Ini 6 Skenario Invasi Ukraina, Dari Perang Dunia Ketiga Hingga Revolusi Rusia

- 20 Maret 2022, 16:00 WIB
Ilustrasi tank Rusia.
Ilustrasi tank Rusia. /Reuters/Didor Sadulloev

GALAMEDIA - Memasuki pekan ketiga invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari, Presiden Vladimir Putin tidak menunjukkan tanda-tanda mundur.

Meskipun Putin bersikeras Rusia tidak membom Ukraina, foto-foto serangan udara dan darat menunjukkan puing-puing gedung di sejumlah kota utama Ukraina seperti Kyiv, Mariupol dan Khirkiv.

Bagaimanapun perang Rusia dan Ukraina diharapkan segera berakhir.

Baca Juga: Profil Olena Zelenska, First Lady Ukraina yang Bersumpah Takkan Menangis demi Zelensky

Dikutip dari DailyMail pekan ini, sejumlah pakar memberikan prediksi terkait akhir perang Rusia - Ukraina.

Berikut skenario yang mungkin terjadi dalam minggu atau mungkin bulan-bulan mendatang, berdasar sumber pemerintah Barat dan pakar think-tank.

1. Kebuntuan militer: Putin kalkulasi ulang perang

Pasukan Ukraina sejauh ini memberi perlawanan pada tentara invasi Rusia.

Baca Juga: Lautan Manusia Sejauh Mata Memandang, Warga Ukraina Berebut Naik Kereta Usai Gempuran Hebat Rusia di Karkhiv

Ukraina mampu menghalau pasukan penerjun payung Rusia merebut ibu kota dan tetap menguasai kota-kota besar seperti Kharkiv dan Mariupol.

Meskipun Rusia mengklaim memiliki superioritas udara penuh, pertahanan udara Ukraina di sekitar Kyiv dan titik lainnya tetap melawan meski  terdegradasi dari sisi amunisi.

Demikian dikatakan seorang pejabat Barat. "Ini memberi Rusia begitu banyak masalah," kata sumber Eropa kepada wartawan yang meminta syarat anonimitas.

Baca Juga: TIGA Cara Selamatkan Diri dari Gempa Bumi Saat di Rumah dan Gedung Tinggi

Warga Ukraina juga dengan sukarela bergabung di unit pertahanan teritorial dan di saat yang sama muncul pertanyaan tentang moral tentara Rusia dan dukungan logistiknya.

Didukung amunisi canggih buatan Barat dan rudal anti-tank serta perlawanan keras di darat dan  udara, pasukan Ukraina diperkirakan dapat bertahan di ibu kota dan memaksakan kebuntuan militer.

Sanksi Barat yang mulai mencekik ekonomi Rusia kemungkinan akan memaksa Putin mengubah perhitungan.

Baca Juga: Picu Perdebatan Israel, Vogue Hapus Palestina dari Postingan Ukraina Gigi Hadid

Samuel Charap dari Rand Corporation, think-tank AS menyebut Barat bisa memanfaatkan sanksi guna mendorong Putin melupakan tujuan inti perang yaitu menggulingkan pemerintahan resmi Ukraina dan mengangkat pejabat pro-Rusia.

“Tekanan dari Beijing, sekutu dekat Kremlin di bawah Presiden Xi Jinping, juga diperlukan,” ujarnya.

Baca Juga: Amerika Putar Otak, Cegah Putin Jual Cepat Cadangan Emas Rp 1.902 Triliun di Tengah Perang Rusia - Ukraina

2. Kudeta Putin: Anti-perang meluas, oligarki melawan

Presiden Rusia Vladimir Putin menjadikan protes domestik atas perang Ukraina sebagai perang dalam negeri.

Tindakan keras terhadap media independen dan penyedia berita asing membuat sumber informasi alternatif terkait perang Ukraina tak lagi tersedia di Rusia dan memperkuat cengkeraman media negara yang ultra-loyal.

Namun demonstrasi anti-perang tetap  terjadi di kota-kota seperti  Saint Petersburg hingga Moskow.

Setidaknya 6.000 orang ditangkap, demikian laporan kelompok HAM Rusia.

Baca Juga: Rusia Ketar-ketir, Sniper Paling Mematikan di Dunia Tiba di Ukraina Penuhi Seruan Zelensky

Ada juga tanda-tanda keretakan di level elite yang berkuasa. Beberapa oligarki, anggota parlemen, bahkan kelompok minyak swasta Lukoil menyampaikan secara terbuka opsi gencatan senjata dan mengakhiri perang.

Meskipun belum tidak terlihat kemungkinannya tapi kudeta Putin tidak dapat dikesampingkan.

“Keamanan pribadinya sangat baik dan akan sangat baik sampai semua menyadari keadaan tidak baik-baik saja,” ujar Eliot A. Cohen dari pusat studi strategis dan internasional, lembaga think-tank Washington.

"Ini terjadi berkali-kali dalam sejarah Soviet dan Rusia," ingatnya.

Baca Juga: Dukung Perang Ukraina, Mata-mata Rusia Anna Chapman Puji Patriotisme Putin: Thank You for This

3. Rusia menang: Putin kerahkan kekuatan maksimum

Mengingat superioritas amunisi Rusia, kekuatan udara dan penggunaan artileri diungkap analis pertahanan Barat sebagai opsi yang tetap terbuka.

Konvoi kendaraan lapis baja Rusia bersiaga  di luar Kyiv menjelang apa yang diyakini sebagai persiapan serangan masif atas ibu kota Ukraina.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menyimpulkan bahwa 'yang terburuk masih belum terjadi' setelah melakukan pembicaraan dengan Putin pekan lalu.

Baca Juga: Pertama Terlihat pada Tank Perang Rusia di Ukraina, Huruf Z Jadi Simbol Loyalis Putin, Apa Artinya?

Putin ingin merebut kendali atas seluruh Ukraina, ujar seorang ajudan orang nomor satu Rusia itu pada wartawan.

Tetapi jika Rusia mampu menggulingkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan mengakhiri perlawanan Ukraina di titik lainnya, Putin akan menghadapi tantangan meyakinkan  40 juta rakyat Ukraina untuk tunduk pada Kremlin.

Lawrence Freedman, sejarawan perang Inggris dan Profesor London King's College, menulis di Subsack minggu ini, “'Masuki sebuah kota tidak sama dengan mengendalikannya.”

Baca Juga: Profil Alina Kabaeva, Sandaran Hati Presiden Rusia Vladimir Putin yang Dijuluki Shadow First Lady

4. Konflik meluas: Putin perluas invasi ke Moldova

Ukraina memiliki perbatasan dengan empat bekas negara Soviet yang sekarang menjadi anggota Aliansi Militer NATO yang dipimpin AS.

Salah satu pakta NATO menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota menjadi serangan atas NATO.

Nostalgia Putin akan Uni Soviet dan janjinya melindungi minoritas Rusia di negara-negara Baltik membuat analis mempertanyakan  ambisi teritorial Rusia saat ini.

Setelah Ukraina, spekulasi menyebut Putin mengincar Moldova, mantan negara Soviet yang terjepit di antara Ukraina dan Rumania.

Baca Juga: Ditolak ATM di Mana-mana, Begini Nasib Turis Rusia di Bali Akibat Perang Ukraina

Hanya sedikit yang memperkirakan Putin akan menyerang anggota NATO secara terbuka karena berisiko perang nuklir, tetapi provokasi lainnya tetap mungkin.

“Swedia yang masih netral saat ini mewaspadai pergerakan Rusia atas Pulau Gotland di Laut Baltik,” tulis Bruno Tertrais, analis Montaigne Institute, sebuah think-tank Prancis.

Sementara Charap memperingatkan risiko akan insiden atau kesalahan perhitungan yang berujung  perang NATO-Rusia.

Pemicunya bisa apa pun mulai dari rudal salah sasaran hingga serangan siber.

Baca Juga: Move Over Trudeau! Viral Foto Kombatan Presiden Ukraina, Warganet Dilanda Demam Zelensky

5. Perang Nuklir: Rusia serang NATO hingga Perang Dunia III

Ini selalu dianggap mustahil karena AS dan Rusia sepakat memberlakukan  'garis dekonflik' di mana keduanya dapat bertukar informasi militer dengan cepat guna mengurangi kemungkinan kesalahpahaman.

'Garis dekonflik' memastikan Rusia dan Amerika mengalkukasi efek destruktif jika sampai senjata nuklir digunakan.

Metode serupa diterapkan di Suriah di mana pasukan AS dan Rusia membela dua pihak yang berlawanan dalam perang saudara yang pecah sejak 2015 itu.

Baca Juga: Fakta Brutal Wagner Group, Tentara Bayaran Haus Darah yang Disewa Putin untuk Membunuh Presiden Ukraina

Sebelum invasi Ukraina, Putin memerintahkan pasukan anti-misil Rusia untuk siaga tinggi dan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov memperingatkan Perang Dunia III akan menjadi perang nuklir.

Analis Barat mengatakan peringatan Lavrov pantas dimaknai sebagai gertakan  untuk menghalangi Amerika Serikat dan Eropa terkait zona larangan terbang atas Ukraina yang jelas akan menghentikan serangan udara Rusia.

Baca Juga: Suhu Minus 20 Celsius, Ukraina MEMBEKU Tank-tank Tempur Rusia Tak Berguna Bak Freezer 40 Ton

Gustav Gressel, ahli pertahanan rudal Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri mengatakan, “Pengumuman ini sebagian besar ditujukan pada Barat untuk membuat kita takut dan rakyat kita merasa tidak aman.”

Ia menambahkan, Rusia menggunakan isu pencegahan nuklir sebagai bentuk operasi militer melalui jalur informasi. “Sama sekali tak ada substansinya,” ujarnya.

6. Damai: Ukraina dan Rusia capai kesepakatan

Negosiator dari kedua belah pihak mulai melakukan pertemuan beberapa hari setelah perang dimulai. Pertama di perbatasan Belarusia-Ukraina, kemudian di Turki dan terakhir di ibu kota Kyiv.

Meningkatnya kerugian di medan perang dan sanksi Barat yang melumpuhkan ekonomi Rusia dapat mendorong Putin untuk mencari cara untuk menyelamatkan muka dengan mengakhiri konflik.

Baca Juga: Gara-gara Rusia, Presiden Turkmenistan Perintahkan Menterinya Matikan Api Gerbang Neraka Berusia Setengah Abad

“Ukraina mungkin dapat memaksa Rusia untuk membuat pilihan: bertahan dan menderita kerugian yang tidak dapat diperbaiki atau berhenti mengiinvasi dan mencapai kesepakatan damai dengan  kompensasi,”  tulis Rob Johnson, ahli perang Universitas Oxford, minggu ini.

Pekan lalu Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan kedua pihak 'hampir mencapai’ kesepakatan yang akan membuat Ukraina menerima netralitas seperti status Swedia dan Austria.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky secara terbuka mengakui negaranya tidak akan bergabung dengan aliansi militer NATO Barat, sekaligus tuntutan utama dari Kremlin.

Baca Juga: Diyakini Pacar Rahasia Presiden Rusia Vladimir Putin, Alina Kabaeva Muncul dengan Kabar Mengejutkan

Tetapi meskipun peluang kesepakatan mulai muncul secara signifikan dalam beberapa hari terakhir, tidak ada tanda-tanda gencatan senjata.

Ukraina menginginkan penarikan penuh Rusia dan jaminan keamanan akan masa depannya. Beberapa kritikus Putin menduga diplomasi merupakan tameng Kremlin.

"Bagi Putin gencatan senjata berarti mengisi ulang amunisi," tulis politisi pembangkang dan mantan juara catur Garry Kasparov di akun Twitter miliknya.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah