Jokowi Presiden 3 Periode? Anggota MPR Ini Ungkap Alasan Revisi UU Pemilu

- 27 Maret 2021, 21:43 WIB
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). /Twitter @jokowi

GALAMEDIA – Eks Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Andi Arief pernah mengungkapkan tiga gejala yang memperkuat isu Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali menjabat menjadi presiden.

Salah satu gejalanya adalah pengangkatan penjabat (Pj) gubernur, bupati, dan wali kota. Gejala tersebut disinyalir berasal dari pencabutan revisi Undang-undang (UU) pemilihan umum (Pemilu) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prolegnas Prioritas 2021.

Perlu diketahui, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian pernah mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi akan secara langsung memilih ratusan Pj gubernur, bupati, dan wali kota. Pengangkatan Pj akan dilakukan apabila masa jabatan sejumlah kepala daerah telah habis.

Baca Juga: Ridwan Kamil Permalukan Dubes Denmark Tanpa Ampun, Hengky Kurniawan Ikutan Membantu

Namun, Presiden Jokowi juga akan membentuk Tim Penilai Akhir (TPA) guna menilai para birokrat sebelum diangkat menjadi Pj.

Menanggapi hal tersebut, Anggota MPR, Anwar Hafid mengungkapkan bahwa revisi UU Pemilu perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kurangnya sistem pelaksanaan pada Pemilu pada edisi sebelumnya.

Menurutnya, hal tersebut dapat memperbaiki kualitas sistem demokrasi di Indonesia.

Baca Juga: Jangan Berleha-leha! 32 Wilayah Indonesia Bakal Gelap Gulita, Listrik Siap-siap Dimatikan

Baca Juga: Mutasi Besar-besaran, Panglima TNI Geser 99 Perwira Tinggi

"Beberapa alasan utama mengapa Partai Demokrat terus berupaya mendorong Revisi Undang-undang, tentu dengan pertimbangan masih kurang nya sistem pelaksanaan yang dilakukan pada Pemilu tahun kemarin. Tentunya, ini semua bertujuan untuk lebih memperbaiki kualitas Demokrasi kita," tulis Anwar Hafid yang dikutip Galamedia dari akun Twitter pribadinya, @anwarhafid14, 27 Maret 2021.

Selain itu, Anwar menilai pencabutan revisi UU Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021 dapat menjadi petaka demokrasi.

Baca Juga: Fahri Hamzah Kerap Kritik Pedas Bapaknya, Gibran dan Kaesang Kompak: Enggak Jengkel, Justru Nge-fans

Petaka yang dimaksud adalah dengan meninggalnya ratusan penyelenggara Pemilu akibat kelelahan akibat pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilangsungkan secara bersamaan dengan Pemilu, yakni pada tahun 2024.

"Berarti kalau seperti ini berarti ada yang salah ini. Ada sistem yang salah, maka harus dievaluasi," tutur Anwar.

Oleh karena itu, Anwar menegaskan bahwa dirinya akan tetap berusaha untuk mendorong revisi UU Pemilu.

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama-sama dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly sependapat untuk mencabut revisi UU Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021, 9 Maret 2021.

Baca Juga: Arus Penolakan Impor Beras Terus Mengalir, Mendag Muhammad Lutfi Terbang ke Washinton DC

Oleh karena adanya pencabutan ini, maka tidak akan Pilkada 2022 dan 2023 karena akan tetap dilaksanakan secara serempak di tahun 2024. Hal itu sudah diatur pada UU 10 Tahun 2016.

Di saat rapat pengambilan keputusan, 7 dari 9 fraksi sependapat untuk mencabut revisi UU Pemilu. 7 fraksi tersebut meliputi PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PAN, Gerindra, dan PPP.

Di sisi lain, fraksi PKS masih berharap agar RUU Pemilu masuk Prolegnas Prioritas 2021. Namun, fraksi PKS masih dapat memahami sikap sebagian besar fraksi dan menghormati surat dari Komisi II.

Sedangkan Fraksi Partai Demokrat masih tetap meminta RUU Pemilu masuk Prolegnas Prioritas 2021.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x