Pertanyaan dalam TWK Dipandang Novel Baswedan Banyak yang Bermasalah

- 11 Mei 2021, 18:17 WIB
Penyidik KPK Novel Baswedan.
Penyidik KPK Novel Baswedan. /Tangkapan layar Instagram.com/@novelbaswedanofficial

GALAMEDIA - Pertanyaan dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), banyak yang bermasalah.

Hal ini diakui Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Ia dikabarkan sebagai salah satu dari 75 pegawai KPK yang katanya tidak lulus TWK tersebut.

"Berkaitan TWK yang digunakan untuk menyingkirkan 75 pegawai terbaik KPK tersebut sangatlah bermasalah. Hal tersebut karena TWK digunakan untuk menyeleksi pegawai KPK yang telah berbuat nyata bagi bangsa dan negara Indonesia melawan musuh negara yang bernama korupsi, bukan baru hanya berwawasan saja," kata Novel dalam keterangannya, diterima di Jakarta, Selasa 10 Mei 2021.

Baca Juga: Hindari Kerumunan, Gelandang Persib Ini Memilih Belanja Online Jelang Lebaran

Novel mengaku ingat apa saja pertanyaan dan jawaban dalam tes tersebut.

Ia mencontohkan beberapa pertanyaan yang dinilai bermasalah dalam TWK tersebut. "Apakah saudara setuju dengan kebijakan pemerintah tentang kebijakan tarif dasar listrik (TDL)?"

Novel pun menjawab "saya merasa tidak ahli bidang politik dan ekonomi dan tentunya karena adalah penyidik tindak pidana korupsi, saya lebih tertarik untuk melihat tentang banyaknya dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan listrik negara dan inefisiensi yang menjadi beban bagi tarif listrik".

Baca Juga: Rocky Gerung: Tengku Zul Wafat Namun Tak Ada Simpati dari Istana, Ini Tuna Budaya

Pertanyaan selanjutnya seperti dilansirkan Antara, "Bila anda menjadi ASN, lalu bertugas sebagai penyidik, apa sikap anda ketika dalam penanganan perkara diintervensi, seperti dilarang memanggil saksi tertentu dan sebagainya?"

Ia mengaku manjawab "dalam melakukan penyidikan tidak boleh dihalangi atau dirintangi, karena perbuatan tersebut adalah pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan sebagai seorang ASN, saya tentu terikat dengan ketentuan Pasal 108 ayat 3 KUHAP, yang intinya pegawai negeri dalam melaksanakan tugas mengetahui adanya dugaan tindak pidana wajib untuk melaporkan sehingga respons saya akan mengikuti perintah Undang-Undang, yaitu melaporkan bila ada yang melakukan intervensi".

Baca Juga: Plt Wali Kota Cimahi Ngatiyana Sidak Pasar Modern, Termukan Kerupuk Alot dan Kaleng Penyok

Kemudian, ia mengaku juga diberi pertanyaan "Apakah ada kebijakan pemerintah yang merugikan anda?"

"Saya jawab kurang lebih seperti ini, sebagai pribadi saya tidak merasa ada yang dirugikan tetapi sebagai seorang warga negara saya merasa dirugikan terhadap beberapa kebijakan pemerintah, yaitu di antaranya adalah UU No. 19/2019 yang melemahkan KPK dan ada beberapa UU lain yang saya sampaikan," ucap-nya.

Novel juga menyampaikan demikian karena dalam pelaksanaan tugasnya di KPK sebagai seorang penyidik.

Baca Juga: Krisna Mukti Disorot Warganet Usai Hina Kematian Ustadz Tengku Zulkarnain, Tokoh NU: Dasar Sakit Jiwa

"Hal itu saya sampaikan karena dalam pelaksanaan tugas di KPK saya mengetahui beberapa fakta terkait dengan adanya permainan/pengaturan dengan melibatkan pemodal (orang yang berkepentingan), yang memberikan sejumlah uang kepada pejabat tertentu untuk bisa meloloskan kebijakan tertentu.

Walaupun ketika itu belum ditemukan bukti yang memenuhi standar pembuktian untuk dilakukan penangkapan tetapi fakta-fakta tersebut cukup untuk menjadi keyakinan sebagai sebuah pengetahuan," tuturnya.

Nila menjawab semua kebijakan yang diambil pemerintah baik, maka hal tersebut bertentangan dengan norma integritas.

Baca Juga: PCNU Surabaya Laksanakan Rukyatul Hilal Hari Ini di One Icon Residence Pukul 16.00 WIB

"Sebaliknya, bila dijawab bahwa semua kebijakan adalah baik dan saya setuju, justru hal tersebut adalah tidak jujur yang bertentangan dengan norma integritas," katanya.

"Kita tentu memahami bahwa pemerintah selalu bermaksud baik, tetapi faktanya dalam proses pembuatan kebijakan atau UU seringkali ada pihak tertentu yang memanfaatkan dan menyusupkan kepentingan sendiri atau orang lain hal itu dilakukan dengan sejumlah imbalan (praktik suap) yang akhirnya kebijakan atau 'output' UU tersebut merugikan kepentingan negara dan menguntungkan pihak pemodal (pemberi uang yang berkepentingan)," lanjutnya.

Dengan demikian, ia menilai pertanyaan-pertanyaan dalam TWK itu tidak cocok digunakan untuk menyeleksi pegawai negara/aparatur yang telah bekerja lama terutama yang bertugas bidang pengawasan terhadap aparatur atau penegak hukum, apalagi terhadap pegawai KPK.

Baca Juga: Kecam Penyerangan Al Aqsa, Sinergi Foundation Ajak Masyarakat Bantu Palestina

Menurutnya, TWK akan relevan bila digunakan untuk seleksi calon pegawai dari sumber "fresh graduate", namun juga tidak dibenarkan menggunakan pertanyaan yang menyerang privasi, kehormatan atau kebebasan beragama.

"Dengan demikian menyatakan tidak lulus TWK terhadap 75 pegawai KPK yang kritis adalah kesimpulan yang sembrono dan sulit untuk dipahami sebagai kepentingan negara.

Sekali lagi, saya ingin tegaskan bahwa tes TWK bukan seperti tes masuk seleksi tertentu yang itu bisa dipandang sebagai standar baku. Terlebih, ternyata pertanyaan-pertanyaan dalam tes TWK banyak yang bermasalah," ujar Novel.***

Editor: Dadang Setiawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x