GALAMEDIA - Eks Juru Bicara KPK Febri Diansyah disentil oleh salah satu pengamat politik dan penggiat media sosial Ferdinand Hutahaean lantaran menyoal Keppres Presiden Joko Widodo soal tagih aset BLBI.
Ferdinand Hutahaean dalam unggahannya di Twitter menanggapi unggahan Febri Diansyah yang sbeelumnya menyebut bahwa ada potensi transasksional baru dibalik Keppres yang diteken Jokowi itu.
"Yang pasti Kepres tersebut jauh lbh berguna dan lbh berpotensi mengembalikan uang negara dibanding dgn yg dilakukan oleh @KPK_RI," ujar Ferdinand Hutahaean dikutip Galamedia Selasa, 13 April 2021.
Yang pasti Kepres tersebut jauh lbh berguna dan lbh berpotensi mengembalikan uang negara dibanding dgn yg dilakukan oleh @KPK_RI
Menduga2 org lain lakukan transaksi tp kalian sendiri diam melihat APBD Jakarta dibegal Formula E, itu namanya munafik bung. Coba cuci muka dulu. https://t.co/mxQq5rACuS— Ferdinand Hutahaean (@FerdinandHaean3) April 13, 2021
Bahkan, Ferdinand menyebut bahwa tindakan Febri adalah munafik, lantaran mencurigai atau menduga ada orang lalukan transaksi tetapi diam saat APBD DKI dibegal.
"Menduga2 org lain lakukan transaksi tp kalian sendiri diam melihat APBD Jakarta dibegal Formula E, itu namanya munafik bung. Coba cuci muka dulu," tegasnya.
Baca Juga: Sinopsis Buku Harian Seorang Istri 13 April 2021: Dewa Ajak Nana Berlibur, Alya Semakin Panas!
Sebelumnya, Febri Diansyah menilai Perpres untuk menagih utang BLBI Rp108 triliun itu merupakan harapan sekaligus berisiko jadi titik transaksional baru.
"Kepres penagihan utang BLBI Rp108 Triliun bs jd harapan baru tp sekaligus berisiko jd titik transaksional baru," ujarnya dalam Twitter @febridiansyah Minggu, 11 April 2021.
Kepres penagihan utang BLBI Rp108 Triliun bs jd harapan baru tp sekaligus berisiko jd titik transaksional baru.
Risiko tntu hrs dimitigasi, mulai dg cara keterbukaan, diisi tim berintegritas dan pengawasan yg kuat.
Sekali sj ada transaksional, kredibilitas Satgas akan runtuh.— Febri Diansyah (@febridiansyah) April 11, 2021
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa risiko tersebut harus di mitigasi mulai dari keterbukaan hingga pengawasan yang kuat.