk digunakan dalam konstruksi.

Sejauh ini upaya ekstraksi difokuskan pada lingkungan yang terbilang rapuh seperti sungai, garis pantai, dan dasar laut. Banyak di antara  titik-titik ini terdapat di India dan Cina.

Baca Juga: Pelatih Persib Mengaku Selalu Mendambakan Ferdinand

Akibatnya ekosistem mulai terdampak demi memenuhi permintaan yang terus meningkat melebihi jeda waktu refill pasir alami dari pelapukan batuan oleh air dan angin.

GRID memperingatkan persoalan kerusakan lingkungan yang meningkat.

Seruan guna mengatasi kekurangan pasir dengan menetapkan standar global dan alternatif yang layak seiring perlindungan atas habitat yang rentan kini semakin kencang.

Para peneliti juga mulai mencari alternatif pengganti pasir, termasuk abu vulkanik, limbah pertanian, dan abu produk sampingan dari pembakaran batu bara.

Ada juga yang tengah mengembangkan pasir silika yang terbuat dari butiran kecil kuarsa.

Baca Juga: Nasib Sial, Seorang Dokter India Tertipu Lampu Jin Palsu hingga Rugi Rp 140 Miliar

Tahun 2015 pengembang real estat  sempat merasakan dampak dari pasokan pasir yang langka.

Karena pasir adalah komponen utama kaca, kekurangan kaca secara global membuat pengembang menunggu berbulan-bulan sebelum dapat memasang jendela di gedung pencakar langit.

Saat ini kekurangan kaca menjadi perhatian khusus selama pandemi, mengingat miliaran botol dan alat suntik yang dibutuhkan untuk menyebar vaksin ke seluruh dunia.

Baca Juga: Mahfud MD Malah Bela Diri Samakan Kasus PD dan PKB, Syahrial Nasution: Itu Kan Bohong

Stevanato Group, produsen botol Italia, mengatakan kepada Pharma Manufacturing bahwa permintaan global untuk botol akan meningkat hingga dua miliar dalam dua tahun ke depan.

Bahkan jika vaksin dimasukkan ke dalam botol 10 dosis, pakar vaksin James Robinson mengatakan kepada FiveThreeSix, masih dibutuhkan ratusan juta botol untuk pandemi saat ini.

Hanya tiga perusahaan  Corning, Schott dan Nipro Pharma Corporation  yang memproduksi sebagian besar tabung kaca farmasi yang dibutuhkan untuk botol dan jarum suntik.

Baca Juga: Sindir Mahfud MD Soal Demokrat, Benny: Ada Kekuatan Eksternal yang Langgar AD/ART PD

Janssen, divisi Johnson & Johnson misalnya telah memesan 250 juta botol vaksin.

Para pemimpin dari ketiga perusahaan kaca farmasi mengatakan, di tengah krisis kesehatan global, mereka bekerja sama untuk memenuhi permintaan.

"Industri saat ini mengesampingkan semangat kompetitif demi kepentingan bersama," kata manajer umum Corning, Brendan Mosher kepada Pharma Manufacturing.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: dailymail


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x