Pidato Kenegaraan Jokowi Dianggap Hanya Lips Service dan Tak Sesuai Fakta

- 17 Agustus 2020, 16:07 WIB
Presiden Jokowi saat hadir dalam sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI, 14 Agustus 2020.
Presiden Jokowi saat hadir dalam sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI, 14 Agustus 2020. /Kemenparekraf

GALAMEDIA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo pada sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI, 14 Agustus 2020. Menurut YLBHI, banyak hal yang disampaikan Jokowi bertentangan dengan kondisi yang sedang terjadi.

"YLBHI mencatat pidato Presiden Joko Widodo tentang hukum, HAM, antikorupsi dan demokrasi hanya sekedar lips service dan formalitas," kata Muhamad Isnur dalam keterangan tertulis YLBHI, Senin, 17 Agustus 2020.

"YLBHI menemukan hal ini justru ditabrak dan diabaikan. Beberapa contoh di antaranya, pemilihan pimpinan KPK yang bermasalah dan Revisi UU KPK menunjukkan proses pelemahan KPK semakin jelas," sambung dia.

Baca Juga: Jarang Terjadi, Arab Saudi Angkat 10 Perempuan Untuk Berperan di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Dalam perlindungan HAM, janji Presiden untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM tidak terdengar lagi dan terkesan diam di tempat. Demikian pula Rancangan KUHP yang justru memasukkan pasal-pasal bermasalah, bahkan menghidupkan pasal-pasal yang sudah dibatalkan MK.

"Pidato tentang hukum, HAM dan demokrasi juga disampaikan tanpa arah kebijakan dan strategi yang jelas, berbeda jauh dengan agenda ekonomi," terang Isnur.

Menurut dia, melalui RUU Cipta Kerja yang merupakan inisiatif pemerintah, pemerintah justru mengancam lebih jauh perlindungan HAM, lingkungan hidup, dan ruang hidup warga negara.

Pidato presiden yang juga menyarankan media didorong untuk menumpuk kontribusi bagi kemanusiaan dan kepentingan bangsa terasa tidak menapak. Pada faktanya, ujar Isnur, banyak jurnalis semakin terancam.

Baca Juga: Demi Toleransi, Disney Diam-diam Perkenalkan Karakter Biseksual Pertama Lewat The Owl House

"YLBHI mencatat banyak jurnalis yang dibungkam dengan berbagai cara dan mengalami kekerasan. Kasus Diananta menjadi bukti bahwa jurnalis dengan mudah dikriminalisasi, walaupun Dewan Pers sudah dengan tegas menyatakan bahwa itu adalah produk jurnalis," paparnya.

Halaman:

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x