Tak Sekedar Revisi UU ITE, Pakar Hukum Ini Minta Presiden Buat Perppu Cabut UU ITE

- 12 Maret 2021, 11:25 WIB
Ilustrasi peraturan kebijakan.
Ilustrasi peraturan kebijakan. /Pixabay/Succo

GALAMEDIA – Saat ini pemerintah melalui Menko Polhukam sudah membentuk dua tim khusus pengkaji UU ITE pasca Jokowi memberi arahan agar aturan tersebut segera direvisi.

Namun pakar hukum dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Jawade Hafidz memandang agar Presiden Jokowi segera mengeluarkan Perppu untuk mencabut UU ITE.

Pencabutan Undang-Undang yang sudah ada bisa dibatalkan dengan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang sudah ada dalam KUHP yang mengatur perbuatan pidana.

Hafidz mengungkapkan bahwa saat ini DPR RI sudah memasukan Rancangan UU tentang KUHP ke dalam Prolegnas RUU 2020-2024.

Baca Juga: Kawasan Lido Music and Art Center sebagai Upaya Tumbuhkembankan Perekonomian dan Seni Budaya

“Apalagi Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masuk dalam Daftar Perubahan Prolegnas RUU Tahun 2020-2024,” ucapnya di Semarang, 12 Maret 2021.

Saat ini, banyak pihak yang menilai bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang diubah menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE banyak mengandung pasal karet.

Beberapa pasal kontroversial dalam UU ITE yakni Pasal 27 dan Pasal 28 yang tidak jelas tolok ukurnya sehingga cenderung multitafsir.

Dalam Pasal 27 Ayat (3) disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan.

Baca Juga: Siap-siap, Nama Provinsi Sumatera Barat Bakal Berubah Jadi Daerah Istimewa Minangkabau, Ini Penjelasannya

Kemudian dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik da/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Jawade Hafidz menjelaskan soal penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sudah diatur dalam Pasal 310 KUHP.

Yakni soal adanya unsur sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, memfitnah melakukan suatu perbuatan dengan maksud diketahui umum, termasuk di dunia maya.

Kemudian dalam Pasal 28 Ayat (2) disebutkan setiap orang dengan senaja dan tanpa hak menyebarkan informasi.

Baca Juga: Segera Dibuka, Begini Cara Daftar Peserta CPNS 2021. Jangan Sampai Terlewat!

Lalu informasi itu ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok berdasarkan SARA.

Di sisi lain, dalam Pasal 156 KUHP disebutkan bunyi serupa seperti Pasal 28 Ayat (2) dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Baca Juga: Syahrial Nasution Bongkar Misteri KLB Demokrat: AHY Tampil di Atas Mimbar, Dimanakah Moeldoko?

Mengenai SARA, Jawade Hafidz menyebutkan hal itu terdapat dalam UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.***
 
 
 

 

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x