Tak Bayarkan Pajak Hingga Rp 2,6 Miliar, Korporasi dan Dua Pengusaha di Bekasi jadi Tersangka

- 1 November 2021, 17:50 WIB
Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana (kiri) bersama Kepala Kanwil DJP Jabar II, Harry Gumelar (tengah) dan Asisten Pidana Khusus Kejati Jabar, Riyono saat menyapaikan rilis di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Senin, 1 November 2021./Lucky M Lukman/Galamedia
Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana (kiri) bersama Kepala Kanwil DJP Jabar II, Harry Gumelar (tengah) dan Asisten Pidana Khusus Kejati Jabar, Riyono saat menyapaikan rilis di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Senin, 1 November 2021./Lucky M Lukman/Galamedia /

GALAMEDIA - Diduga tak bayarkan pajak hingga Rp 2,6 miliar, satu korporasi dan dua pengusaha di Bekasi ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kejaksaan.

Tiga tersangka terdiri dari dua orang yakni YSM, AIW dan satu korporasi PT GF. Mereka diduga tak membayar pajak selama satu tahun di tahun 2018 lalu.

Kasus tersebut awalnya ditangani oleh Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat II bersama Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) Polda Metro Jaya.

Setelah rampung diselidiki, pihak DJP Jabar II melimpahkan tersangka dan barang bukti atau tahap dua ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bekasi.

Baca Juga: Khawatirkan Banyak Spesias Punah Akibat Perubahan Iklim, UGM Yogyakarta: Tantangan yang Sama dengan Manusia

"Ini terkait penyerahan tersangka dan barang bukti perkara tindak pidana pajak yang dilakukan penyidikan oleh penyidik DJP Kanwil Jabar II," kata Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, Riyono di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Senin, 1 November 2021.

Diterangkan Riyono, modus yang dilakukan oleh para tersangka yaitu tidak melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak pertambahan nilai (PPh) dan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) di tahun 2018.

Tindakan tersangka itu bertentangan dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah beberapa kali dan terakhir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2200 tentang Cipta Kerja.

"Kerugian negara terkait tindak pidana pajak itu adalah sebesar Rp 2.639.670.983," ungkap Riyono.

Baca Juga: 'Kesuksesan' Jokowi di KTT G20 Disorot Dunia Hingga Disebut Pantas Jadi Contoh Presiden RI Selanjutnya

Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana menyatakan, pihaknya berkomitmen menindak segala bentuk tindak pidana.

Ia pun berkomitmen untuk tak segan menyeret korporasi jika terbukti bersalah.

"Kami tidak menyasar kepada orang-orang, tapi kami komitmen untuk juga meminta pertanggungjawaban kepada korporasi atau badan," tegasnya.

"Karena kami melihat bahwa ada niat jahat atau mensrea, baik orang per orangnya, atau dari korporasi yang bersangkutan," tutur Asep.

Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Jabar II, Harry Gumelar menjelaskan, penyelidikan kasus ini bermula saat DJP Jabar II mendapati adanya wajib pajak yang tak membayar pajak.

Baca Juga: Pinjol Langsung Diberantas di Jabar, Dr Edi Hasibuan: Polda Jabar Respon Cepat Keresahan Masyarakat

Pihaknya bisa mengecek hal tersebut melalui sistem yang dimiliki direktorat pajak.

"Kami punya di dalam sistem kami, yaitu sistem CRM. Disitu bisa dilihat wajib pajak tidak lapor, tidak setor, apalagi PPN. Begitu PPN itu langsung masuk ke kuadran 9, bahwa ini adalah risiko tinggi, karena ini PPN," terang dia.

"Karena PPN itu wajib pajaknya sebenarnya perusahaan bukan bayar PPN. Kalau wajib pajak mengklaim saya bayar sekianpuluh miliar PPN, itu enggak. PPN itu mereka tidak pernah bayar, yang bayar itu masyarakat," paparnya.

Oleh karena itu, ujar Harry, jika PPN sampai tidak disetor, maka hal itu sudah menyalahi.

"Ini sama dengan korupsi kalau di birokrat, karena itu uang negara yang diambil dan tidak disetor oleh mereka," tambahnya.

Baca Juga: 2 Oknum Polisi Jual Amunisi ke KKB Papua, DPR RI: Tuntaskan Jaringan Pengkhianatan Ini

Sebelum pelimpahan tahap dua ini, Harry mengakui pihaknya sudah melakukan berbagai upaya mulai dari pemanggilan pihak korporasi PT GF yang bergerak di bidang pengecatan sparepart otomotif itu hingga kedua tersangka.

"Di pajak sebenarnya kita tidak serta merta, ketika mereka tidak setor, itu dipidanakan. Karena kami menganut remedium. Jadi sebisa mungkin diimbau dulu," kata Harry.

"Jadi wajib pajak ini tidak serta merta lakukan penyidikan, tapi didahului oleh dilakukan imbauan, sudah diminta pembetulan, diminta menyetorkan dengan denda lebih murah," tuturnya.

Meski tahapan-tahapan itu sudah dilakukan, tersangka tetap tidak melakukan pengembalian kerugian negar.

"Sehingga dengan berat hati, kita lakukan penegakkan keadilan, dengan kerugian negara itu," pungkasnya.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah