JPKL Dukung BPOM Pelabelan Galon Guna Ulang, Petisi Diturunkan

31 Maret 2021, 15:51 WIB
Ketua Umum Kumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL), Roso Daras mendatangi Kemenkominfo pada Senin 29 Maret 2021 lalu terkait intervensi penayangan petisi yang dimuat di beranda change.org./istimewa /

GALAMEDIA - Ketua Umum Kumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL), Roso Daras menyesalkan sikap Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang telah mengintervensi penayangan petisi yang dimuat di beranda change.org.

Petisi berjudul : bpom-badan-pengawas-obat-dan-makanan-selamatkan-bayi-kita-dari-racun-bisphenol-a-bpa- telah dihapus dari beranda change.org. tanpa pemberitahuan.

Padahal petisi tersebut telah ditandatangani hampir 100 ribu orang.

Baca Juga: Demokrat Versi KLB Ditolak, Moeldoko Terungkap Sempat Temui SBY Sambil Membawa Map

"BPOM bersikap otoriter. Jelas tindakannya melanggar UUD 45 tentang kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat,” ujar Roso dalam keterangan pers yang dikirim ke media, di Jakarta, Rabu 31 Maret 2021.

Padahal isi dari petisi tersebut, jelas Roso, mendukung BPOM agar memberi label peringatan konsumen pada kemasan galon isi ulang yang mengandung Bisphenol A (BPA) dengan kode plastik No. 7.

"Semua negara maju berdasarkan penelitian mengatakan BPA berbahaya tidak bisa dibantah lagi. Apalagi bagi bayi, balita dan janin. Apa yang diperjuangkan JPKL untuk melindungi bayi, balita dan janin Indonesia," ujar Roso.

Roso lebih jauh menjelaskan, penurunan petisi tersebut atas permintaan dari Kementerian Komunikasi dan informasi (Kemenkominfo) yang diajukan ke tim global change.org.

Baca Juga: Sekalipun Menang, Partai Demokrat Tetap Lanjutkan Gugatan Hukum Terhadap 10 Penyelenggara KLB Demokrat

Karena mendapat keterangan bahwa penurunan itu atas permintaan Kemenkominfo, maka Roso, Ketua Umum JPKL mendatangi langsung Kemenkominfo pada Senin 29 Maret 2021 lalu.

Kehadiran Ketua JPKL Roso Daras disambut baik Ferdinandus Setu, Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informasi di press room, Gedung Kemenkominfo, jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

"Iya betul, Kemenkominfo telah meminta change.org untuk menurunkan petisi tersebut. Karena kami mendapat permintaan dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)," ungkap Ferdinandus Situ.

Masih menurut Ferdinandus Setu, Kemenkominfo itu tugas dan fungsinya mengatur berbagai kepentingan. Karena BPOM pada dua bulan lalu meminta petisi itu diturunkan dengan alasan berita bahaya bisphenol A adalah disinformasi maka sebagai sesama instansi pemerintah meminta untuk diturunkan.

Baca Juga: Link Streaming Buku Harian Seorang Istri 31 Maret 2021: Gawat! Kevin Rebut Aset Keluarga Buwana

"Jadi untuk JPKL silahkan yakinkan pihak BPOM bahwa Bisphenol A berbahaya. Kami dari Kemenkominfo siap diminta untuk menaikan kembali petisi tersebut. Atau bila perlu bikin lagi saja petisi itu," saran Ferdinandus.

Roso kembali menjelaskan, soal BPA masih menjadi perdebatan. Oleh karena itu, BPOM tidak berhak membungkam pendapat pihak lain.

"Harusnya masing-masing pihak, sama-sama mengkaji atas penelitian yang sudah ada atau penelitian baru yang dibuat. Karena BPOM pun didalam peraturannya jelas mengatakan BPA berbahaya jika melebihi ambang batas. Nah ketika untuk bayi, jelas tidak boleh ada toleransi," papar Roso.

Masih menurut Roso, dalam menyikapi sebuah perbedaan tidak selayaknya pendapat pihak lain dibungkam. Padahal BPOM belum punya kajian komprehensif dalam merespon isue BPA ini.

Sementara JPKL berpegang kepada penelitian dan kebijakan yang telah diterapkan di beberapa negara maju.

Baca Juga: Vaksinasi COVID-19 Untuk Pekerja Perbankan dan Pasar Modal, Sri Mulyani : Berharap Semua Pulih

"Bahwa wadah makanan dan minuman mengandung BPA dengan kode plastik No. 7, tidak boleh bersentuhan langsung dengan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh bayi, balita dan ibu hamil," papar Roso.

Dengan adanya penghapusan petisi yang sudah ditandatangani hampir mencapai 100 ribu lebih untuk mendukung BPOM ada beberapa pasal yang dilanggar.

Antara lain, Pasal perlindungan anak, pasal perlindungan kesehatan, dan yang jelas pasal perlindungan konsumen.

"Sekali lagi mengingatkan pentingnya dirumuskan SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk melindungi kesehatan dan konsumen," tandas Roso.

"Sebab hal ini bentuk arogansi. Menguasai kebenaran," tandasnya.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler