Di Hadapan Massa Aksi Menolak RUU HIP, Eggy Sudjana: Hukum Islam Seharusnya Berlaku di Indonesia

5 Juli 2020, 20:17 WIB
Massa dari sejumlah ormas Islam dan Nasionalis padati Gedung Merdeka dalam rangka unjuk rasa penolakan RUU HIP pada Minggu 5 Juli 2020. (Pikiran-Rakyat.com/Mochamad Iqbal Maulud) /

GALAMEDIA - Ribuan massa dari beberapa ormas Islam dan Nasionalis melakukan unjuk rasa di Gedung Sate dan Gedung Merdeka, Kota Bandung, Ahad 5 Juli 2020. Massa tersebut menuntut dicabutnya Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Pengacara ternama, Eggy Sudjana menjadi salah satu orator dalam unjuk rasa itu. Ia berorasi di atas mobil di lokasi tersebut.

"Hukum Islam harusnya berlaku di Indonesia karena didukung aspek yuridis dan sosiologis," teriak Eggy.

"Lantas siapa yang memberlakukan? Menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945, yang memberlakukan adalah Presiden dan DPR karena DPR dan presiden diberi kewenangan oleh undang-undang untuk membuat hukum dan menegakkan hukum," tambah Eggy.

Baca Juga: Sempat Dilaporkan Hilang di Gunung Guntur, Afrizal Ditemukan dalam Keadaan Telanjang

Menurut Eggy‎ Pasal 5 ayat 1 UUD 1945 mengatur soal kewenangan presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang ke DPR. Ayat itu merupakan hasil amandemen pertama UUD 1945. Ayat 2, presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

"Maka, presiden dan DPR harusnya bertanggung jawab memberlakukan hukum Islam. Tapi pertanyaan seriusnya secara yuridis, presiden kita sudah tujuh kali ganti presiden, ribuan anggota DPR sudah berganti. Betul?," ujar Eggy seperti dilaporkan wartawan PR, Mochamad Iqbal Maulud.

"Pertanyaannya sekarang, apakah hukum Islam berlaku sekarang, apakah berlaku?," ujar Eggy dalam orasinya itu yang dijawab "Tidak" oleh massa yang hadir di lokasi.

Eggy yang bergelar profesor ini menyatakan, problem utama ada di DPR. "Harusnya dengan konstitusi yang ada berdasar pada Ketuhanan yang Maha Esa, Indonesia ini adalah negara yang menjunjung tinggi nilai ketauhidan," ucapnya.

Baca Juga: Curhat BCL Setelah 4 Bulan Ditinggal Ashraf: Coba Berdiri Kuat Menggandeng Tangan Noah

Eggy juga menegaskan secara historis dan secara sosiologis hal tauhid ini tidak bisa dibantah. Sehingga sebagai warga negara yang baik seharusnya menjunjung tinggi nilai ketauhidan tersebut.

Pantauan di lapangan, massa dari berbagai ormas Islam dan Nasionalis memadati Gedung Sate. Massa membawa berbagai spanduk dan poster dengan tulisan penolakan terhadap RUU HIP.

RUU HIP jadi gaduh dan ditolak banyak pihak karena dianggap menganulir Pancasila. Dilihat dari pokok permasalahannya, sejak awal, pertama, RUU HIP ini berawal dari tidak dimasukannya Tap MPRS tentang Larangan Ajaran Komunisme dan Marxisme di konsideran RUU HIP.

Baca Juga: Indonesia Diganjar Rp 812,86 M karena Berhasil Menurunkan Emisi Gas Buang

Kemudian, kedua, ada pasal kontroversial di RUU HIP yakni Pasal 7. Ayat 2-nya menyebutkan ciri pokok Pancasila berupa trisila, sosio demokrasi serta ketuhanan yang berkebudayaan. Kemudian ayat 3-nya menyebutkan trisila sebagaimana dimaksud ayat 2 terkristalisasi dalam ekasila yaitu gotong royong.

Dua hal itulah itulah yang menjadi kontroversi dan dianggap bahwa RUU HIP akan mengganti Pancasila. Kembali ke arena unjukrasa‎, massa juga mendesak agar penegak hukum mengusut secara hukum agar inisiator RUU HIP diproses.

Jelang sore, massa terus berdatangan. Pada orasinya, Eggy menyebut bahwa inisiator RUU HIP sudah masuk dalam konteks delik tindak pidana.

Baca Juga: Ridwan Kamil Minta Warga Pangandaran Tetap Waspada Covid-19

"Ini delik makar, tindak pidana. Harusnya bukan berdasarkan delik aduan, harus langsung diproses. Penegak hukum jangan diam saja, ini tindak pidana," ujar Eggy.

Setelah dari Gedung Sate massa pun berpindah ke Gedung Merdeka, di lokasi tersebut massa pun terus meneriakan penolakan RUU HIP ini. Hanya saja setelah semuanya tersampaikan massa pun membubarkan diri dari Gedung Merdeka di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler