Refly Harun Sayangkan Kasus Pelanggaran Prokes Berujung Penembakan Hingga 6 Nyawa Melayang

- 8 Desember 2020, 07:02 WIB
Potret ahli hukum tata negara, Refly Harun.
Potret ahli hukum tata negara, Refly Harun. /Instagram/@reflyharun/


GALAMEDIA - Ahli hukum tata negara Refly Harun sangat menyayangkan terjadinya korban penembakan dari aparat kepolisi terhadap enam orang pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS).

Seperti diketahui polisi berdalih insiden terjadi pada saat polisi melakukan penyelidikan. Sementara saat ini Imam Besar Front Pembela Islam tidak memiliki pelanggaran tindak pidana berat.

"Kasus yang sedang diselidiki oleh polisi adalah kasus terkait Pelanggaran Protokol Kesehatan (Prokes) bukan kasus pidana berat seperti terorisme," ujarnya dalam tayangan video dikutip Selasa 8 November 2020.

Disebutkan, hanya dengan kasus pelanggaran protokol kesehatan seperti itu sangat disayangkan sampai jatuhnya korban jiwa. Enam orang pengawal HRS ditembak mati.

Baca Juga: LPSK Siap Berikan Perlindungan kepada Saksi Hidup Insiden Penembakan Pengawal Habib Rizieq

"Jadi patut disayangkan sampai jatuh korban enam orang ditembak mati. Apalagi HRS dipanggil sebagai saksi," tandasnya.

Terkait hal itu Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan polisi Polisi harus transparan mengungkap kejadian tersebut, terutama menyingkap penyebab terjadinya penembakan terhadap mereka.

"Jika polisi yang terlibat dalam insiden itu melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, mereka harus diungkap secara terbuka dan diadili sesuai dengan hukum dan hak asasi manusia,” kata Usman.

Baca Juga: Bakal Catat Sejarah Baru, Paus Fransiskus Kunjungi Irak pada 2021

“Harus ada penjelasan tentang apakah petugas yang terlibat dalam insiden penembakan itu telah secara jelas mengidentifikasi diri mereka sebagai aparat penegak hukum sebelum melepaskan tembakan dan apakah penggunaan senjata api itu dibenarkan.”

“Polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir. Itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing.”

“Penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang melanggar hukum oleh polisi tidak boleh dibenarkan, terlebih lagi bila digunakan dalam kasus yang terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan, yang seharusnya tidak berakhir dengan kekerasan. Komnas HAM harus ikut mengusut. Komisi III DPR RI juga perlu aktif mengawasi dan mengontrol pemerintah dan jajaran kepolisian.”***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x