Akhiri Pandemi Covid-19, Pemerintah Memungkinkan Produksi Vaksin Tanpa Izin Pemilik Paten

- 24 Juni 2021, 20:29 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19.
Ilustrasi vaksin Covid-19. /Pixabay/Johaehn/

GALAMEDIA - Di tengah wabah Covid-19, vaksin menjadi penemuan penting untuk mencegah penularan termasuk mengakhiri pandemi lewat skema held immunity.

Sebagai penemuan penting, aturan hak kekayaan intelektual khususnya di bidang paten jadi melekat.

Sejauh ini, cukup banyak produk vaksin bermunculan di sejumlah negara. Sinovac dari China, jadi vaksin pertama yang diproduksi di masa pandemi.

Di dalam negeri, sejumlah pihak pun mulai mencoba membuat vaksin. Pertaannya, apakah vaksin Covid-19 bakal jadi barang mahal?

Bisakah pemerintah sebagai pemegang kebijakan, memproduksi vaksin Covid-19 tanpa izin?

Baca Juga: Kontra HRS Suka Cita Sambut 2024, Hasmi Bakhtiar: Padahal Kunci Kekuasaan Ada di Tangan Pembela HRS

Guru Besar Departemen Hukum Teknologi Informasi dan Hak Kekayaan Intelektual Unpad, Ahmad Ramli memberikan pandangannya.

Menurut dia, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten sudah menjawab pertanyaan tersebut.

"Pemerintah berwenang memproduksi vaksin tanpa izin ke pemilik patennya dalam keadaan mendesak berdasarkan Pasal 109 ayat (3) huruf b Undang-undang Paten," terang Ahmad Ramli.

Ia menyampaikan hal itu dalam webinar yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum Unpad, Kamis, 24 Juni 2021.

Ahmad Ramli menerangkan, pertanyaan tersebut jadi penting untuk memastikan agar distribusi vaksin Covid-19 tetap berjalan lancar untuk mengakhiri pandemi tanpa harus terhalang urusan hak kekayaan intelektuak yang jadi bahasan penting dunia saat ini.

Baca Juga: Ernest Sindir Pemerintah Terkait Tidak Jelasnya Uji Medis GeNose: Langkah Brilian Tingkatkan Kasus Covid

Pandangan serupa disampaikan Guru Besar Hak Kekayaan Intelektual Unpad, Eddy Damian.

Selain menggunakan dasar hukum Undang-undang Paten, Kepres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 juga bisa jadi acuan.

"Dengan adanya Keppres Nomor 11 Tahun 2020, maka pemerintah seharusnya bisa memproduksi vaksin tanpa membayar royalti kepada pemilik hak paten," tuturnya.

Pendapat ini jadi sangat penting jika kelak, saat vaksinasi Covid-19 ini tidak lagi digratiskan, masyarakat atau perusahaan tidak harus membayar mahal untuk mendapat vaksin Covid-19.

Dosen Fakultas Hukum Unpad, Ranti Fauza Mayana memberikan pandangan serupa. Ia menyatakan, Undang-undang Paten sudah mengatur situasi darurat yang belum diperkirakan sebelumnya.

Termasuk penggunaan hak paten di tengah situasi darurat. Begitu juga yang diatur oleh Perpres Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah.

Baca Juga: Ernest Prakasa Sebut Penggunaan GeNose adalah Langkah Pemerintah Untuk Meningkatkan Kasus Covid-19: Bravo  

"Jadi pelaksanaan paten oleh pemerintah karena kebutuhan mendesak mencakup produk farmasi yang harganya mahal, diperlukan untuk tanggulangi penyakit yang akibatkan kematian mendadak hingga meresahkan dunia," jelasnya.

Istilahnya, ujar Ranti, disebut government use yang digunakan saat darurat kesehatan, darurat ketahanan pangan, darurat bencana hama dan bencana alam lingkungan.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Operasional PT Bio Farma, Rahman Roestan berbagi pengalamannya soal pembuatan vaksin berkaitan dengan hak paten saat merebak flu burung.

Sewaktu di Jenewa, ujar dia, dalam kasus flu burung, PT Bio Farma mampu memproduksi vaksin flu burung asal patennya dibebaskan.

"Saat itu, industri besar melindungi hasil penelitiannya saat produknya dikirim ke berbagai negara yang terdampak," ungkapnya.

"Indonesia hanya di awal saja lalu berhenti. Tapi karena saat ini sudah pandemi global, ini (produsen vaksin) sudah saling berbagi," tambah dia.

Baca Juga: Duka Menyelimuti Keluarga Besar NU, Putri Gus Dur Alissa Wahid Berduka Atas Wafatnya Ustaz Ahmad Khoirul Anam

Hanya saja, saat ini, platform teknologi pembuatan vaksinnya saja yang berbeda.

"Sehingga perlu didampingi dengan kesepakatan global bersama. Jadi menurut saya, sekarang saatnya berbagi," katanya.

Direktur Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kemenkum HAM Freddy Harris memberikan pendapatnya. Ia menyampaikan, pemerintah mendukung PT Bio Farma untuk segera memproduksi vaksin.

"Namun tidak hanya vaksin, tapi juga mendukung memproduksi obat untuk mengurangi keterpaparan virus," ucap Freddy Harris, yang hadir pada webinar itu sebagai keynote speaker.

Sementara itu, Rizky A Adiwilaga selalu penasehat senior bidang hukum dan hak kekayaan intelektual LPIK Institut Teknologi Bandung (ITB) menyampaikan, saat ini sudah ada 21 penemuan terkait pandemi Covid-19.

Baca Juga: Covid Tambah 20 Ribu Kasus, Ernest Sentil Influencer Teori Konspirasi: Anda Sukses Kurangi Populasi Indonesia

Salah satunya, temuan teknologi ventilator untuk pasien penderita Covid-19.

Sedangkan Ketua IKA FH Unpad, Yudhi Wibisana menuturkan, vaksin Covid-19 yang diproduksi saat ini, diakui banyak pihak membutuhkan biaya tidak sedikit.

Belum lagi, urusan soal penghargaan terhadap penemu atau inventor vaksin itu sendiri.

Dengan kondisi itu, karena Indonesia meratifikasi perjanjian TRIPs, sebuah konvensi internasional di bidang hak kekayaan intelektual, sejumlah pihak mulai menyoal tentang ketentuan terkait hak paten oleh pemerintah.

Dalam kondisi demikian, adakah kemungkinan bagi pemerintah untuk memproduksi vaksin yang saat ini hak eksklusifnya masih dipegang para inventor dari luar negeri?

Baca Juga: Dalam Rangka Hari Bhayangkara Ke-75, Ratusan Anggota Polres Sumedang Ikut Donor Darah

"Kami berharap, dengan berkumpulnya para pakar hak kekayaan intelektual dan rahasia dagang dapat membawa hasil terbaik yang bisa jadi masukan untuk pemerintah dalam mempertimbangkan klausul government use dalam produksi vaksin demi kepentingan publik," jawabnya.

Webinar IKA FH Unpad kali ini, selain dihadiri mahasiswa dan praktisi hak kekayaan intelektual, juga menghadirkan Rektor Unpad, Nina Indiastuti.

Hadir pula Direktur Paten dan Rahasia Dagang pada Ditjen HKI Kemenkum HAM, Ranti Fauza Mayana, dosen Fakultas Hukum Unpad, dan dimoderatori oleh Tasya Safiranita, dosen Fakultas Hukum Unpad.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x