"Ada sesuatu yang khusus ditetapkan adalah JPU itu menyangkut hak restitusi. Saya kira itu sangat luar biasa. Ini sesuatu yang baru dan sebenarnya sesuai UU. Restitusi itu menyita aset dari si Wirawan itu, total untuk korban," papar Arist.
Terkait restitusi, hakim PN Bandung sebelumnya telah memutuskan bila pembayaran restitusi senilai Rp 300 juta lebih itu dialihkan ke negara dalam hal ini Kementerian PPPA.
Arist berpendapat negara dalam hal perkara ini hanya sebatas memberi kompensasi bukan restitusi.
"Karena pemerintah tidak membayar restitusi, dia kompensasi jadi artinya ketidak mampuan ya katakanlah Rp 7 juta atau Rp 14 juta kan hak perdata yang melahirkan ini anak dan yang dilahirkan juga anak, jadi hak-haknya tidak bisa terpenuhi," tuturnya.
Baca Juga: Dianggap Lecehkan Idol K-Pop, 5 Artis Indonesia Ini Pernah Dikecam K-Popers, Siapa Saja?
"Jadi kalau bicara tentang hasil penelitian LPSK itu tidak cukup, maka sebenarnya kompensasi harus diberikan oleh negara, di situlah kehadiran negara," katanya.
Arist menilai, apa yang dilakukan Kejati Jabar untuk banding hanya soal mengubah putusan antara hukuman mati atau seumut hidup. Namun, hal itu tidak itu manfaatnya bagi korban.
"Hukuman mati misalnya, apa untungnya bagi korban, seumur hidup sekalipun tidak ada untungnya dia akan mengalami trauma sepanjang hidupnya," paparnya.
Karenanya, lanjut Arist, upaya banding khususnya berkaitan dengan restitusi perlu dilakukan. Pasalnya, hal itu secara langsung akan menyangkut bagi para korban.