Terdakwa Kasus RTH Merasa Jadi Korban Kesewenang-wenangan dan Rekayasa Penyidik

- 29 April 2021, 22:38 WIB
Sidang kasus dugaan korupsi dana pengadaan lahan RTH Kota Bandung dengan terdakwa Dadang Suganda, digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan L.L.R.E Martadinata, Kamis, 29 April 2021./Lucky M Lukman/Galamedia/
Sidang kasus dugaan korupsi dana pengadaan lahan RTH Kota Bandung dengan terdakwa Dadang Suganda, digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan L.L.R.E Martadinata, Kamis, 29 April 2021./Lucky M Lukman/Galamedia/ /

GALAMEDIA - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bandung, Dadang Suganda merasa menjadi korban kesewenang-wenangan dan rekayasa penyidik KPK.

Ia pun merasa ditetapkan sebagai tersangka karena dampak dari penyidik yang gagal mengkondisikan keinginan, hasrat atau niat tidak baiknya.

Unek-unek mengejutkan itu disampaikan Dadang saat memberikan kesaksian dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jln. L.L.R.E Martadinata, Kota Bandung, Kamis, 29 April 2021.

Awalnya Dadang menceritakan soal adanya tiga orang yang mendatangi rumahnya dan mengaku sebagai penyidik KPK. Mereka meminta agar Dadang memperlihatkan dokumen sertifikat.

Baca Juga: Ini Tanggapan Dokter Mengenai Layanan Rapid Bandara Kualanamu : Benar-benar Di Luar Batas Nalar!

Karena ketiga orang itu tak bisa memperlihatkan surat tugas, Dadang pun tak memenuhi permintaannya.

Dadang kemudian buka-bukaan soal adanya permintaan uang dari oknum penyidik saat dirinya diperiksa sebagai saksi di PAM Obvit Polda Jabar.

Ia pun tak memenuhinya, karena merasa jika mengiyakan maka dirinya benar-benar bersalah dalam kasus tersebut. Beberapa hari setelah pemeriksaan, status Dadang pun langsung dinaikkan menjadi tersangka.

"Tapi tidak (jadi) diberi. Kalau saya beri uangnya, saya seperti orang yang bersalah," ujar dia.

"Peristiwanya saat saya masih diperiksa sebagai saksi, belum jadi tersangka. Setelah peristiwa itu, saya kemudian dipanggil ke Jakarta dan ditetapkan tersangka," ungkapnya.

Tak cuma itu, Dadang juga membongkar soal rekaman suara percakapan dirinya dengan seseorang, yang diduga sebagai oknum penyidik berinisial E.

Baca Juga: Waduh, Penelitian di India Ungkap Golongan Darah Ini Rentan Terpapar COVID-19, Hati-hati Bro!

Dalam rekaman itu, penyidik tersebut meminta bertemu dan meyakinkan dengan cara menunjukan anatomi kasus RTH yang membelitnya.

"Saya tidak tahu apakah dia oknum penyidik atau di luar KPK. Tapi mereka punya anatomi kasusnya," ujar Dadang.

"Yang pasti saya korban kesewenang-wenangan penyidik. Rekaman ini bukan sebagai bukti, tapi sebagai referensi dari unek-unek saya," paparnya.

Dadang menambahkan pernyataannya ini tidak bermaksud untuk menyudutkan KPK atau tim jaksa penuntut umum.

"Saya percaya dengan integritas penegak hukum di KPK. Tapi saya merasa di dalam (KPK) ada oknum," ucapnya.

Menanggapi unek-unek yang disampaikan terdakwa Dadang Suganda, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Chaerudin mencoba menanggapi.

Baca Juga: KKB Papua Dinyatakan Teroris, Andi Arief & Yan Harahap : Mahfud MD Masuk Katagori Sumbu Pendek

Ia pun mempertanyakan apa yang dimaksud Dadang dan meminta agar hal itu dipastikan.

"Saudara harus memastikan apakah itu benar penyidik atau bukan karena banyak contoh kasus seperti itu," katanya.

Pada persidangan, tim JPU KPK juga merasa keberatan soal Dadang yang menyertakan bukti yang diperdengarkan di persidangan.

"Kami juga keberatan saudara menyertakan bukti di persidangan yang buktinya di luar dari pokok dakwaan," kata Chaerudin.

Namun, Ketua Majelis Hakim T Benny Eko Supriyadi menengahi keberatan JPU KPK atas kesaksian Dadang soal bukti rekaman.

"Tadi saudara terdakwa kan sudah menyebut bahwa rekaman suara yang dihadirkan bukan sebagai bukti, tapi sebagai referensi dan unek-unek," kata hakim.

Baca Juga: Jalin Silaturahmi, Jurnalis Hukum Bandung Gelar Buka Puasa Bareng Ketua DPC Peradi Bandung

Tak ada kerugian negara
Sebelumnya, mantan Hakim Agung Prof Dr Atja Sandjaja SH MH, pernah memberikan tanggapan soal kasus yang menjerat Dadang Suganda ini.

Menurut dia, kasus tersebut sama sekali tak menimbulkan kerugian negara.

"Apa yang dilakukan terdakwa tidak salah dan seharusnya dia bisa dibebaskan dari segala dakwaan jaksa," ujarnya.

Mantan Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI tersebut menyampaikan pandangannya saat dihadirkan sebagai ahli oleh tim penasihat hukum Dadang Suganda, Kamis 22 April 2021 lalu.

Atja saat itu dengan tegas menyebutkan bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus yang menjerat mantan Ketua DPW Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jawa Barat 2005-2020 tersebut.

