Irjen Napoleon Bonaparte Divonis 4 Tahun Penjara, Hakim: Lempar Batu Sembunyi Tangan, Tak Sesali Perbuatannya

10 Maret 2021, 16:32 WIB
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte. /Antara/Sigid Kurniawan

GALAMEDIA - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte divonis 4 tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Napoleon terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum menerima suap sebesar Sin$200 ribu atau sekitar Rp2.145.743.167 dan US$370 ribu atau sekitar Rp5.148.180.000 dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.

"Menyatakan Terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar hakim ketua Muhammad Damis saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu 10 Maret 2021.

Baca Juga: Kritisi Dinamika Politik Era Jokowi Hingga KLB Moeldoko, Komika Pandji: Indonesia Enggak Pernah Segagal Ini

Dalam pertimbangannya, hakim mengungkapkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan bagi Napoleon.

Beberapa hal yang memberatkan yakni perbuatan Napoleon tidak mendukung program pemerintah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

Selain itu, majelis hakim menyatakan perbuatan jenderal bintang dua Polri itu dapat menurunkan citra, wibawa, dan nama baik kepolisian

"Lempar batu sembunyi tangan. Sama sekali tak menyesali perbuatan," ujar hakim.

Baca Juga: Berkas HRS Dilimpahkan ke PN Jaktim, Ferdinand Hutahaean: Indonesia Aman dari Ormas Radikal

Sedangkan hal yang meringankan yakni Napoleon adalah terdakwa berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dijatuhi pidana sebelumnya, mengabdi anggota Polri lebih dari 30 tahun.

Selain itu juga masih punya tanggung jawab keluarga, dan selama persidangan terdakwa tertib.

Total suap sekitar Rp7 miliar itu dimaksudkan agar Napoleon menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Berdasarkan hal itu, Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan.

Baca Juga: Pertemuan Amien Rais dan Jokowi, Hidayat Nur Wahid: Bertemu 15 Menit, Tapi Luar Biasa

Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara terkait kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

Napoleon terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dan pengusaha Tommy Sumardi.

Baca Juga: Soroti Dicabutnya Revisi UU Pemilu dari Prolegnas 2021, Mardani: Merampas Hak Rakyat, Jelas Bentuk Kezaliman

Napoleon terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Vonis ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menghukum Napoleon dengan pidana tiga tahun penjara.***

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler