Dulu Protes, Kini Membisu Saat Pasal Penghinaan Presiden Bakal Dihidupkan, Tokoh NU Sindir Budiman Sudjatmiko

- 10 Juni 2021, 18:38 WIB
Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko.
Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko. /Tangkapan layar YouTube/Helmy Yahya Bicara

GALAMEDIA - Polemik munculnya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang salah satunya memuat pasal penghinaan Presiden masih menuai kritik di masyarakat.

Sebabnya, pasal penghinaan Presiden sebelumnya telah resmi dicabut melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kini, pro dan kontra ihwal munculnya pasal penghinaan Presiden semakin menyeruak di tengah-tengah publik terutama media sosial.

Tak sedikit yang menilai bahwa akan dihidupkannya kembali pasal penghinaan Presiden merupakan bentuk kemunduran demokrasi bahkan menunjukkan pemerintah anti kritik.

Di tengah-tengah mencuatnya polemik pasal penghinaan Presiden, sorotan datang dari salah satu tokoh NU yakni Umar Syadat Hasibuan atau Gus Umar.

Baca Juga: Upal Senilai Rp2 Milyar Nyaris Diedarkan dengan Modus Ritual

Ia menyoroti sikap yang ditunjukkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) khususnya Budiman Sudjatmiko yang merupakan salah satu kadernya.

Melalui cuitan di twitter miliknya, Gus Umar membagikan beberapa pernyataan Budiman yang mengkritik pasal penghinaan Presiden saat PDIP menjadi oposisi.

"Dulu saat oposisi, sekarang saat berkuasa mulutnya diam," kata Gus Umar melalui twitter @Umar_AlChelsea dikutip Galamedia Kamis, 10 Juni 2021.

Dalam unggahan itu, nampak beberapa pernyataan Budiman yang dikutip oleh beberapa media Tanah Air.

"Budiman: Pasal Penghinaan Presiden Bukti Pemerintah Tak Siap Dikritik," tulis salah satu pernyataan.

"Budiman: Pasal Penghinaan Presiden Wujud Wajah Bengis Kekuasaan," menurut pernyataan lainnya.

Baca Juga: 1.329 Pesantren Jabar Ikut Audisi Tahap I OPOP 2021

"Mantan Aktivis: Pasal Penghinaan Presiden Kemunduran Demokrasi," tulis lainnya dalam unggahan itu.

Diberitakan Galamedia sebelumnya, sosialisasi RUU KUHP terus dilakukan ke berbagai daerah oleh Kemenkumham. Dalam draf RUU KUHP terbaru itu, penghinaan terhadap martabat presiden/wapres dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara.

Bahkan bila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancamannya diperberat menjadi 4,5 tahun penjara.

Hal itu tertuang dalam BAB II TINDAK PIDANA TERHADAP MARTABAT PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN. Bagian Kedua Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 218 ayat 1 berbunyi:

Baca Juga: Tingkatkan Pelayanan Pasien Covid, RSUD Majalaya Siapkan Kamar Operasi Tekanan Negatif

Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Namun aturan di atas menjadi gugur apabila hal di atas untuk membela diri. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 218 ayat 2 berbunyi:

Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Nah, ancaman hukuman penjara naik 1 tahun apabila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik lainnya. Pasal 219 berbunyi:

Baca Juga: Bantu Emak-Emak Prasejahtera, PT PNM Siapkan Bantuan Modal, Nilainya dari Rp 2-5 Juta

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Denda kategori IV yang dimaksud di atas yaitu maksimal Rp 200 juta (Pasal 79 RUU KUHP).***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x