"Saya beli tanah dari masyarakat, sudah dibayar lunas, sudah diberikan kwitansi dan sudah PPJB. Fisiknya sudah dikuasai oleh saya, apakah sudah sah jual beli tersebut?," tanya Dadang Suganda.

Baca Juga: Tanggapi Soal Mudik 2021, Ridwan Kamil Beri Tahu Alasan Tempat Wisata dan Mal Boleh Dikunjungi

Menjawab itu, Atja menjelaskan bahwa jual beli tersebut sudah sah. Alasannya, karena sudah ada kesepakatan antara penjual dan pembeli.

"Itu sah, uang sudah diberikan dan tanah sudah diserahkan," tegasnya.

Mendengar itu Dadang melanjutkan pertanyaannya. "Pemerintah Kota Bandung butuh tanah, lalu tanah tersebut dijual dengan harga lebih mahal dari pembelian apakah itu dibolehkan?," tanyanya.

Dijawab mantan Ketua PN Bandung tersebut, siapapun pembelinya kalau memang sudah sepakat dan ada itikad baik berapapun harganya, jual beli tanah itu sah dan tidak ada yang dirugikan.

"Kalau salah satu pihak merasa dirugikan ya kembalikan saja, uang kembali tanah kembali. Tapi kalau sekarang secara fisik tanahnya dikuasai pemerintah berarti pemerintah tidak merasa dirugikan," lanjutnya,

"Berarti Anda tidak salah. Jadi kalau dalam perkara ini tidak salah, seharusnya Anda dibebaskan oleh hakim," ujar Atja.

Baca Juga: Demokrat Puji Amien Rais Deklarasikan Partai Ummat, Jansen: Dahsyat, Jenderal Saja Malah Pilih Jalan Begal

Atja juga menyebut bahwa jual beli tanah itu mengikuti aturan hukum adat, tentu saja golnya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Jika kedua belah pihak setuju dengan harga dan luas tanah yang dibelinya, kata Atja, maka jual beli tersebut sah.

"Kalau pembelinya pemerintah itu disebutnya pelepasan tanah atau pembebasan tanah tapi pada prinsipnya sama berdasarkan kesepakatan. Makanya dalam pembebasan tanah milik pemerintah itu selalu diawali musyawarah antara pemilik dan beberapa pejabat terkait," papar dia.

Jangan diributkan
Menjawab pertanyaan jaksa KPK soal tanah yang secara administrasi belum pindah kepemilikan, Atja menjelaskan tidak ada masalah karena itu hanya administrasi saja, bukan sah tidaknya jual beli.

"Jual beli adalah penyerahan barang untuk selama lamanya, kalau belum lunas berarti utang tapi jual belinya sah, apalagi lunas," tuturnya.

Atja juga menyatakan jual beli selama ada itikad baik, semua harus dilindungi termasuk pemerintah.

Baca Juga: Wagub Resmikan Tugu Desa Perbatasan Jabar - Banten. Uu : Kujang Mewakili Religiusitas Warga Jabar

Saat itu, ia juga membahas bahwa segala perbuatan hukum perdata boleh diwakilkan, yang tidak boleh itu pidana.

Sebenarnya, kata Atja, dalam kasus ini soal uang negara jangan diributkan karena tanahnya juga sudah dimiliki pemerintah.

"Pelepasan atau pembebasan tanah sepanjang memenuhi syarat dan sepanjang tanah sudah diserahkan berarti sah jual belinya. Jadi jangan diributkan soal ada kerugian negara karana jual belinya juga sudah sah, kecuali kalau di mark up, itu bisa jadi peristiwa pidana," terang dia.

Salah seorang kuasa hukum Dadang, Anwar Jamaluddin juga bertanya. Ia mengilustrasikan ada seseorang membeli tanah dari orang lain, dibeli dengan harga Rp 100 ribu.

Kemudian orang itu melepaskan haknya kepada pemerintah dengan harga Rp 300 ribu. "Apakah boleh menaikan harga seperti itu?," tanya Anwar.

Baca Juga: Ngaku Didatangi Oknum Penyidik KPK, Terdakwa Korupsi RTH Bandung Singgung Soal 'Uang Buang Sial'

"Kenapa engak boleh, harga berapapun asal kesepakatan si penjual dan si pembeli sah jual belinya dan itu bukan mark up. Kecuali menaikkan setelah kesepakatan harga atau barang atau tanah yang dijual menjadi tidak sesuai dengan kesepakatan," jawab Atja.

Penasihat hukum Efran Helmi Juni mengatakan, keterangan Atja sangat penting agar kasus yang menjerat kliennya terang benderang.

"Jika dilihat secara konstruksi orang yang memiliki tanah, melakukan jual beli tanah, jual belinya bebas mau swasta boleh dengan pemerintah daerah atau pusat boleh. Syaratnya pemilik atau bukan? Kalau bisa dibuktikan kepemilikannya, yah itu sah," papar Efran.

"Clear dari penjelasan ahli Atja Sandjaja tadi, jelas ini peristiwanya adalah peristiwa hukum perdata bukan pidana," tegas Efran.

Dia berharap keterangan ahli Atja Sandjaja dan Chairul Huda sebelumnya di persidangan, membuat konstruksi masalah terang benderang.

"Besar harapan saya, dengan dua ahli ini perkara jadi terang benderang. Benar peristiwanya ada, tetapi peristiwa perbuatan hukum perdata. Jadi beliau (Dadang Suganda) harus bebas dari segala tuntutan hukum," tandas Efran.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x