Mahfud juga menyebut, gugatan yang dilakukan Yusril itu salah alamat. Kata eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, seharusnya Yusril menggugat Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan AD-ART dan kepengurusan Partai Demokrat periode 2020-2025 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Langkah itu bisa diambil jika hendak mengubah kepengurusan Partai Demokrat yang diakui Kemenkumham.
“Apapun putusan MA nanti, tetap AHY, SBY, Ibas, semua itu, tetap berkuasa di situ (Demokrat),” ujarnya.
Baca Juga: Soal Patung Pahlawan, Fadli Zon: Pendiri Negeri Ini Tak Hanya Soekarno
Meski begitu, Mahfud mengakui apa yang dilakukan Yusril itu sebagai sebuah terobosan.
Mahfud pun bicara juga sikap Istana saat menghadapi konflik Demokrat antara AHY dan Moeldoko.
Disebutkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tegas menolak perbuatan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang merebut paksa Partai Demokrat dari AHY.
Mahfud lalu bercerita, beberapa hari sebelum mengumumkan menolak mengesahkan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Moeldoko, dia melakukan pertemuan dengan Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
“Hukumnya bagaimana,” Mahfud menirukan respon Jokowi saat dirinya menyodorkan fakta Moeldoko terpilih jadi ketum Demokrat versi KLB.
Mendapat pertanyaan itu, Mahfud mengatakan kepada Jokowi, haram melakukan KLB, selain mendapat restu dari pengurus partai yang sah. KLB Deli Serdang itu, jelas Mahfud ke Jokowi, dilakukan tanpa izin pengurus Partai Demokrat yang sah.