Petinggi KPK Umbar Rencana Penggeledahan Kasus Edhy Prabowo, ICW Minta Dewas Turun Tangan

- 26 November 2020, 23:12 WIB
MENTERI Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (tengah) mengenakan baju tahanan saat digiring menuju ruang konferensi pers seusai diperiksa di Gedung KPK, Rabu 25 November 2020.
MENTERI Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (tengah) mengenakan baju tahanan saat digiring menuju ruang konferensi pers seusai diperiksa di Gedung KPK, Rabu 25 November 2020. /ANTARA FOTO /Indrianto Eko Suwarso


GALAMEDIA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 27 November 2020 berencana melakukan penggeledahan dalam penyidikan kasus suap penetapan izin ekspor benih lobster yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) bersama enam orang lainnya.

"Memang sedini mungkin kita sudah segel sehingga mungkin dari kemarin tidak ada yang masuk di ruangan yang kita geledah," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 26 November 2020.

"Mudah-mudahan besok akan bisa kita laksanakan penggeledahan secara menyeluruh terhadap proses-proses yang sebagaimana kita ketahui dari hasil penyelidikan awal," lanjutnya.

Baca Juga: TNI Copot Baliho Habib Rizieq, Gubernur Lemhanas: Kesalahan Tak Bisa Diperbaiki dengan Kesalahan

Mengomentari pernyataan petinggi KPK yang mengumbar rencana penggeledahan, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam dan mempertanyakan motif dari Karyoto.

ICW tak habis pikir seorang deputi malah memberitahukan rencana penggeledahan terkait perkara yang melibatkan Edhy tersebut.

"Selaku Deputi Penindakan mestinya yang bersangkutan memahami bahwa tindakan paksa berupa penggeledahan bersifat tertutup," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

"Sebab, jika itu dipublikasikan maka akan membuka celah bagi pihak-pihak tertentu untuk menghilangkan barang bukti," lanjutnya dilansir Antara.

Baca Juga: Begini Keputusan BNNK Jakarta Soal 'Nasib' Millen Cyrus

Oleh karena itu, kata dia, baik Pimpinan maupun Dewan Pengawas KPK mesti menegur dan mengevaluasi Karyoto atas pernyataan semacam itu.

Selain Edhy, enam orang yang juga ditetapkan tersangka, yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).

Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

Baca Juga: Habib Rizieq Masuk Rumah Sakit, Kasus Kerumunan di Petamburan Naik ke Tahap Penyidikan

KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp 9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Baca Juga: Soroti Baliho FPI dan Habib Rizieq, Petinggi PKPI: Jadi Ingat Cerita Soal Orang Kentut di Angkot

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21-23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta diantaranya berupa jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x