Gara-gara Membangun Mushola, Warga Bekasi Digugat Pengembang Perumahan Mewah

- 26 Februari 2021, 16:21 WIB
Progres pembangunan Musala Al Muhajirin yang berlokasi di RW 10 Klaster Water Garden Grand Wisata, Desa Lambang Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat sudah mencapai 75 persen./ANTARA/Pradita Kurniawan Syah/
Progres pembangunan Musala Al Muhajirin yang berlokasi di RW 10 Klaster Water Garden Grand Wisata, Desa Lambang Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat sudah mencapai 75 persen./ANTARA/Pradita Kurniawan Syah/ /

GALAMEDIA - Gara-gara membangun tempat ibadah berupa mushola, warga RW 10 Klaster Water Garden Grand Wisata, Desa Lambang Jaya, Kec. Tambun Selatan, Kab. Bekasi, Jawa Barat harus berurusan dengan hukum.

Warga digugat oleh PT Putra Alvita Pratama, pengembang pengembang klaster milik Sinarmas Group ke pengadilan.

Gugatan itu bernomor perkara 326/Pdt.G/2020/PN Ckr yang berisi warga digugat dalam perkara wanprestasi.

Baca Juga: Innalillahi, Dunia Komedi Tanah Air Kembali Berduka, Bintang Sinetron Para Pencari Tuhan Meninggal Dunia

"Gugatan yang semula dimediasi itu gagal, sehingga masuk dalam tahapan persidangan di Pengadilan Negeri Cikarang," terang warga setempat, Rahman Kholid selaku tergugat melalui keterangan tertulis yang diterima, Jumat, 26 Februari 2021.

Rahman merangkan, gugatan itu terkait pembangunan Mushola Al Muhajirin yang dibangun di tengah klaster dengan dana hasil patungan warga.

Mushola didirikan di atas tanah seluas 226 meter persegi yang dibeli warga dari pengembang pada tahun 2015 seharga Rp 1,6 miliar.

Setelah mencicil selama beberapa tahun, tanah itu akhirnya lunas dan mulai dibangun mushola.

Baca Juga: Resep dan Cara Membuat Japchae ala Korea Rumahan yang Mudah dan Bergizi

"Tempat ibadah ini sangat kami butuhkan mengingat jarak masjid terdekat dengan rumah warga mencapai tiga kilometer, sehingga kami berinisiatif membangun mushola dengan dana patungan," lanjut dia.

Dalam prosesnya, pembangunan mushola itu justru dipersoalkan oleh pihak pengembang. Pasalnya, bangunan dianggap menyalahi aturan dengan alasan bahwa sesuai perizinan, tanah itu diperuntukkan bagi rumah tinggal.

"Katanya izinnya untuk rumah tinggal. Padahal dalam perjanjian jual beli dengan pengembang, penggunaan lahan itu dikuasakan pada pemilik, agar digunakan secara tanggung jawab. Tapi ternyata dipersoalkan hingga digugat karena dinilai wanprestasi," ungkap Rahman.

Rahman memastikan, warga tidak serta merta membangun mushola. Sebelumnya, warga menempuh perizinan mulai dari persetujuan warga hingga mengurus izin ke Pemerintah Kabupaten Bekasi.

Baca Juga: Sinopsis Film Deepwater Horizon, Kisah Nyata Pengeboran Minyak Berakhir Ledakan, Tayang Malam Ini di Trans TV

"Berdasarkan aturan, izin itu sebenarnya tinggal menunggu rekomendasi dari Dinas PUPR, seluruh persyaratannya telah dipenuhi, tapi pihak PUPR katanya minta harus ada persetujuan dari pengembang. Padahal dalam aturannya tidak harus. Ini yang juga jadi pertanyaan kami," jelasnya.

Rahman menegaskan seluruh warga turut meladeni proses gugatan tersebut. Bahkan warga siap memenuhi persyaratan yang diajukan pengembang selaku penggugat namun dalam proses mediasi tidak tercapai kemufakatan.

Pada sisi lain persyaratan yang diajukan pengembang itu pun melenceng dari substansi gugatan tentang wanprestasi. Pengembang dinilai malah mengintervensi kegiatan mushola.

Menurut dia, dalam persyaratan yang diajukan, penggugat melarang mushola yang didirikan warga menggelar Shalat Jumat. Mushola juga tidak diperbolehkan mengumandangkan azan dengan pengeras suara serta dilarang menggelar pengajian.

Baca Juga: Minta Tolong Masyarakat, Mabes Polri: Laporkan Jika Menemukan Polisi Masuk Tempat Hiburan

"Ini sudah masuk dalam ranah menghalangi ibadah dan mengintervensi akidah kami sebagai seorang muslim. Ini sebuah pelanggaran serius. Sebaliknya, tuduhan wanprestasi yang selama ini digadang-gadang sama sekali tidak disentuh dalam proses mediasi," katanya pula.

Warga menilai gugatan itu tidak memenuhi unsur. Selain penggugat tidak fokus pada materi gugatan, pihak penggugat pun tidak pernah menghadirkan prinsipal.

Padahal sesuai peraturan Mahkamah Agung, bilamana selama mediasi pihak prinsipal tidak hadir maka proses gugatan tidak bisa dilanjutkan.

Baca Juga: Segera Tayang di NET TV, Ini Dia Sinopsis Serial Drakor Reply 1988

"Ini setiap mediasi, sudah tiga sampai empat kali, prinsipal penggugatnya tidak pernah hadir. Malah mewakilkan pada karyawannya, berarti sebenarnya proses gugatan tidak bisa dilanjutkan," terang Rahman.

"Kemudian soal izin pun sebenarnya kami sudah menempuh itu, jadi bukan tiba-tiba tanpa izin. Bahkan 95 persen warga klaster juga sudah menyetujui izin mushola ini, termasuk warga non-muslim juga menyetujuinya, tapi kenapa pengembang mempersoalkannya," tambahnya.

Sementara itu, pihak kuasa hukum penggugat dari PT Putra Alvita Pratama enggan memberikan keterangan saat ditemui awak media usai persidangan dengan agenda pembacaan gugatan.***

Editor: Lucky M. Lukman

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x