Keluarga Santriwati Korban Pencabulan Minta Pelaku Dihukum Seberat-Beratnya

10 Desember 2021, 20:41 WIB
Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, memverikan keterangan kepada wartawan di Kantor P2TP2A Garut, Jalan Patriot, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Kamis 9 Desember 2021 malam. /Agus Somantri/Galamedia/


GALAMEDIA - Peristiwa pencabulan terhadap belasan santriwati yang dilakukan oleh oknum guru bejat berinisial HW (36) di sebuah pesantren di Kota Bandung meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarga korban.

Seperti yang diungkapan YY (44), ayah salah seorang santriwati asal Garut yang menjadi korban kebiadaban pelaku. YY, menceritakan bagaimana hatinya hancur saat mengetahui anak kesayangannya itu menjadi korban rudapaksa oleh gurunya sendiri.

"Saya benar-benar marah, geram, waktu itu dini hari kami mendengar kenyataan pahit itu, bahkan istri saya sampai kejang-kejang selama dua jam," ujarnya saat ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Humum (LBH) Serikat Petani Pasundan (SPP), Jalan Raya Samarang, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Jumat 10 Desember 2021.

Baca Juga: Jokowi: Kalau Ada yang Memerlukan Lahan dengan Jumlah Sangat Besar, akan Saya Carikan

Menurut YY, saking geramnya ia bahkan sempat ingin membunuh pelaku ketika mengetahui bahwa anak perempuannya itu pernah melahirkan anak akibat dari perbuatan bejat pelaku. Dan kemarahannya pun semakin memuncak saat melihat istrinya jatuh sakit setelah mengetahui kenyataan tersebut.

"Kalau saja waktu itu istri saya meninggal karena kejang-kejang akibat mengetahui anak kami jadi korban, mungkin saya tidak akan segan untuk membunuh pelaku," ucapnya.

YY menuturkan, kecurigaannya itu muncul saat melihat perubahan pada tubuh anaknya. Waktu itu, terang YY, tiga hari setelah hari Raya Lebaran (Idul Fitri) tahun 2021, anaknya tengah menjalani liburan di rumahnya, dan saat malam hari tiba-tiba anaknya itu meminta untuk diantar ke WC yang ada di belakang rumah.

Awalnya, lanjut YY, ia tidak curiga apa-apa kepada anaknya tersebut, namun saat hendak kembali ke rumah setelah mengantar BAB anaknya malam itu, ia melihat anaknya jalannya seperti tak biasa sehingga timbul pertanyaan dalam dirinya.

Baca Juga: Indeks HAM Turun Akibat Ulah Polisi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Beberkan Sejumlah Pelanggarannya

"Saat itu, malam-malam pulang ngantar BAN saya lihat kok anak saya jalannya begini, seperti ada yang ganjil, tidak biasa," katanya.

Namun begitu, menurut YY, saat itu ia tidak langsung menanyakan hal itu kepada anaknya, namun lebih memilih mendatangi Kyai keesokan harinya untuk berkonsulatsi tentang kondisi anaknya. Dan setelah beberapa kali berkonsultasi, akhirnya anaknya mau terbuka kepada ibunya tentang apa yang telah menimpanya.

"Anak saya akhirnya mau terbuka sama ibunya, bahkan mengaku sudah melahirkan dan telah punya anak," ucapnya.

YY menyebutkan, saat itu anak korban yang juga merupakan cucunya sudah berusia 1,5 tahun. Selama ini, katanya, pihak keluarga sama sekali tidak merasa curiga karena korban jarang pulang. Korban hanya pulang ke kampungnya pada saat-saat tertentu saja, seperti hari raya atau bila ada keperluan menesak, itu pun tidak lama.

YY menuturkan, dari pengakuan anaknya, bahwa ia sempat menolak saat dipaksa
untuk melayani nafsu bejat gurunya itu, sehingga pada percobaan pertama tersebut gagal, bahkan saat itu baju anaknya sempat ditarik hingga robek.
Namun jelang beberapa hari kemudian, lanjutnya, anaknya itu di ajak ke kantor, lalu kemudian diajak ke hotel.

Menurut YY, setelah semua kejadian yang menimpanya itu, saat ini anaknya sudah tidak mau lagi sekolah, bahkan kini lebih pendiam dan selalu murung. Ia pun berharap, atas perbuatan yang telah dilakukannya, pelaku dihukum seberat-beratnya karena telah merusak masa depan dan kebahagiaan anaknya.

Baca Juga: Pertemuan dengan Oded M Danial Tak Terlaksana, Budi Dalton: Hapunten Teu Kacumponan, Pileleuyan Pak Wali

"Harapannya ya (pelaku) di hukum seberat-beratnya, kalau kata orang mah di kebiri lah soalnya sudah sangat biadab dan tidak bisa dimaafkan. Sakitnya anak sakitnya orang tua, sampai sekarang anak saya enggak mau lagi sekolah, putus sekolah," ucapnya.

Lebih Kuat

Sementara itu, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari Gunawan, menyebutkan saat ini semua santriwati asal Garut yang menjadi korban pencabulan gurunya di Bandung posisinya sudah ada di ibunya masing-masing.

Menurutnya, kondisi para korban juga sekarang sudah lebih kuat, karena pihaknya sudah mempersiapkan kalau akhirnya kasus ini terbuka, mereka harus siap.

"Insya Allah sekarang mereka lebih kuat. Sekarang mereka didampingi psikolog kami. Trauma healing bukan hanya untuk anak-anak tapi orang tua juga," katanya.

Diah menyebutkan, sekarang pihaknya tinggal memantau, karena dari awal kejadian pihaknya juga selalu ada di sisi mereka (para korban). Dan mereka juga sudah ada yang sekolah, karena mereka memang ingin sekolah.

"Rata-rata 16 tahun, satu SMA, 2 SMA, itu pun kami titipkan atas nama P2TP2A dan pemerintah. Dan yang baru melahirkan mungkin tidak untuk belajar dulu, tapi kami untuk kejar paket," ucapnya.***

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler