Untuk Tangani Covid-19 Utang Membengkak Hingga 37% dari PDB, Sanggupkah Pemerintah Membayarnya?

- 25 Agustus 2020, 17:50 WIB
Ilustrasi utang.
Ilustrasi utang. /

GALAMEDIA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kemampuan negara untuk mengembalikan utang pemulihan ekonomi pasca-pandemi virus corona (Covid-19) lebih besar dari utang yang diambil. Kebutuhan anggaran untuk penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp695,2 triliun.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makro Ekonomi Masyita Crystallin mengungkapkan pemerintah telah melakukan kalkulasi sebelum memutuskan untuk mengambil utang.

Masyita mengibaratkan utang negara dengan utang usaha terhadap bank. Dalam hal ini, utang yang diambil negara juga harus memastikan tingkat pengembalian lebih baik dari utang tersebut.

Namun, ia tak memberikan penjabaran rinci akan rencana pemerintah dalam membayar utang di kemudian hari.

Baca Juga: Zona Hijau Tak Jamin Aman, Penentuan Zonasi Warna Tidak Cerminkan Kondisi Asli di Daerah?

"Kalau mau berutang ke bank untuk buka warung harus memastikan rate of return (tingkat pengembalian) lebih besar dari bunga bank. Sama dengan negara, harus memastikan tingkat pengembalian dari pengeluaran yang didapatkan lebih tinggi," katanya lewat video conference, Selasa 25 Agustus 2020.

Masyita Crystallin .
Masyita Crystallin .

Menurutnya, Kemenkeu memastikan dua hal sebelum utang diterbitkan. Pertama, utang yang dihasilkan dapat mengungkit pendapatan negara untuk pengembalian. Sehingga, utang yang dihasilkan tak buka lubang tutup lubang dan hanya dihasilkan sekali saja (one off).

Selain itu, pemerintah juga memastikan bahwa utang yang dihasilkan dapat menjaga penghidupan masyarakat di tengah pandemi. Artinya, utang yang dihasilkan memiliki efek domino dalam mengungkit daya beli masyarakat.

Menurut Masyita, pemerintah mencari opsi pendanaan yang terbaik, segala opsi dipertimbangkan dari penerbitan surat utang negara (SUN), sukuk, atau pun surat berharga negara (SBN) valas.

"Memang menjaga tidak mudah, harus memastikan ini one off dan kebutuhan untuk melindungi hidup anda penghidupan masyarakat," lanjutnya.

Baca Juga: Lebih Tinggi dari Angka di Dunia, Pasien Sembuh Covid-19 di Indonesia Melonjak 3 Kali Lipat

Meski tak memungkiri rasio utang pemerintah membengkak hampir menembus 37 persen dari PDB, ia meyakini dengan kebijakan fiskal dan moneter yang disiplin, rasio utang dapat ditekan secara bertahap.

Ia juga menekankan pentingnya melihat utang sebagai investasi yang di dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Indonesia, kata dia, bukan satu-satunya negara yang berutang. Di tengah pandemi, berbagai negara juga ikut memburu pendanaan untuk menyelamatkan perekonomian masing-masing negara.

"Debt monetization (monetisasi utang) lazim, tapi tergantung bagaimana pasar menerima rencana tiap negara, bagai beauty contest (kontes kecantikan) di global investor mereka pasti membanding-bandingkan," jelasnya.

Baca Juga: WHO Ingatkan Pasien Sembuh Bisa Terinfeksi Covid-19 Lagi, Pakar: Bisa Kedua Bahkan Ketiga

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan rasio utang pemerintah terhadap PDB akan meningkat 7 persen sepanjang tahun ini dari 30 persen pada akhir Januari 2020 menjadi 37 persen.

Posisi utang pemerintah per akhir Januari 2020 mencapai Rp4.817,55 triliun. Dengan asumsi PDB per kapita akhir Januari Rp15.944,78, maka rasio utang pemerintah terhadap PDB menjadi 30,21 persen.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x