Hasil Penelitian: Virus Corona Terus Bermutasi, Penyebaran Lebih Masif

- 26 September 2020, 09:35 WIB
Ilustrasi virus corona. *
Ilustrasi virus corona. * /PIXABAY

GALAMEDIA - Para ilmuwan di Houston, Amerika Serikat (AS) menemukan virus corona (SAR-CoV2) telah bermutasi terus menerus sehingga penyebarannya lebih masif.

Seiring perjalanan penularannya yang luas, hal itu bisa menyebabkan virus tersebut menjadi lebih menular sekarang ini.

Dalam studi yang dirilis, Rabu, 23 September 2020, para ilmuwan memaparkan 5.000 urutan genetik virus corona yang mengungkapkan akumulasi mutasi virus yang terus-menerus. Salah satunya mungkin yang membuatnya menjadi semakin mudah menular.

Baca Juga: Pesawat Garuda Indonesia Jatuh di Deli Serdang, 234 Orang Tewas pada 26 September 1997

Namun, laporan baru tidak menemukan bahwa mutasi ini membuat virus lebih mematikan atau mengubah hasil klinis. Semua virus mengakumulasi mutasi genetik, dan kebanyakan tidak signifikan, kata para ilmuwan seperti dilaporkan Washington Post, dikutip Sabtu.

Coronavirus seperti SARS-CoV-2 relatif stabil seiring penyebaran virus, karena memiliki mekanisme mengoreksi diri saat bereplikasi. Tetapi, setiap mutasi adalah "lemparan dadu" (banyak kemungkinan).

Artinya, dengan penularan yang begitu luas di AS, yang terus melihat puluhan ribu infeksi baru yang dikonfirmasi setiap hari, virus telah memiliki banyak peluang untuk berubah, berpotensi dengan konsekuensi yang merepotkan.

Baca Juga: Renungan Pagi, Mau Terhidar dari Kesusahan? Ini 3 Upaya yang Bisa Diamalkan

Studi baru, yang belum ditinjau sejawat, telah diunggah di MedRxiv. Tampaknya ini menjadi agregasi tunggal terbesar dari urutan genetik virus di Amerika Serikat sejauh ini.

Sekumpulan urutan yang lebih besar diterbitkan awal bulan ini oleh para ilmuwan di Inggris. Seperti studi Houston, menyimpulkan bahwa mutasi yang mengubah struktur "spike protein" di permukaan virus mungkin mendorong penyebaran yang terlalu besar.

David Morens, ahli virologi di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID), meninjau studi baru dan mengatakan temuan menunjukkan kemungkinan kuat.

Bahwa virus, karena telah berpindah melalui populasi, menjadi lebih mudah menular, dan ini "mungkin memiliki implikasi pada kemampuan kami untuk mengontrolnya."

Baca Juga: Pesawat Garuda Indonesia Jatuh di Deli Serdang, 234 Orang Tewas pada 26 September 1997

Morens mencatat bahwa ini adalah studi tunggal dan kita tidak ingin menafsirkan secara berlebihan apa artinya ini. Tetapi virus, katanya, seperti dilansir Antara. berpotensi merespons—melalui mutasi acak—terhadap intervensi seperti pemakaian masker dan jarak sosial.

"Mengenakan masker, mencuci tangan, semua itu adalah penghalang penularan, tetapi karena virus menjadi lebih menular, secara statistik lebih baik untuk meningkatkan hambatan itu," kata Morens, penasihat senior Anthony S. Fauci, direktur NIAID.

Ini berimplikasi pada formulasi vaksin, kata Morens. Ketika orang memperoleh kekebalan, baik melalui infeksi atau vaksin, virus dapat berada di bawah tekanan selektif untuk menghindari respons kekebalan manusia.

Baca Juga: WHO: 2 Juta Orang Bakal Meninggal Sebelum Vaksin Corona Digunakan

"Meskipun kita belum tahu, masih ada kemungkinan bahwa virus corona ini, ketika kekebalan tingkat populasi kita cukup tinggi, virus corona ini akan menemukan cara untuk menghindari kekebalan kita," kata Morens.

"Jika itu terjadi, kita akan berada dalam situasi yang sama seperti flu. Kami harus mengejar virus dan, saat virus bermutasi, kami harus mengutak-atik vaksin kami," jelasnya.

Peter Thielen, ahli biologi molekuler di Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins mengatakan, para ilmuwan perlu terus mempelajari virus.

Hal itu dilakukan untuk melihat apakah mutasi baru yang diidentifikasi oleh peneliti Houston mengubah "kebugaran" virus, "dan apakah penularan SARS-CoV -2 benar-benar meningkat sebagai hasil dari mutasi ini."

Baca Juga: Jadwal Acara TV Hari Ini, Sabtu September 2020 di Indosiar. Saksikan Ada Liga Dangdut Menuju Puncak

Di Houston pada peneliti mengelompokkan pola penyebaran virus corona, di mana mereka menemukan pola penyebaran yang berbeda dari ketika awal virus menjangkiti warga kota hingga sekarang ini.

Gelombang pertama, virus hanya menjangkiti orang kalangan atas (kaya) dan lebih tua, sedangkan gelombang kedua mulai banyak menjangkiti orang muda dan yang berpenghasilan rendah.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x