Dapat Imunitas, Pejabat Tetap Bisa Dipidana Jika Punya Itikad Jahat dalam Mengelola Dana Covid-19

- 26 Juli 2020, 12:28 WIB
Situasi persiapan penyaluran bansos Provinsi Jabar tahap II di Gudang Bulog dan Kantor Pos Kota Tasikmalaya, Rabu (15/7/2020).**
Situasi persiapan penyaluran bansos Provinsi Jabar tahap II di Gudang Bulog dan Kantor Pos Kota Tasikmalaya, Rabu (15/7/2020).** /Dok Humas Pemprov Jabar.

GALAMEDIA - Seiring dengan pandemi Covid-19, pemerintah menggulirkan sejumlah program bantuan bantuan sosial bagi masyarakat. Dana yang digelontorkan pun tak main-main.

Pengelolaan dilakukan mulai dari aparat pemerintahan paling bawah hingga tertinggi. Di level bawah, kepala desa bisanya yang bertanggungjawab. Namun tak jarang, dalam pengelolaannya memunculkan masalah baru.

Kepala desa karena jabatan dan kewenangannya, menyalurkan dana bantuan sosial pada warganya yang terdampak Covid-19 sesuai dengan data resmi. Namun kenyataan berbicara lain. Masih banyak warga yang tak tercantum di data resmi, padahal sangat membutuhkan.

Baca Juga: Kim Jong-Un Perintahkan Lockdown, Covid-19 Masuk Korea Utara Dibawa oleh Seorang Pembelot

Di sejumlah daerah, kepala desa akhirnya berinisiatif memotong anggaran bantuan sosial untuk warga penerima. Sebagian uang yang dipotong itu disalurkan pada warga yang tidak tercatat sebagai penerima bantuan.

Dalam kontruksi hukum pidana korupsi, perbuatan kepala desa itu memenuhi unsur melawan hukum. Ia menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya, memperkaya diri orang lain yang tidak berhak bahkan merugikan negara.

Namun, apakah kepala desa itu harus dituntut secara pidana? Pasalnya, unsur utama dalam hukum pidana itu adalah mens rea atau dikenal niat jahat.

Baca Juga: Dibatasi Hanya 1.000 Orang, Jemaah Haji Sudah Tiba di Bandara King Abdulaziz

Masalah tersebut menjadi salah satu bahasan yang diperdebatkan dalam webinar yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum Unpad‎ bekerja sama dengan Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Juli 2020.

Webinar dengan tema "Korupsi di masa pandemi: Penerapan Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia" itu menghadirkan sejumlah narasumber.

Mereka yaitu Rektor Unpad Prof Dr Rina Indiastuti, Prof Dr Komariah Emong Sapardjaja (Guru Besar Fakultas Hukum Unpad), Dr H Yodi Martono Wahyunadi (hakim agung Mahkamah Agung), Agustinus Pohan (Dosen Hukum Pidana Unpar) dan praktisi hukum Andreas Nahot Silitonga.

Baca Juga: 26 Juli dalam Sejarah: Lahirnya Chairil Anwar dan Pak Kasur

Prof Komariah Emong memberikan pandangannya terhadap contoh kasus itu. Menurut dia, jika perbuatan yang dilakukan seorang pejabat tidak merugikan dan untuk kepentingan masyarakat, maka harus dipertimbangkan untuk tidak dituntut.

"Selama ada itikad baik dari pejabat dalam melakukan perbuatan itu, selama (uang) tidak masuk kantong pribadi, selama perbuatan untuk kepentingan masyarakat, seharusnya hal-hal itu dipertimbangkan untuk tidak dituntut," papar dia.

Pe‎ndapat Komariah Emong sekaligus menanggapi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Kebijakan Keungan Negara dan Stabilitas Keungan untuk Penanganan Covid-19. Di sana dinyatakan bahawa seorang pejabat mendapatkan imunitas dalam pengelolaan keuangan selama pandemi Covid-19.

Baca Juga: Kepergok Risma Tak Kenakan Masker, Puluhan Remaja Ini Diminta Push up dan Diancam Diisolasi

"Jangan jauh-jauh berperkara ke pengadilan dan mencari-cari kesalahan. Jaksanya juga harus cari-cari alasan menuntut. Jadi, perkara seperti itu harusnya bisa dideponir (disimpan untuk tidak digarap) di kejaksaan," terangnya.

Ia juga menyatakan, dalam penanggulangan Covid-19, dibutuhkan kecepatan dalam mengeluarkan kebijakan. Termasuk dalam pengelolaan keuangan. Niat jahat atau mens rea dalam perbuatan pidana, termasuk korupsi, jadi penentu seorang harus dituntut atau tidak.

"Kal‎au memang salah ya harus diproses. Tapi maksudnya jangan cari-cari kesalahan. Karena dalam keadaan darurat, butuh hal-hal yang harus segera cepat dikerjakan," katanya.

Agustinus Pohan memiliki pendapat senada dengan Komariah Emong. Menurut dia, perbuatan korupsi pengelolaan dana terkait pandemi‎ Covid-19, harus benar-benar membuktikan unsur niat jahat dari seorang pejabat.

Baca Juga: Donald Trump Utang Minta Maaf ke Peneliti Wuhan, Riset AS Sebut Corona Ada Sebelum Mewabah di China

"Jika terdapat tindakan melawan hukum, namun negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani, serta tidak dipakai untuk keuntungan pribadi, maka tindakan tersebut dapat dianggap tidak melawan hukum," terangnya.

Seperti diketahui, dana Covid-19 sangat besar. Pemprov Jabar saja memiliki anggaran mencapai Rp 4 triliun. Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo sangat mewanti-wanti anak buahnya segera menggunakan anggaran untuk didistribusikan ke masyarakat agar roda perekonomian merangkat bergerak.

Tapi di sisi lain, ada kekhawatiran dari sejumlah pejabat untuk mencairkan keuangan karena takut berakhir dengan jerat hukum pidana korupsi.

Baca Juga: Bos Honda Ogah Jadi Orang Idiot, Ngaku Lega Perihal Marc Marquez di MotoGP Andalusia

Rektor Unpad, Prof Dr Rini Indiastuti mengatakan, pemerintah menggelontorkan dana besar untuk penanganan Covid-19.

"Dengan populasi yang banyak, tentunya terdapat rantai penyaluran dana yang panjang mulai dari pusat sampai kepada sasaran. Rantai penyaluran ini membutuhkan pengawasan dari semua pihak," kata Rini.

Sementara itu, Hakim agung, Dr H Yodi Martono Wahyunadi mempertegas lagi soal unsur mens rea dalam menentukan sebuah kebijakan di masa pandemi bisa ditarik ke dalam hukum korupsi.

Ia menerangkan, dalam pengawasan, suatu kesalahan administrasi harus terlebih dahulu dibuktikan apakah mengandung niat tidak baik dari pejabat yang mengelolanya. Setelah itu baru dapat dibawa ke dalam ranah korupsi.

Baca Juga: Jauh Sebelum Ada Covid, Jepang Sudah 'Akrab' dengan Masker Sejak Zaman Edo

"Aparatur yang mengelola anggaran penanganan Covid-19 harus bekerja cepat dan benar dengan dasar itikad baik serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujarnya.

"Walaupun hukum telah menyediakan imunitas di dalam Perpu No. 1 Tahun 2020, pejabat tetap dapat dipidana apabila ditemukan itikad jahat atau mens rea dalam pengelolaan anggaran tersebut," tegas Yodi.

Apalagi, tambahnya, dana Covid-19 dari APBN mencapai ratusan triliun dan sangat rawan dikorupsi. Sehingga dalam mengelola anggaran, para pejabat harus memperhatikan prinsip-prinsip yang ada.

Baca Juga: Turki-Yunani Memanas Gara-gara Hagia Sophia, Pendemo Membakar Bendera Negara Erdogan

"Korupsi itu ditimbulkan oleh tiga hal, yaitu monopoli kekuasaan, diskresi, dan akuntabilitas. Terdapat garis tipis di antara diskresi dengan penyalahgunaan," jelasnya.

"Artinya, tindakan pemerintah harus terlebih dahulu diawasi dengan pengawasan internal. Tindakan pengawasan merupakan pencegahan yang dianggap lebih baik daripada penindakan," imbuh dia.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x