Dibantu China, Kerajaan Arab Saudi Membuat Bahan Baku Nuklir

- 16 Agustus 2020, 14:25 WIB
Al Ula, Arab Saudi.
Al Ula, Arab Saudi. /


GALAMEDIA - Pemerintah Arab Saudi membangun fasilitas pengolahan bijih uranium menjadi bahan baku nuklir, yellow cake atau urania. Untuk menjalankan hal tersebut pihak kerajaan mendapat bantuan China.

Dilansir Middle East Monitor yang mengutip surat kabar Wall Street Journal, Ahad 16 Agustus 2020, Kerajaan Saudi membangun fasilitas untuk mengolah uranium menjadi urania yang merupakan bahan baku bahan bakar nuklir di dekat kota Al Ula. Lokasinya berada di tengah padang pasir.

Situs itu dilaporkan sangat rahasia, tetapi kini menarik perhatian bagi para sekutu Saudi, terutama negara-negara blok Barat. Mereka khawatir fasilitas itu digunakan sebagai salah satu upaya Saudi untuk mengembangkan program nuklir untuk dijadikan senjata.

Baca Juga: Kecaman Presiden Erdogan kepada UEA Terkait Israel Disebut Munafik, Begini Penjelasan Para Analis

Soalnya dua tahun lalu Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, pernah berjanji bahwa mereka akan melakukan langkah yang sama jika Iran mengembangkan bom nuklir.

Urania diperoleh dengan mengolah bijih uranium. Nantinya bahan itu bisa diperkaya dengan beragam metode untuk menghasilkan bahan bakar bagi pembangkit listrik.

Jika jumlah pengkayaan lebih besar, maka bisa dijadikan bahan baku senjata nuklir.

Penampakan di Google Earth.
Penampakan di Google Earth.


Kementerian Energi Arab Saudi membantah laporan Wall Street Journal yang menyatakan mereka membangun fasilitas pengolahan bijih uranium. Namun, mereka tidak menampik bahwa menyewa perusahaan China untuk melakukan eksplorasi uranium di negara mereka.

Amerika Serikat yang menjadi sekutu terkuat Saudi pernah melaporkan mereka cemas soal pengolahan uranium Saudi.

Baca Juga: Ikuti Korea Selatan dan Jepang, Menhan Prabowo Subianto Gandeng Perusahaan Raksasa Militer Yunani

Komisi Kongres AS pada Mei 2019 pernah menerbitkan laporan yang isinya memperingatkan pemerintahan Presiden Donald Trump supaya tidak mengizinkan perusahaan AS menawarkan teknologi nuklir kepada Saudi, jika negara itu tidak meneken perjanjian bahwa tidak akan menggunakan program mereka untuk membuat senjata.

Tiga bulan sebelumnya bahkan pejabat pemerintah AS mengadu ke Dewan Perwakilan bahwa pemerintahan Trump mencoba menghindari proses evaluasi dari Kongres, dan berusaha menjual teknologi nuklir kepada Arab Saudi tanpa jaminan mereka akan meneken perjanjian non-proliferasi.

Jika hal itu terjadi maka dikhawatirkan akan memicu persaingan senjata nuklir di kawasan Timur Tengah yang labil.

Baca Juga: Punya Utang Rp 5,4 Miliar, Fadli Zon Ogah Jual Honda Kharisma Tahun 2003

Menurut laporan kantor berita Turki, Anadolu Agency, pemerintah Jerman mendesak Saudi untuk mematuhi Pakta Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT), jika tetap melanjutkan program pengolahan uranium.

"Posisi pemerintah Jerman terhadap kepemilikan tenaga nuklir sudah jelas. Maka dari itu kami menganggap sangat penting supaya Arab Saudi menyetujui dan mematuhi NPT dan program nuklirnya diverifikasi oleh Badan Energi Atom Dunia (IAEA)," demikian isi pernyataan Kementerian Luar Negeri Jerman.

NPT adalah perjanjian di tingkat dunia yang mengikat negara-negara yang mengembangkan program nuklir untuk perdamaian, dan mencegah pengembangan dan untuk melucuti senjata nuklir.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x