Rocky Gerung: 6 Tahun Terakhir, Kasus Tokoh Kritis Selalu Dikaitkan dengan Ketidaksukaan Kekuasaan

- 21 Juni 2021, 16:10 WIB
Pengamat Politik Rocky Gerung.
Pengamat Politik Rocky Gerung. /YouTube Rocky Gerung Official

GALAMEDIA – Kasus tes swab Rumah Sakit UMMI, Bogor yang menyeret nama eks Pimpinan Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab (HRS) akan memasuki sidang pembacaan vonis.

Sidan tersebut akan digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) pada Kamis, 24 Juni 2021 mendatang.

Diketahui, dalam kasus ini HRS dituntut enam tahun penjara. HRS diyakini jaksa menyebarkan berita bohong terkait hasil tes swab dalam kasus RS Ummi hingga menimbulkan keonaran.

Baca Juga: Selamat Ulang Tahun Jokowi! Refly Harun: Semoga Bisa Berikan Berkah, Tapi Sayang Ada Kecenderungan Otoriter

Tuntutan berat Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada HRS tersebut pun dinilao oleh sejumlah pihak tidak adil dan memang sengaja dibuat untuk memasukan pendakwah tersebut ke penjara.

Menanggapi hal ini, pengamat politik, Rocky Gerung lantas membuka suara. Rocky menuturkan, ia sebagai pengamat akan menganalisa fakta hukum dengan latar belakang politik, khususnya pada tokoh oposisi.

"Kita selalu menganalisa fakta hukum dengan latar belakang politik, khususnya pada tokoh-tokoh oposisi tuh," kata Rocky dilansir melalui YouTube Rocky Gerung Official, Senin, 21 Juni 2021.

Menurut Rocky, dalam kasus HRS tidak mungkin jaksa ataupun hakim tidak mengaitkan kasus dengan faktor politik.

Baca Juga: Pasar Sementara Leles Kebakaran, Legislator PPP Nilai Pemkab Tak Serius Selesaikan Pembangunan

"Jadi tidak mungkin jaksa maupun hakim itu lepas dari varibel politik," ucapnya.

Ahli filsuf ini juga menuturkan, lima-enam tahun terakhir, kasus yang menyangkut tokoh kritis kerap kali dikaitkan dengan ketidaksukaan istana terhadap mereka.

"Tetapi kita di Indonesia, di dalam lima-enam tahun terakhir ini, semua kasus yang menyangkut tokoh kritis itu sering dikaitkan dengan ketidaksukaan istana terhadap tokoh-tokoh ini," jelasnya.

Dalam hal ini, Rocky mengatakan, kita harus memperhatikan agar faktor politik tidak mempengaruhi putusan nantinya.

"Nah itu sebetulnya yang mesti kita perhatikan, supaya tidak mempengaruhi putusan hakim," imbuh dia.

Baca Juga: Jokowi 3 Periode Sebenarnya Sudah Ada di Ramalan Jayabaya, Simak Penjelasan Lengkapnya

Lebih lanjut pendiri Setara Institute ini menganalisa, karena pada kasus sebelumnya HRS tidak divonis hukuman berat, maka dihadirkan lah kasus lain.

"Jadi kalau kasus-kasus sebelumnya itu soal kerumunan, segala macam tidak cukup kuat, maka seolah-olah harus dihadirkan kasus lain, yaitu berita bohong," terang Rocky.

Dalam hal ini, Rocky tahu ini adalah sebuah rangkaian untuk mengejar HRS.

"Padahal ini satu rangkaian sebetulnya, karena kita tahu bahwa HRS diuber-uber," ucapnya.

Karena hal itu, terlihat kekuasaan memang mengintai kesalahan dari HRS.

Baca Juga: HUT Kota Cimahi Ke-20, Plt Wali Kota Cimahi Serahkan Santunan JKM Ahli Waris Ketua RW

"Rentetan peristiwa ini yang memungkinkan kita menganalisis bahwa kekuasaan tetap mengintai kesalahan HRS," pungkasnya.

Oleh karena itu, kata Rocky, ini semua tergantung konstelasi politik Indonesia dua hari ke depan.

"Nah ini tergantung dari konselasi politik dua hari ke depan, kalau konselasi berubah, maka tentu juga hakim akan melihat fakta-fakta lain yang memungkinkan kebijakan hakim itu mengabaikan tuntutan politik," ujar Rocky menjelaskan.***

 

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x