Terungkap, 96 Persen Vaksin Pfizer/BioNTech Diborong Negara-negara Kaya

10 Desember 2020, 15:21 WIB
Inggris akan melakukan imunisasi masal untuk menggunakan vaksin Pfizer sebagai pencegah penularan covid-19 /Antara News/

GALAMEDIA - Negara-negara terkaya di dunia ternyata telah membeli vaksin Covid-19 dalam jumlah yang cukup untuk memvaksin warganya hingga tiga kali.

Ini berbanding terbalik dengan negara-negara termiskin yang kini tertinggal, bahkan sebagian hanya mampu memvaksin dengan rasio satu dari 10 warga saja. Demikian laporan People's Vaccine Alliance.

Disebutkan sedikitnya 67 negara hanya akan memvaksinasi satu dari sepuluh orang warganya. Sedangkan negara-negara kaya memesan vaksin dengan jumlah surplus.

Baca Juga: Sebut Megawati Soekarnoputri dan SBY Harus Belajar, Rocky Gerung Apresiasi Kemampuan Jokowi

Dikutip Galamedia dari DailyMail, Kamis (10 Desember 2020) data menunjukkan sejumlahlah negara dengan jumlah warga setara 14 persen populasi dunia telah membeli 53 persen dari total vaksin.

Angka menunjukkan semua dosis Moderna dan 96 persen Pfizer/BioNTech telah diakuisisi oleh negara-negara kaya. Di saat bersamaan Inggris menjadi negara pertama yang memulai vaksinasi dengan memesan 40 juta dosis vaksin Covid-19 Pfizer/BioNTech.

Amerika Serikat mencadangkan 100 juta dosis vaksin Pfizer pada bulan Juli, sementara Italia, Jerman, Belanda, dan Prancis telah menyetujui 300 juta dosis vaksin AstraZeneca.

Baca Juga: Link Situs Perkembangan Hasil Perhitungan Suara KPU dalam Pilkada Serempak 2020

Pengawas vaksin internasional mengatakan Kanada memiliki cukup persediaan untuk memvaksinasi setiap warga hingga lima kali.

Sementara Kenya, Myanmar, Nigeria, Pakistan dan Ukraina melaporkan ada hampir 1,5 juta kasus corona di negara mereka.

Anna Marriott, Manajer Kebijakan Kesehatan Oxfam mengatakan, “Tidak seorang pun boleh tertahan  untuk mendapatkan vaksin penyelamat nyawa dengan alasan  negara tempat mereka tinggal atau jumlah uang di dompet mereka.”

Baca Juga: Saat Vaksinasi Covid-19, Emil Minta Warga Tetap Disiplin Terapkan Protokol Kesehatan

Anna menyebut kecuali ada perubahan dramatis, miliaran orang di seluruh dunia tidak akan menerima vaksin untuk tahun-tahun mendatang.

Oxford/AstraZeneca telah berkomitmen untuk memberikan 64 persen dosis bagi negara berkembang. Tapi dikatakan persediaan baru dapat memenuhi kebutuhan 18 persen dari populasi dunia untuk tahun depan.

Vaksin Rusia, Sputnik sebelumnya telah mengumumkan uji coba dengan hasil  positif dan empat kandidat lainnya sedang dalam uji klinis fase 3.

Baca Juga: Ibu Kota Negara Baru jadi Prioritas Penerapan Teknologi 5G Pertama di Indonesia

Steve Cockburn, Kepala Keadilan Ekonomi dan Sosial Amnesty International, mengatakan, “Penimbunan vaksin secara aktif merusak upaya global untuk memastikan bahwa setiap orang di mana pun terlindungi dari COVID-19.”

“Negara kaya memiliki kewajiban atas hak asasi manusia yang jelas tidak hanya mewajibkan mereka untuk menahan diri dari tindakan yang dapat merusak akses pada vaksin di tempat lain, tapi juga untuk bekerja sama dan memberikan bantuan kepada negara yang membutuhkan.”

“Dengan membeli sebagian besar pasokan vaksin dunia, negara-negara kaya melanggar kewajiban hak asasi manusia mereka,” tegas Cockburn.

Baca Juga: Quick Count, Representasi Akurasi Hasil Pilkada, Begini Cara Kerja Hitung Cepat yang Cukup Akurat

Cocburn menambahkan, dengan  berbagi pengetahuan dan meningkatkan pasokan di negara miskin, negara-negara kaya dapat membantu mengakhiri krisis global corona.

People's Vaccine Alliance merupakan  jaringan organisasi termasuk Amnesty International, Frontline AIDS, Global Justice Now, dan Oxfam.

Mereka menghubungi perusahaan farmasi untuk berbagi pengetahuan mengenai teknologi dan kekayaan intelektual dengan Organisasi Kesehatan Dunia, sehingga miliaran dosis dapat diproduksi dan tersedia untuk semua yang membutuhkannya.

Baca Juga: Heboh 'Menteri BUMN Erick Thohir Jadi Tersangka', KPK Keluarkan Pernyataan

Aliansi juga mendesak pemerintah untuk memastikan vaksin gratis bagi masyarakat yang didistribusikan secara adil dan berdasarkan kebutuhan.

Heidi Chow dari Global Justice Now mengatakan, “Semua perusahaan farmasi dan lembaga penelitian yang mengerjakan vaksin harus berbagi ilmu pengetahuan,  teknologi, dan kekayaan intelektual di balik vaksin mereka sehingga dosis yang cukup, aman dan efektif dapat diproduksi.”

Heidi juga memperingatkan, “Pemerintah  harus memastikan bahwa industri farmasi menempatkan nyawa orang di atas keuntungan!”***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: dailymail

Tags

Terkini

Terpopuler