Mengenal Gratifikasi, Kasus yang Menjerat Rafael Alun Trisambodo

5 April 2023, 13:27 WIB
Mengenal Gratifikasi /elearning.kpk.go.id/

GALAMEDIANEWS - Belakangan ini sedang hangat kasus gratifikasi yang menjerat mantan pegawai DItjen Pajak Kementerian Keuangan , Rafael Alun Trisambodo. Pelaku yang kini ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah berstatus tersangka kasus dugaan gratifikasi pada Senin, 3 April 2023.

Pelaku yang merupakan ayahanda dari Mario Dandy Satrio, tersangka kasus penganiayaan kepada David Ozora ini ditahan KPK untuk menghadapi pemeriksaan selama 20 hari kedepan.

Rafael Alun terlibat kasus gratifikasi melalui perusahaan konsultan pajak miliknya, PT. Artha Mega Ekadhana (PT.AME).. Pelaku mulai menerima gratifikasi sejak 2011, kala itu ia menjabat Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I.

Baca Juga: KPK Sebut Rafael Alun Trisambodo Terima Gratifikasi Melalui Perusahaan Konsultan Pajak PT AME

Aset hasil gratifikasi berupa uang sebesar Rp.32,2 Miliar dari 3 mata uang asing yang tersimpan di Safe Deposit Box (SDB) di salah satu bank dan puluhan tas mewah dan jam tangan telah disita oleh KPK.

Apa itu gratifikasi? Mengapa gratifikasi bagian dari korupsi? Mari kita simak artikel berikut ini.

Pengertian Gratifikasi

Dilansir dari situs djpb.kemenkeu.go.id, Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, yang dilakukan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pegawai negeri atau penyelenggara negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya. Sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi.

Gratifikasi tersebut dilarang karena dapat mendorong Pn/PN bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak professional. Sehingga Pn/PN tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Gratifikasi Yang Dilaporkan

PMK Nomor 7/PMK.09/2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Kementerian Keuangan membagi Gratifikasi menjadi dua kategori yaitu gratifikasi yang wajib dilaporkan dan gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan.

Gratifikasi yang wajib dilaporkan meliputi:

Gratifikasi yang diterima dan/atau ditolak oleh ASN Kemenkeu, yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas yang bersangkutan.

Gratifikasi yang ditujukan kepada unit kerja dari pihak yang mempunyai benturan kepentingan.

Berikut contoh gratifikasi yang tidak boleh diterima biasanya berhubungan dengan:

Terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat diluar penerimaan yang sah.

Terkait dengan tugas dalam proses penyusunan anggaran diluar penerimaan yang sah.

Terkait dengan tugas dalam proses pemeriksaan, audit, monitoring dan evaluasi diluar penerimaan yang sah.

Terkait dengan pelaksanaan perjalanan dinas diluar penerimaan yang sah/resmi dari instansi.

Dalam proses penerimaan/promosi/mutasi pegawai.

Sementara itu, ada juga gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan berupa hal yang terkait kedinasan, terdiri atas:

Segala sesuatu yang diperoleh dari seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis, di dalam negeri maupun di luar negeri, baik yang diperoleh dari panitia seminar, penyelenggara, atau penyedia layanan transportasi dan penginapan dalam rangka kepesertaan yang antara lain seperti disebutkan di dalam PMK Nomor 7/PMK.09/2017.

Kompensasi yang diterima dari pihak lain sepanjang tidak melebihi standar biaya yang berlaku di Kementerian Keuangan, tidak terdapat Pembiayaan Ganda, Benturan Kepentingan, atau pelanggaran atas ketentuan yang berlaku di instansi penerima yang antara lain seperti disebutkan di dalam PMK Nomor 7/PMK.09/2017.

Contoh Gratifikasi yang tidak terkait kedinasan, meliputi:

hadiah langsung/undian, rabat (diskon), voucher, point rewards, atau souvenir yang Berlaku Umum;

prestasi akademis atau non (kejuaraan / perlombaan / kompetisi) biaya sendiri;

keuntungan/bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang Berlaku Umum;

kompensasi atas profesi di luar Kedinasan yang tidak terkait dengan tugas fungsi dari ASN Kemenkeu, dan tidak mempunyai Benturan Kepentingan serta tidak melanggar kode etik pegawai.

pemberian karena hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus 2 (dua) derajat atau dalam garis keturunan ke samping 1 (satu) derajat sepanJang tidak mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;

pemberian karena hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus 1 ( satu) derajat atau dalam garis keturunan kesamping 1 (satu) derajat sepanjang tidak mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;

Pemberian yang berasal dari Pihak Lain sebagai hadiah pada perayaan perkawinan, khitanan anak, ulang tahun, kegiatan keagamaan / adat / tradisi, dengan nilai keseluruhan paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dari masing-masing pemberi pada setiap kegiatan atau peristiwa yang bersangkutan dan bukan dari Pihak yang Mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;

pemberian dari Pihak Lain terkait dengan musibah dan bencana, dan bukan dari Pihak yang Mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi.

Pemberian dari sesama rekan kerja, baik dari atasan, rekan setingkat atau bawahan yang tidak dalam bentuk uang, dengan nilai maksimal Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per acara/ peristiwa dengan batasan nilai maksimal Rpl.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari masing masing pemberi, dalam rangka promosi jabatan; dan/atau pindah/mutasi kerja.

Mengapa Gratifikasi Dilarang?

Dilansir dari situs resmi KPK, Gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat memicu konflik kepentingan yang mempengaruhi kerja dan keputusannya dalam kebijakan serta pelayanan publik.

Hal ini tertuang dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu: "Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik".

Dalam UU tersebut di Pasal 12B menyebutkan, bahwa gratifikasi yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Tidak main-main, penerima gratifikasi diancam hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Gratifikasi jika digunakan untuk kepentingan pribadi ataupun memperkaya diri sendiri.telah menyalahi fungsi dari birokrasi itu sendiri.

Demikian penjelasan dari gratifikasi, kasus yang menjerat mantan pegawai Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo.***

Editor: Tatang Rasyid

Sumber: kpk.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler