Jadi Terdakwa Kasus Penggelapan, Miming Theniko Merasa Dikriminalisasi oleh Sepupu Sendiri

- 22 Februari 2024, 09:24 WIB
Kuasa hukum terdakwa Miming Theniko, Bahyuni Zaili, SH., MH didampingi Nuria Yashinta, SH. MH., dan Asep Kuswandi, SH. memberikan keterangan kepada media./ist
Kuasa hukum terdakwa Miming Theniko, Bahyuni Zaili, SH., MH didampingi Nuria Yashinta, SH. MH., dan Asep Kuswandi, SH. memberikan keterangan kepada media./ist /

Baca Juga: Cara Mempererat Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Tak ada penggelapan

Sebagian kain yang belum selesai dikerjakan tersebut dijual oleh terdakwa kepada Ebeg melalui Subiyati, dimana korban mengaku menderita kerugian Rp 418.000.000. Padahal, order pencelupan kain dari pelapor sejak tahun 2015 nilaianya lebih dari Rp 100 miliar.

Namun fakta persidangan, tegas Bahyuni, yang dijual oleh terdakwa bukanlah kain milik PT SR, tetapi kain polyster produksi PT BIG sendiri. Hal ini sesuai dengan keterangan Subiyati, bahwa yang dibeli Ebeg melalui subiyati adalah kain polyster bukan kain katun milik PT SR.

Demikian juga keterangan Martin dan Dedi yang saling bersesuaian, yang didukung dengan surat jalan yang ditandatangani oleh Citra yang memang bagian Polyster bukan kain katun.

Keterangan Ebeg yang membeli kain katun dari PT BIG melalui Subiati bertentangan dengan saksi Subiati, Citra martin. Oleh karenanya diduga Ebeg memberikan keterangan yang tidak benar dipersidangan.

Selain itu, dalam dakwaan, JPU tidak menjelaskan berapa kilogram total kain yang diserahkan kepada PT BIG untuk dilakukan pencelupan. Tidak juga menjelaskan berapa kilogram total kain yang sudah diselesaikan/dikembalikan oleh PT BIG kepada PT SR.

Baca Juga: PEMILU 2024, Lokasi Rekapitulasi Tersapu Angin Puting Beliung, Bupati Bandung Pastikan Surat Suara Tetap Aman

"Namun langsung menyebutkan jumlah kain yang belum dikembalikan dalam satuan meter, sedangkan barang yang dikirim oleh PT SR kepada BIG dalam satuan kilogram," jelas Bahyuni.

"Dakwaan JPU tidak menjelaskan bagaimana konversi dari satuan kilogram menjadi satuan meter. Bahkan ahli tekstil yang dihadirkan jaksa, juga tidak dapat menjelaskan bagaimana konversi kilogram menjadi meter dengan nilai kerugian Rp 418.000.000. Oleh karenanya menurut hemat kami dakwaan JPU adalah tidak jelas dan kabur," papar Bahyuni.

Lebih lanjut, disampaikan Bahyuni, terungkap dalam persidangan bahwa pada bulan Oktober 2022 pelapor melakukan pengambilan secara paksa barang-barang milik terdakwa. Termasuk kain milik pelapor yang masih dalam proses pengerjaan yang berada dalam pabrik milik Terdakwa.

Halaman:

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah