Salah Kaprah Kaum Radikal Membungkus Masalah dengan Tafsiran Keagamaan, Irfan Idris: Itu Bukan Bahasa Agama!

- 6 April 2021, 19:53 WIB
 Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Irfan Idris dan Sofyan Tsauri.
Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Irfan Idris dan Sofyan Tsauri. /Tangkapan layar youtube Deddy Corbuzier./

GALAMEDIA - Buntut dari aksi teror bom bunuh diri yang menyasar Gereja Katedral Makassar dan penyerangan Mabes Polri masih jadi sorotan berbagai pihak.

Banyak para tokoh-tokoh dari mulai politisi, aparat keamanan, hingga ulama, ramai-ramai mengecam tindakan biadab tersebut.

Direktur Deradikalisasi BNPT, Profesor Irfan Idris ikut bersuara terkait dua aksi teror yang terjadi di dua wilayah Indonesia belakangan ini.

Hal itu disampaikan Prof Irfan Idris saat berdiskusi di podcast yang tayang pada channel youtube Deddy Corbuzier, Selasa 6 April 2021.

Baca Juga: Ifan Seventeen Berhasil Lamar Citra Monica, Saking Groginya Ifan Sebut Ente Kepada Citra Monica

Baca Juga: Sidang Lanjutan Habib Rizieq Shihab Telah Digelar, Ini Dia Putusan Majelis Hakim

Menurutnya teroris berawal dari orang-orang radikal yang timbul dari berbagai masalah.

Berbagai masalah yang dimaksud Prof Irfan Idris disini adalah masalah seperti ekonomi, pengetahuan, dendam, sampai keadilan.

"Orang-orang radikal timbul dari berbagai masalah seperti ekonomi, pengetahuan, dendam, keadilan," ujarnya, dikutip Galamedia, Selasa 6 April 2021.

Baca Juga: Pengakuan Mantan Polisi yang Pernah Jadi Teroris: Intoleran dan Radikalisme Merupakan Tangga Menuju Terorisme

Prof Irfan Idris juga mengungkapkan cara pergerakan orang-orang radikal itu selalu membungkus masalah dengan tafsiran agama.

Tafsiran agama di sini menurut Prof Irfan Idris jelas bukan bahasa agama, melainkan bahasa tafsiran dari keagamaan.

"Apapun masalah itu mereka bungkus dengan tafsiran keagamaan. Bukan bahasa agama," ungkapnya.

Baca Juga: Soal Isu Kehamilan Nissa Sabyan, Mantan Manajer Sabyan Gambus Bocorkan Tentang Ini

Lebih lanjut, Prof Irfan Idris juga mengatakan, ketika masalah apapun itu dibungkus menggunakan tafsiran keagamaan, maka itu membuat orang-orang lebih muda terpapar paham radikalisme.

Contohnya seperti yang dilakukan oleh kelompok teroris global dengan memanfaatkan media sosial untuk mencari mangsanya guna dijadikan teroris.

Ia juga menyebutkan bahwa kelompok teroris itu mengincar generasi muda dari apapun profesinya, karena menurutnya para pemuda sangat mudah bersemangat dan berjiwa militan.

"Kelompok teroris gobal memanfaatkan media sosial untuk berselancar mencari generasi muda apapun profesinya untuk dijadikan teroris," pungkasnya.***

Editor: Dadang Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x