Miliki Banyak Kelemahan, Presiden Jokowi Pun Berpotensi Dimakzulkan

- 2 September 2020, 10:50 WIB
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi).*/ANTARA
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi).*/ANTARA /


GALAMEDIA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki banyak kelemahan dalam menangani pandemi Covid-19 (virus corona) dan memulihkan keadaan, khususnya perekonomian.

Hal tersebut diungakapkan analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim dalam akun twitter @RustamIbrahim, Rabu, 2 September 2020.

Kelemahan utama Presiden  Jokowi, menurut Rustam, tidak melibatkan partisipasi seluruh komponen bangsa dalam upaya melawan pandemi dan memulihkan ekonomi, khususnya civil society organization (CSO/NGO) dan sektor swasta.

Menurutnya, Presiden Jokowi terlalu mengandalkan peran negara dengan birokrasi sipil dan militernya.

Rustam kemudian membandingkan dengan ketika Aceh dihantam tsunami tahun 2004. Ketika itu, ratusan CSO, NGO, LSM terlibat aktif di berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, UMKM dan lainnya, membantu memulihkan Aceh.

Baca Juga: Pinangki Diperiksa Hari Ini, Kejagung: Tawarkan Diri Jadi Markus Agar Djoko Tjandra Tak Dipenjara

Hanya dalam beberapa tahun, Aceh pulih kembali, bahkan lebih baik dari sebelum dihantam tsunami.

"Sekarang CSO/NGO sangat jauh dari Jokowi," kata Rustam.

Sektor swasta yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 memang diberi berbagai keringanan dan stimulus oleh pemerintah. Tapi, kata Rustam, pengusaha tidak diminta tanggungjawabnya membantu pemerintah hadapi pandemi.

Menurut Rustam perlu dibedakan perusahaan dengan pengusaha. Usaha mereka bisa bangkrut, tapi kekayaan pribadi tetap utuh.

Kelemahan lain dari kepemimpinan Presiden Jokowi yang disebutkan Rustam yaitu kurang mengembangkan perannya sebagai solidarity maker, mengobarkan semangat, mempersatukan, dengan retorika seperti ditunjukkan waktu kampanye.

Baca Juga: Jangan Takut Gak Kebagian, BLT BPJS Ketenakerjaan Baru Cair Rp 2,98 T dari Anggaran Rp 37,78 T

"Sekarang tampaknya preoccupied sebagai "jubir situasi pandemi & ekonomi Indonesia," katanya.

Tetapi, menurut Rustam, Presiden  Jokowi masih punya waktu tiga tahun untuk mengubah gaya kepemimpinannya itu.

Sementara itu Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang Reformasi Keuangan akan menghancurkan ekonomi dan keuangan Indonesia, bila pemerintah kekeh menerbitkan Perppu tersebut.

Lebih jauh, penerbitan Perppu ini dimungkinkan memakzulkan Presiden.

Sebagaimana diketahui, pemerintah mewacanakan menerbitkan Perppu tentang Reformasi Keuangan guna mengantisipasi tekanan krisis yang lebih berat akibat wabah Covid-19.

Namun yang menjadi sorotan adalah Perppu ini akan merombak struktur dan wewenang otoritas keuangan, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).

Baca Juga: Pentagon Sebut Beijing Mengincar Indonesia Sebagai Lokasi Fasilitas Logistik Militer China

"Perppu ini bukan hak sewenang-wenang Presiden. Jadi Perppu ini tidak bisa diterbitkan sembarangan. Jadi kok saya bingung dari kemarin ini kok ada Perppu direncanakan," ujar Anthony saat diskusi online bertajuk Stabilitas Sektor Finansial dan Perppu Reformasi Keuangan di Jakarta secara online, Selasa 1 September 2020.

Menurutnya, Presiden hanya dapat menerbitkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhakmenetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

"Kalau tidak ada ini (kegentingan memaksa), maka akan melanggar konstitusi, melanggar UUD. Saya prioritaskan ini karena jangan sampai Presiden terjebak oleh oknum-oknum yang ingin melakukan sesuatu dengan mudah, mencetak uang dengan mudah, ingin menguasai sektor keuangan dengan mudah, lalu membisiki Presiden ya kita Perppu-kan saja".

Baca Juga: Telan Korban Jiwa, Pasukan Khusus India Babak Belur Dihajar Pasukan China di Perbatasan Himalaya

"Padahal (Perppu) ini hak konstitusi Presiden dalam kondisi tertentu, dalam kegentingan yang memaksa. Kalau tidak ada, bisa melanggar UUD dan kemungkinan akan berbuntut pada impeachment atau pemakzulan, kasihan sekali Presiden kita," katanya.

Menurutnya, kegentingan memaksa itu apabila ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat, dan Undang-Undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.

Dan juga, lanjut dia, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena memerlukan waktu cukup lama, sedangkan keadaan mendesak tersebut memerlukan kepastian hukum untuk diselesaikan.

"Jadi Perppu itu bukan untuk merevisi Undang-Undang. Ini salah besar, ini salah kaprah. Perppu yang direncanakan adalah ilegal karena tidak memenuhi unsur kebutuhan mendesak, tidak memenuhi unsur hal ihwal kegentingan yang memaksa," tegasnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x